GOLKAR pasti menang. Itu anggapan yang umumnya berlaku dalam
berbicara tentang kemungkinan hasil pemilu Mei nanti. Bahkan
"saingan" mereka, PPP (dengan gambar Ka'bah) dan PDI (dengan
gambar Banteng) tidak berharap bisa menggeser Golkar dari poisi
nomor satu. Pekan lalu Ketua PDI Usep Ranawidjaja menyatakan
partainya optimis akan berhasil lebih baik ketimbang pemilu
1971, tapi "tidak punya target tertentu". Seorang tokoh PPP juga
membikin hitungan kasar buat perbandingan kursi setelah pemilu
selesai: 40% buat Golkar, 30% buat PPP dan 30% buat PDI.
Pihak Golkar lebih optimis tentang kemungkinannya sendiri. Dalam
jumpa pers pekan lalu di kantor Golkar di Jakarta, Ketua Umum
Amir Murtono menyebut Golkar minimal akan tetap mempertahankan
kemenangannya lima tahun yang lalu, yakni 62%. Seorang tokoh
Golkar lain sementara itu mengatakan bahwa tidak terbayangkan
salah satu partai akan menang. Partai manapun tidak ada yang
siap untuk "memerintah" Indonesia dewasa ini. Mereka tak punya
aparat cukup, dan di samping itu bagaimana mereka akan didukung
ABRI?
Mungkin berbekal dengan optimisme itu, pemerintah ingin kampanye
berjalan tenang. Empat jam sebelum kampanye dimulai, Menteri
Dalam Negeri Amirmachmud muncul di layar TV. Dengan nada rendah
dan pelan Amirmachmud buat kesekian kalinya mengulang kembali
seruan kepada ketiga peserta pemilu agar "mengendalikan diri dan
tetap berpegang teguh pada aturan permainan yang telah
disepakati". Kepada petugas penyelenggara termasuk slagorde
pengamanan fisik pemilu, ketua Lembaga Pemilihan Umum itu
menekankan bahwa mereka "hendaknya dapat menempatkan diri
sebagai wasit".
Seruan yang sama terdengar dari kantor pusat masing-masing
peserta pemilu. "Utamakanlah kejujuran baru kemenangan",
demikian seruan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang
bermarkas di Jalan Diponegoro Jakarta. Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) yang berkantor di samping PPP menekankan
seruannya agar rakyat di dalam menggunakan haknya "harus bebas
dari ketakutan". Sementara itu Ketua Umum Golkar Amir Murtono
menegaskan: "Kami menjamin tidak akan ada tekanan atau pemaksaan
supaya memilih Golkar".
Hari-hari pertama kampanye nampaknya memang berjalan dalam
suasana yang terkendali. Kalangan pers dalam negeri menyambut
masa kampanye ini dengan macam-macam sikap. Harian Suara Karya
dan Beria Yudha setiap hari berkampanye untuk Golkar lewat
karikatur maupun kolom-kolom yang disediakan. Pelita, sebuah
harian yang terbit menyusul pencabutan SIT harian Abadi tiga
tahun lalu, menyediakan sejumlah kolom di halaman pertama untuk
keperluan kampanye PPP. Di Bandung harian beroplah terbesar
Pikiran Rakyat yang salah seorang anggota redaksinya termasuk
dalam daftar calon Golkar memberi tempat buat berita dari
kegiatan kampanye ketiga peserta, lengkap dengan tanda gambar
masing-masing.
Meski begitu keberatan toh muncul juga. Penduduk sepanjang Jalan
Duri Bangkit kelurahan Jembatan Besi Jakarta Barat merasa
terkejut ketika pagi-pagi mereka melihat di pintu rumahnya
sudah ada itu gambar. Mereka agaknya keberatan rumahnya
ditempeli tanda gambar tanpa si petugas kampanye meminta izin
lebih dahulu. Di Kecamatan Pasar Rebo, masih dalam wilayah DKI
Jakarta, warga PDI telah mengadu kepada pimpinan cabangnya
karena rumah mereka ditempeli tanda gambar tiga jam lebih cepat
dari waktu yang ditetapkan.
Hubungan masyarakat LPU pun segera turun tangan. Dengan
berpegang pada peraturan yang ada, Humas LPU menegaskan kepada
kantor berita Antara bahwa "bila pemilik bangunan atau
pekarangan tidak senang bangunan atau pekarangannya digunakan
untuk keperluan kampanye, mereka dapat menyingkirkan alat
peragaan kampanye itu". Tidak diketahui apakah petugas kampanye
yang melakukan penempelan ke rumah-rumah penduduk itu telah
diberi peringatan oleh pihak keamanan setempat. Yang terakhir
ini nampaknya perlu siap siaga menghadapi kasus yang bisa muncul
setiap saat.
Kesiapan dan kesigapan aparat pengamanan pemilu ini makin
diperlukan lagi di hari-hari mendatang yang akan diisi dengan
rapat-rapat umum. Sehingga bisa dimaklumi jika setiap hari di
sekitar Jakarta kita jumpai pihak tentara atau hansip
meningkatkan latihan menyongsong hari pemungutan suara 2 Mei
nanti. Dalam hubungan itu pula para panglima daerah militer
se-Jawa dan Bali dengan didampingi Menhankam Jenderal Panggabean
menghadap kepada kepala negara hari Sabtu akhir pekan lalu. Pada
kesempatan itu Presiden Soeharto meminta para panglima untuk
"selalu siap menampung masalah yang diajukan setiap peserta
pemilu jika terjadi hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku".
Nampak bahwa Presiden Soeharto yang dicalonkan lagi untuk masa
jabatan yang akan datang oleh semua peserta berniat untuk
membuat pemilu kali ini saluran harapan rakyat. Bukan acara
periodik yang hanya menanamkan benih permusuhan antara keluarga
sebangsa atau dendam yang terpendam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini