Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Harapan Baru Di Gajah Mungkur

Waduk gajah mungkur di Wonogiri belum mengairi sawah. Tapi harapan petani di sana besar hingga mereka enggan bertransmigrasi.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AIR berdebur dari pintu-pintu waduk dan ratusan burung dilepas ke alam bebas, ketika Presiden Soeharto menekan tombol. Hadirin yang memenuhi plaza pun bertepuk tangan. Maka resmilah penggunaan bendungan serba guna Wonogiri sebagai pengendali banjir, Selasapekan lalu. Bendungan sepanjang 1,4 km ini memiliki waduk seluas 88 km2. Terletak 2 km dari kota Wonogiri, tepat pada pertemuan Sungai Kedaung dan Bengawan Solo. Bendungan terbesar di Jawa Tengah ini, sanggup menampung 750 juta m3 air, yang mengalir deras dari sela-sela Pegunungan Seribu dan bukit Gajah Mungkur. Debit air Bengawan Solo sebesar 4.000 m3/detik, bisa ditekan menjadi 400 liter/detik saja. Ini artinya wong Solo dan Sragen bisa tersenyum. Banjir besar seperti yang merendam Kota Solo 15 tahun lalu, dijamin tak bakal daung lagi. Tapi untuk daerah hilir--Ponorogo dan Ngawi, misalnya--perlu waktu 3 tahun lagi agar bisa bebas banjir. Pembangunan bendungan Wonogiri, kata Menteri PU Purnomosidi, "memang baru langkah awal unuk menjinakkan dan meman faatkan Bengawan Solo." Selain Wonogiri, akan dibuat 3 bendungan serba guna lain di arah hilir. Yaitu bendungan Badegan, Bendo dan Jipang. Yang terakhir ini, terletak palin hilir dan rencananya akan lebih dulu dlbangun. Juga akan dibuat 25 bendungan lain, hingga potensi Bengawan Solo bisa dimanfaatkan secara maksimal. Selama ini aliran sungai terpanjang diP. Jawa (600 km) ini memang seperti mubazir. Mengalirkan air sekitar 14 milyar m3/tahun, yang 6 milyar m3 terbuang sia-sia ke laut. Hanya 8 milyar m3 air yang bisa dimanfaatkan untuk mengairi sawah dan keperluan lain. Tapi menjinakkan sebuah sungai memang perlu biaya yang tak sedikit. Bendungan Wonogiri yang dibangun sejak Juli 1976, telah menelan biaya Rp 58 milyar lebih--dari APBN Rp 36 milyar dan pinjaman pemerinuh Jepang. Biaya besar itu, antara lain untuk memberikan ganti rugi kepada 14.135 KK (40.000 jiwa) sebesar Rp 13,7 milyar. Mereka adalah penduduk dari 51 desa (7 kecamatan) yang terpaksa pindah, karena daerahnya digenangi air. Sementara 10 ribu lebih kepala keluarga bertransmigrasi bedol desa ke Sum-Sel Rimbo Bujang, Sitiung dan Bengkulu-atau ada juga yang memilih menggeser, alias pindah ke lereng-lereng gunung tak jauh dari waduk itu. Silir Setelah diresmikan, bendungan Wonogiri kini jadi daerah Pariwisata yang cukup menarik. Juga ada sarana untuk olahraga, seperti ski air, balap sepeda, layang gantung dan terjun payung. Dan di airnya yang dalam, Juni lalu Fakultas Biologi UGM menebar 100 ribu bibit ikan tawes. Bupati Wonogiri, R. Sudiarto optimistis, masyarakat sekitar waduk bisa jadi nelayan. Diperkirakan tak kurang dari.1.000 ton ikan/tahun bisa diperoleh dari waduk itu. Tapi bendungan Wonogiri ternyata belum bisa berfungsi komplit. "Belum ada sawah yang memperoleh air dari waduk," tutur Imam Hidayat, Humas Proyek Bengawan Solo. Pembangkit listrik pun -- diperkirakan bisa menghasilkan 12,4 MW--masih dalam proses penyelesaian. Fungsi irigasi bendungan Wonogiri, menurut Imam, baru bisa terlaksana sekitar Maret tahun depan, setelah dam Colo siap dibangun. Dam yang berjarak 13 km dari bendungan Wonogiri ini akan mempunyai panjang 111 meter. Dilengkapi dengan saluran induk, saluran sekunder dan tersier, diperkirakan 23 ribu hektar lebih sawah bisa terairi. Ini artinya, sawah tadah hujan yang biasa panen setahun sekali, akan bisa panen 5 kali dalam 2 tahun. Irigasi memang menjadi tumpuan penduduk. "Sekarang saya ayem (tenang) sebab ada yang ditunggu," tutur Sukarno, seorang petani. Kehidupan masyarakat Wonogiri selama. ini memang agak payah. Wonogiri yang gersang mendorong membanjirnya tenaga kerja ke kota-kota. Lelaki menjadi buruh kasar atau penarik becak, perempuan menjadi pembantu rumah tangga. Para pelacur di kompleks lokalisasi Silir di Sala kebanyakan berasal dari Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri. Para wanita dari daerah ini terkenal cantik. Banyak di antaranya yang menjadi Waranggana (pembawa lagu dalam seni karawitan). Bahkan para selir raja-raja Jawa kabarnya banyak diambil dari sana. Kini harapan mulai menyentuh mereka. Adanya harapan inilah, barangkali, yang menyebabkan sebagian warga Wonogiri enggan bertransmigrasi dan lebih senang menggeser. Sakimin, misalnya, setelah mendapat ganti rugi Rp 1,4 juta, pindah ke Solo. Setelah beli rumah dan pekarangan, ayah 3 anak ini masih punya sisa uang untuk membeli sepeda motor. Ia kini memburuh di pabrik batik. Dan Sakimin punya gagasan baik. "Kalau nanti panen saya baik, saya mau beli kolt. Orang Solo pasti banyak yang kepingin piknik ke waduk," katanya gembira.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus