AKHIRNYA SK 028 yang tersohor sebagai "pengekang kegiatan
mahasiswa" itu dicabut. Dr. Sjarif Thajeb, Menteri P&K, selesai
rapat kerja rektor perguruan tinggi se Indonesia, 23 - 26
Pebruari kemarin, melakukan "koreksi" yang terpenting selama
masa jabatannya. Namun para mahasiswa yang anti SK 08 tak cepat
bergembira. Masih diperlukan waktu 4 sampai 5 bulan untuk
menyusun pengaturan kembali kehidupan kampus. Maka keputusan
yang merupakan salah satu dari hasil rapat kerja itu baru akan
berlaku pada 1 Juli nanti.
Sjarif Thajeb mengakui. SK yang lahir setelah goncangan
peristiwa "15 Januari" itu agak sukar diterhina oleh sementara
kalangan. "Tapi peninjauan kembali SK itu jangan diartikan
sebagai kelemahan", katanya. "Itu menunjukkan sikap yang terbuka
sesuai dengan hakekat dan martabat dunia pendidikan tinggi",
tambahnya.
Pencabutan SK itu memang bukan hanya karena dituntut oleh
mahasiswa. Seperti dikatakan menteri, perkembangan akhir-akhir
ini menunjukkan adanya penafsiran yang kurang tepat terhadap SK
itu. "Kalau dirasakan sebagai hambatan psikologis saja tidak
apa-apa", katanya, "tapi persoalannya sudah menjadi politis,
karena itu pemerintah pun mau tak mau harus main politik juga".
Tapi Sjarif Thajeb menolak angapan berlakunya pencabutan itu
baru 1 Juli karena harus menghadapi Pemilu 2 Mei dulu. "Itu
hanya kebetulan saja", katanya sambil tertawa. Karena, katanya,
untuk membuat peraturan pengganti SK 028, diperlukan waktu
sekitar satu semester.
Perlukah peraturan pengganti? Menurut Prof. Dody Tisna Amidjaja,
Dirjen Pendidikan Tinggi P&K, denganatau tanpa SK 028 (yang
isinya mengatur wewenang rektor di kampusnya), para rektor
selama ini sudah bekerja keras. "Selama ini SK 028 bagi saya tak
ada masalah, sebab saya mau jadi rektor kalau saya memang
diberikan kekuasaan", ujar Prof. Amiruddin Rektor Universitas
Hasanudin, Ujung pandang. Bahkan Prof. Satari, rektor IPB., yang
dari dulu dulu setuju pencabutan SK 028, merasa janggal lahirnya
SK itu di tengah-tengah dunia pendidikan tinggi. "Rasa-rasanya
dulu kita juga tidak diatur, kok sekarang jadi banyak aturan",
katanya.
Sementara itu, Laksamana Sudomo, Kas Kopkamtib, juga memberikan
ceramahnya di hadapan peserta raker itu. Antara lain katanya:
"Kalau ada mahasiswa yang berbondong-bondong ke DPR, ini
menandakan rektor belum bisa mengatasi masalah mahasiswanya".
Juga ia berkata: "Bila ada apa-apa, bukan mahasisya yang sedang
bergolak itu yang saya pegang, tapi rektornya". Tapi jangan
cemas: menurut rektor IPB, ucapan Kas Kopkamtib itu hanya gurau.
"Kalau begitu siapa yang mau jadi rektor?" tanya Prof Satari.
Bagi Satari, kalau universitas mengeritik, tidak berarti
pemerintah harus jengkel. "Kalau universitas sudah tidak punya
integritas, universitas cuma akan menjadi alat politik saja, ini
bahayanya", ujar Satari lagi, "dan bukankah bila ada delegasi DM
IPB ke DPR suara mereka cocok dengan isi GBHN dan dijamin oleh
UUD '45".
Alhasil, keputusan pencabutan SK 028 agaknya belum akan
menyelesaikan masalah. Akan banyak tergantung dari isi peraturan
pengganti nanti. Tapi Sjarif Thajeb benar: ia menunjukkan sikap
terbuka, dan mau mengoreksi suatu keputusan yang tidak bisa
diterima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini