Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gelisah Menanti Calon Tunggal

Partai pendukung pemerintah tidak bulat dalam pemilihan calon Kapolri. Tak mau menjadi tukang stempel.

27 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT mendadak digelar di kantor Sekretariat Gabungan Partai Koalisi di Jalan Diponegoro 43, Jakarta Pusat, Selasa malam pekan lalu. Minus Aburizal Bakrie, Ketua Harian Sekretariat Gabungan yang juga Ketua Umum Partai Golkar, sejumlah petinggi partai politik pendukung pemerintah hadir dalam pertemuan itu.

Semula, empat agenda rapat disiapkan untuk dibahas, jauh hari sebelumnya. Keempatnya adalah kebijakan pertanahan, seleksi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, calon Panglima Tentara Nasional Indonesia, dan Rancangan Undang Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011.

Namun, beberapa jam menjelang rapat dibuka, masuk satu agenda baru, yaitu pembahasan calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia. ”Maraknya pemberitaan tentang kandidat Kapolri mendorong salah satu petinggi partai meminta masalah itu dibahas,” kata sumber Tempo.

Agenda baru ini rupanya menjadi amat penting. Tiga pekan sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara terbuka mengumumkan rencana pergantian Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, yang pensiun pada 10 Oktober mendatang. Nama Komisaris Jenderal Imam Sudjarwo mencuat sebagai yang disebut sebut pilihan Yudhoyono. Selain Imam, ada na­ma Komisaris Jenderal Nanan Soe­karna.

Rapat berlangsung lancar. Semua peserta takzim menyimak layar presentasi paparan satu per satu program pemerintah tersebut. Setelah itu, ­perwa­kil­an partai politik diberi kesempatan menyampaikan tanggapan masing masing.

Diskusi baru mulai panjang ketika memasuki pembahasan kriteria calon Kepala Polri. Menurut Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno, sejumlah peserta rapat mengusulkan kriteria, kendati kemudian mengerucut pada satu kriteria utama, yaitu calon Kapolri baru harus bebas dari rekening gendut atau kekayaan mencurigakan. ”Semua sepakat soal ini,” katanya.

Dibahas pula soal jumlah calon yang diusulkan Presiden untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi Hukum DPR. Sempat ada usul nama calon lebih dari satu, menjelang ak­hir rapat dicapai kesepakatan menyetujui rencana Presiden mengusung ha­nya satu nama. ”Sekretariat Gabungan Koalisi mendukung sepenuhnya,” kata politikus Partai Demokrat, Syarief Hassan, seusai rapat yang berakhir pada pukul 24.00 itu.

Dari rapat itu, kata sumber tadi, juga sempat diungkapkan soal rencana Presiden mengajukan nama calon Kapolri ke DPR, Jumat pekan lalu. Dengan kabar itu, diputuskan juga anggota sekretariat bersama berkumpul pada Kamis malam lalu. Agendanya hanya satu: membahas nama calon Kapolri yang diusulkan Presiden.

Dua hari kemudian, rapat kedua digelar. Semua petinggi partai koalisi hadir. Namun, setelah lama menanti, tak ada kabar tentang calon pilihan Yudhoyono. ”Mestinya, sesuai jadwal, nama itu diterima Sekretariat Gabungan malam itu,” kata seorang anggota DPR. Esoknya juga tak ada nama yang disampaikan Presiden ke pimpinan DPR.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa menyatakan tidak ada masalah dengan belum masuknya nama calon Kapolri dari Presiden ke pimpinan DPR. Menurut dia, Presiden masih punya waktu cukup panjang untuk mencari calon terbaik, karena Bambang Hendarso baru pensiun pada 10 Oktober. ”Memang harus cermat memilih orang yang tepat,” katanya.

l l l

ACARA buka puasa di sebuah restoran di Hotel Nikko Jakarta pada akhir Ramadan lalu menjadi ”istimewa” bagi Nanan Soekarna. Setelah sekian lama, keinginannya berjumpa dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie terpenuhi.

Pertemuan Nanan dengan bos Golkar itu menimbulkan ”tudingan” bahwa dia mencari dukungan politik menjelang pemilihan Kepala Kepolisian. Apalagi dalam sebulan terakhir nama Imam Sudjarwo lebih menguat ketimbang Nanan.

Peristiwa kerusuhan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Februari 2009, yang menewaskan politikus Golkar, Abdul Azis Angkat, membuat Nanan ketika itu Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara—dikabarkan sempat renggang dengan Partai Beringin. Namun, ”Luka lama itu sudah terobati,” kata sumber Tempo.

Setelah ”pertemuan khusus” itu, na­ma Nanan berkibar di Senayan. Sejumlah anggota Dewan dari Golkar seperti tak kenal lelah menyebut ­Nanan sebagai calon tepat Kapolri. Sadar Nanan agak ”tertinggal” dibanding Imam, muncul strategi menyandingkan dua perwira tinggi itu dalam satu paket. ”Nanan sebagai Kapolri dan Imam sebagai Wakil Kapolri,” kata anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo.

Nanan belum bisa dimintai tanggap­an. Dia memilih menebar senyum ketimbang menjawab pertanyaan wartawan ketika hadir dalam acara ulang tahun Polwan ke 62 di Jakarta, Rabu pekan lalu. Namun salah satu orang dekatnya mengatakan, Nanan sudah kenyang dengan pelbagai tudingan miring. ”Kenyataannya, tidak satu pun yang terbukti.”

Dari Senayan, keyakinan penuh terlontar dari para petinggi partai politik pendukung pemerintah. Marwan ­Ja­afar, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, memastikan siapa pun yang diusulkan Presiden sebagai Kapolri akan mendapat dukungan penuh DPR. ”Kami akan mengawal,” katanya. ”Insya Allah, partai koalisi solid.”

Fraksi Partai Amanat Nasional juga memastikan dukungan bagi calon tunggal yang bakal diajukan Yudhoyono. Menurut Tjatur Sapto Edy, dua calon, yaitu Imam dan Nanan, merupakan kader terbaik yang dimiliki Kepolisian saat ini. Didi Irawadi Syamsudin, anggota Fraksi Demokrat, juga yakin pilihan Yudhoyono akan melenggang mulus di DPR.

Suara berbeda terlontar dari Partai Keadilan Sejahtera dan Golkar. Anggota Fraksi PKS, Nasir Djamil, meminta Yudhoyono tidak mengajukan calon tunggal. ”Sebab, akan sulit untuk memilih yang terbaik,” katanya.

Nudirman Munir, anggota Komisi Kepolisian DPR dari Fraksi Golkar, mengatakan tidak ada jaminan nama yang diusung Presiden akan bisa mulus menjadi Kapolri. ”Kalau calon itu tidak layak, akan kami tolak,” katanya. ”Tidak ada arahan untuk langsung setuju saja,” katanya. ”Kami tidak mau jadi tukang stempel pemerintah.”

Setri Yasra, Wahyu Dhyatmika, Amirullah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus