BEUREUGU melengking di Aceh, Sabtu lalu. Trompet perang khas tanah rencong itu bagai ditiup kubu PPP dan Golkar, ketika kedua kontestan berbareng melancarkan kampanye. Serambi Mekah bergoyang. Apalagi kedua kubu dikomandani panglima masing-masing: Naro dan Sudharmono. Inilah pertama kalinya para pemimpin tertinggi PPP dan Golkar terjun bersamaan di medan yang sama. Pemilu-pemilu sebelumnya, prestasi Bintang (persisnya: Bulan-bintang, lalu Ka'bah) selalu lebih tinggi dari Beringin. Bagaimana kira-kira skor mendatang ? "Saya yakin PPP tetap menang," ujar Naro. Sudharmono kelihatan tak kalah yakin, meski lebih berdiplomasi. "Golkar " katanya, "berusaha lebih sukses dari pemilu yang lalu." TEMPO berusaha melacak lebih jauh pandangan, strategi, serta harapan PPP dan Golkar menghadapi pemilu di daerah istimewa yang satu ini. Bunga Surawijaya, Monaris Simangunsong dan Agus Basri berusaha mengorek Naro -- tapi bahkan di saat kampanye, Ketua Umum PPP itu masih saja merasa perlu hemat bicara. Ketua Umum Golkar Sudharmono, sebaliknya, menghabiskan waktu lebih dari 45 menit untuk menjawab pertanyaan A. Luqman. Berikut ini gabungan hasil wawancara dengan kedua tokoh itu: Pada pemilu kali ini Bapak berdua bersaing ketat memperebutkan Aceh. Begitu pentingkah wilayah ini? NARO (N): Aceh merupakan daerah prestisius bagi PPP. Kami menang tiap kali di sini. Bahkan di Sigli, PPP mendapat 80%. SUDARMONO (S): Golkar belum pernah menang di Aceh. Kami hanya mendapat 36% suara pada pemilu yang lalu. Kali ini Golkar berusaha meraih sukses. Kalau di daerah lain bisa menang, mengapa di Aceh tidak? Mana ada orang kok senang kalah terus. Golkar pernah menang tipis di Aceh, pada pemilu 1971. Memperoleh 49,71% suara, hanya selisih 0,82% dari jumlah suara keempat partai Islam yang kemudian tergabung dalam PPP. Dua pemilu sesudahnya prestasi Golkar anjlok terus -- 41,17% (1977) dan 36,39% (1982) -- sementara PPP terus meroket. Pada pemilu 1977 Ka'bah memperoleh 57,28%, dan 59,56% lima tahun kemudian. Bagaimana evaluasi Bapak, setelah terjun ke lapangan? N: Pemilih muda otomatis milik kami. Resepnya? Selidiki sendiri, ha-ha .... Yang unik, AMPI hadir di tengah kampanye PPP. S: Dibanding lima tahun lalu, Golkar kini lebih maju. Masyarakat tak takut lagi meneriakkan hidup Golkar dan mengacungkan dua jari dengan senyum. Ada gairah, ada spontanitas. Menurut Pak Dhar, apa penyebab kekalahan Golkar dulu? S: Saya kira masyarakat Aceh belum bersimpati. Atau Golkar yang kurang mampu menarik. Kurang menjelaskan apa Golkar itu. Kami masih kalah mempropagandakan organisasi kami dibanding organisasi lain. Karena itu, kali ini, seperti di daerah lain, konsolidasi organisasi kami nomor satukan. Faktor sejarah Aceh yang panjang, mempengaruhi? S: Faktor itu mungkin. Bisa juga faktor budaya. Dalam operasional mungkin ada kesalahan-kesalahan taktis. Naiknya Gubernur Ibrahim Hasan salah satu cara untuk menaikkan Golkar? S: Ya -- mau tidak mau. Beliau 'kan anggota DPP Golkar. Tugas spesial? Tidak ditugaskan pun saya klra ... ha ... ha .... Tugas dia tugas pemerintah. Jangan sampai pembangunan ini telantar. Kalau daerah dan masyarakatnya maju, Golkarnya maju, ya, syukur alhamdulillah .... Tapi orang Aceh menjuluki Golkar "golongan kafir". S: Kalau betul ada orang berpendapat seperti itu, itu artinya lain di mulut lain di hati. Katanya menerima asas Pancasila, tapi prakteknya belum. Buktinya, coba kita tanya pimpinan PPP. Pasti tidak begitu. Itu kan pendapat orang-orangnya, oknum-oknumnya. Mungkin masih emosional, ingin menang dengan menempuh segala macam cara. Itu membohongi diri sendiri. Membohongi rakyat. Berlakunya asas Pancasila, menguntungkan? N: Memang. PPP tambah besar di Aceh, ha-ha .... S: Kita berharap, ya, sedikit banyak ada pengaruhnya. Dasar dan ideologi Pancasila itu harus memasyarakat. Itu kekuatan moril -- ideologi dan mental bangsa supaya benar-benar utuh. Lewat asas Pancasila, kita mengharapkan pengertian masyarakat Aceh, yang memiliki budaya Islam yang kuat, agar dapat menempatkan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Kalau itu sudah masuk, tentunya secara rasional kita dapat memberikan pengertian mengenai perjuangan Golkar. Itu harapan kami. Sebesar apa faktor kuatnya Islam akan digunakan sebagai titik tolak Golkar? S: Golkar memandang kuat faktor Islam. Meski bukan satu-satunya agama. Golkar akan memperjuangkan agar kehidupan beragama dihormati dan dapat berkembang bagi masyarakat Aceh. Yang Islam, ya, kita hormati pengamalan agama Islam yang kuat. Kabarnya, masyarakat Aceh minta jaminan -- bila Golkar menang -- mengenai syariat Islam, adat, dan pendidikan. Bagaimana hak-hak istimewa mereka? S: Tidak usah dituntut-tuntut, kita usahakan. Tapi justru kuat agama Islamnya, kita harus menghormati orang yang berbeda keyakinan. Pancasila itu mengandung soal keimanan, tapi juga persatuan Indonesia. Jangan dipreteli. Ini yang perlu ditanamkan saat ini, yang kita sebut sebagai konsolidasi nasional. (Menurut UU Nomor 5/1974, status Aceh sebagai daerah istimewa meliputi bidang-bidang agama, pendidikan, dan adat. Dalam masalah pemerintahan berlaku sama dengan yang berlaku di provinsi lain). Proses konsolidasi nasional itu akan membantu Golkar di Aceh? S: Kita lihat hasil pemilu nanti. Kalau ternyata prestasi Golkar di bawah 50%, bagaimana? S: Lihat saja 23 April nanti, saat pencoblosan. Jadi, apa pun hasil Golkar di Aceh nanti, tak akan mempengaruhi proses konsolidasi nasional itu? S: Secara nasional sebenarnya tak ada masalah. Buktinya, 'kan sekarang sudah berjalan baik. Tapi Golkar ingin agar keadaan di Aceh cair. Faktor Islam yang kuat bisa menghambat proses konsolidasi itu? S: (diam sejenak). Saya nggak bilang begitu. Jangan begitu. Kita lebih baik bicara positif. Artinya, kita harus makin memasyarakatkan Pancasila. Secara formal sudah menerima satu asas, tinggal mempraktekkannya. Jadl, kampanye dengan membakar emosi yang berleblhan, mengobral isu-isu yang tidak wajar, itu bukan budaya politik kita. Jadi, bagaimana ramalan hasil pemilu besok? S: Kami berharap perolehan suara Golkar naik. Berapa persen? Ya, tunggu hasil pemilu nanti. Tapi kalau sasaranlah yang ingin dicapai, Golkar mempunyai pegangan berdasar keadaan, berdasar program. Daerah-daerah yang di tahun 1982 mencapai di bawah 50% supaya menjadi 50%. Yang 50%-60%, ya jadikan 60%. Meraih 70% secara nasional itu tidak ringan. Daerah-daerah yang sudah 100% Golkar, 'kan tidak mungkin naik lagi. Padahal, partai-partai juga berusaha menanamkan pengaruh. N: Asal pemilu berlangsung luber dan jurdil (jujur dan adil), PPP bisa meraih lebih dari enam kursi. (Pemilu lalu, dari 10 kursi DPR RI yang diperebutkan, PPP kebagian enam kursi sisanya Golkar). Jadi, PPP akan menang lebih besar? N: (tertawa, muka cerah). Anda 'kan lihat sendiri, ada AMPI yang hadir, ada generasi muda. Dulu, sih, nggak ada AMPI yang datang. Itu 'kan artinya bertambah besar. Massa Pak Dhar dalam kampanye, menurut pengamatan kami, kurang separuh dari massa Pak Naro. Merupakan cerminan hasil pemilu nanti? S: Kehadiran massa memang salah satu indikator. Tapi itu belum menjamin perolehan suara dalam pencoblosan. N: Kampanye di Aceh sudah selesai. Saya yakin PPP menang di sana. Kedatangan saya ke Serambi Mekah bukan untuk kampanye. Tetapi karena dorongan teman-teman, "Pak Naro harus ke Aceh, sebagai penghargaan, karena selama ini PPP menang di sana." Kalau partai Bapak yakin menang, mengapa masih perlu disebut PPP itu partai Islam, oleh jurkam setempat? N: Nggak tahu saya. Apa yang tidak saya ucapkan jangan ditanyakan kepada saya. Kalau saya, selalu mengatakan, asasnya Pancasila. PPP bukan partai Islam, tapi wadah partai Islam. Itu berbeda. Tapi gejala besarnya massa Golkar 'kan terlihat. Bapak tak khawatir digembosi Golkar di Aceh? N: Saya tidak khawatir. Untuk apa khawatir? Silakan saja Golkar berjuang dengan serius di Aceh. Yang penting, Aceh sudah di tangan kami. Achmad Luqman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini