TEUNGKU Daud Beureueh sudah uzur, memang. Usianya, kini 90 tahun. Tapi, ia tetap necis. Pakaiannya masih rapi seperti dulu. Gigi palsunya putih bersinar pertanda selalu disikat. Bahkan kukunya juga terawat dengan baik. Konon, sejak dulu, dia memang perlente. Sejak 10 April lalu, Teungku, yang masih sehat walafiat, banyak beristirahat di bilik pribadinya, yang dibikin atas bantuan Presiden Soeharto. Kamar itu dekat Masjid Maitul A'la, yang dibangun Teungku, di Kota Beureunun, Pidie. Tapi, hari-hari ini waktu istirahatnya agak terganggu. Ia sering kedatangan tamu. Pendapatnya diminta untuk macam-macam soal. Misalnya, Brigjen (pur) Muhammadiyah Haji, calon anggota DPR dari Golkar untuk daerah pemilihan dari Aceh, yang datang bersama istrinya, Rohamah alias Cut Ubit, mengunjungi sang mertua untuk minta restu. "Abu, kami mau kampanye untuk kemenangan Golkar," kata Cut Ubit pada Teungku, ayahnya. Abu, sebutan "ayah" untuk Teungku itu. "Got. Got. Jak laju beuseulamat," jawab Abu dalam bahasa Aceh. Artinya: "Bagus. Bagus. Pergilah, semoga berhasil." Hari itu, Abu didampingi putranya, Saiful, 50, dan ajudan setianya, Teungku Mansur, 80. "Sebagai pemimpin yang dihormati, sikap serta ucapan Abu tetap kami patuhi dan jadi panutan," ujar M. Hasan Adam, 48, Kepala Mukim Bandar Mutiara. Tampaknya, Abu tak keberatan lagi kalau Golkar harus menang di Aceh. Sampai-sampai bekas Panglima DI/TII Aceh Hasan Saleh, 66, terharu melihat sikap bekas atasannya itu. Hasan mengunjungi Teungku di rumahnya bersama Menteri Koperasi Bustanil Arifin, Dirut Pertamina A.R. Ramly, Gubernur Ibrahim Hasan, dan Ketua MUI Aceh Ali Hasymi, Rabu pekan lalu. Menteri Bustanil dalam pertemuan siang itu menyampaikan salam dari Pak Harto pada Teungku. "Alhamdulillah," jawab bekas Gubernur Militer Aceh itu. Melalui Bustanil, Abu berpesan agar Presiden Soeharto banyak-banyak membangun masjid dan sekolah agama. "Itu menjadi bekal beliau di akhirat nanti," tambah Abu. Hari itu, Abu mendapat kiriman lagi dari Presiden sebesar Rp 10 juta. Dari A.R. Ramly, ia mendapat bantuan untuk masjid sebanyak Rp 5 juta. Apa yang kini diharapkan dari Daud Beureueh? Tampaknya, tak lebih dari sekadar "sowan" kepada orangtua. Sebab, seperti kata pensiunan Bupati Teungku Wahab Dahlawy, "Seandainya Daud Beureuch sendiri yang langsung menyuruh rakyat Aceh memilih Golkar, belum tentu orang mau memilih Golkar." Menurut Dahlawy, pendiri Universitas Malikus Saleh, Lhokseumawe, yang tak pernah berubah pada orang Aceh adalah tabiat dan agamanya. Contohnya ada. Biar sultan Aceh terakhir ditawan dan diasingkan ke Betawi, rakyat Aceh tak pernah takluk. Ini artinya, orang Aceh itu tak mudah didikte. Daud Beureuch memang tidak mendikte orang memilih Golkar. Tapi, juga tak lagi bersikap seperti dulu. Tampaknya, dia merasakan pemberontakannya terhadap pemerintah dulu telah membuat Aceh tertinggal dari daerah lain dalam soal pembangunan. Siapakah Teungku Daud Beureueeh, dan apa perannya di masa lalu?. Ia, pada 1947, adalah Gubernur Militer yang membawahkan wilayah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Terkenal teguh dalam pendirian, terutama menyangkut agama. Waktu Bung Karno di masa revolusi datang ke Banda Aceh, dan menemui Daud Beureueh, ia minta Aceh dipertahankan dari serbuan Belanda. "Hatta tinggal satu payung," kata Bung Karno. Mendengar itu, Daud tersenyum. "Kalau mati mempertahankan negara itu konyol. Tapi, mati mempertahankan agama itu syahid jawabnya. Dari dialog itu kemudian Daud menawarkan bagaimana jika kelak RI jadi negara Islam. Konon, Bung Karno waktu itu berjanji. "Jika syariat Islam tak bisa berlaku untuk seluruh Indonesia, saya berjanji, paling tidak berlaku untuk Aceh," balas Bung Karno. Menurut Teungku Mansur, ajudan Abu ketika atasannya minta Bung Karno bikin janji itu tertulis, spontan presiden pertama RI tersebut menangis. "Apa Kakak tak lagi percaya kepada saya?" Setelah Penyerahan Kedaulatan, Teungku Daud Beureueh meneruskan jabatan sebaga Gubernur Aceh pertama -- tanpa predikat "militer" lagi. Tapi, kemudian memberontak, dan menjadi pimpinan DI/TII Aceh. Setelah turun gunung, tahun 1960-an Teungku sudah jarang tampil di depan umum, dan lebih banyak mengurusi soal-soal agama. Walau demikian, ia tak kehilangan pengagum. Sebagai tokoh yang kharismatik, Daud banyak dikenang. "Beliau buta huruf Latin, tapi bisa Arab," tutur Mansur pada Bersihar Lubis dari TEMPO. Ia tak pernah bersekolah militer malah paham strategi perang. Bukan insinyur, Abu malah arsitek Masjid Baitul A'la lil Mujahidin. Bukan juga dokter, tapi dulu mengobati orang dengan secangkir air. "Sembuh," kata Mansur. Dan, orang tetap mendengar petuahnya. Zakaria M. Passe
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini