Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pulau-pulau dolar

Dolar singapura kembali menjadi alat pembayaran umum di riau. uang receh logam rp. 100 ke bawah menghilang, ada dugaan diselundupkan ke luar negeri.

28 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Kabupaten Kepulauan Riau (Riau), dollar Singapura bisa menjadi alat pembayaran umum. Terutama di kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan negeri pulau itu: Batam, Karimun, Kundur dan ibukota Kepulauan Riau sendiri, Tanjungpinang. "Di Kecamatan Batam orang membeli kue dengan dollar," cerita seorang anggota DPRD Kepulauan Riau. Di Karimun dan Tanjungpinang, orang yang membeli sebungkus rokok dengan menyerahkan Rp 1.000, sering menerima pengembalian berupa S$ 1 ditambah recehan rupiah. Di pasar-pasar Tanjungpinang ibu-ibu rumahtangga yang berbelanja ke pasar sering kembali ke rumah mengantungi uang Singapura sampai 4-5 dollar. Di kota ini, seorang pedagang rokok mengaku sering dibayar S$ 1 plus Rp 50 untuk sebungkus Gudang Garam. Di desa-desa nelayan yang berbatasan dengan Singapura, seperti Pulau Buluh, Pemping, Kasu, para nelayan menjual hasil tangkapan langsung ke pantai Singapura. Setelah berbelanja kebutuhan sehari-hari, sisa dollar itu mereka bawa kembali dan dibelanjakan di desa. Upah buruh atau pekerja bagan juga sering dibayar dengan dollar. Dua Kali Lipat Menurut Drs. aini Ali, Sekwilda Kepulauan Riau, keadaan seperti itu sesungguhnya bukan hal baru. Karena jarak Singapura - Kepulauan Riau amat dekat, ditambah perdagangan yang cukup ramai, sampai 1962, di kabupaten ini berlaku dollar Singapura sebagai alat pembayaran resmi. Waktu meletus konfrontasi Indonesia-Malaysia, pemakaian dollar itu dihapus, diganti dengan KR (rupiah khusus.Kepulauan Riau). Tahun 1974 KR diganti rupiah --tapi selanjutnya kebiasaan menggunakan dollar belum juga terkikis. Beredarnya dollar Singapura, menurut Ketua Kadin Kepulauan Riau, Imam Sudrajad, karena naluri dagang saja. Dngan menenma dollar, pedagang memperhitungkan bakal mendapat keuntungan banyak, terutama bila kursnya naik. Sekarang kurs dollar Singapura terhadap rupiah adalah 1 310. Beredarnya dollar ini agaknya tidak mengganggu kehidupan perekonomian rakyat. Apalagi yang beredar cuma dollar recehan. Namun sejak setahun lalu, meluasnya dollar recehan itu dibarengi dengan semakin berkurangnya recehan logam Rp 100 ke bawah. Seorang pemilik kedai kopi di Tanungpinang mengaku, hampir setiap bulan ia menukar rupiah recehan di BRI Cabang Tanjungpinang sampai Rp 250. 000. Sebab, katanya, "orang yang minum di sini selaiu menyodorkan uang besar Rp 1.000 atau Rp 5.000." Gejala menghilangnya rupiah recehan ini rupanya mengherankan pihak BRI setempat. Sebab setiap bulan selalu ada droping recehan dari Bank Indonesia di Pakanbaru. Seorang petugas salah satu bank di Tanjungpinang mengungkapkan, tiap 3 bulan bank-bank di sana menyalurkan sekitar Rp 60 juta recehan, terutama uang logam. "Tapi selalu saja kekurangan," katanya tak mengerti. Semakin santernya berita langkanya rupiah recehan itu mendorong Gubernur Imam Munandar untuk meminta bank agar menambah droping recehan, terutama berupa uang kertas. Tapi rupanya orang lebih senang recehan logam. Recehan jenis ini, terutama pecahan Rp 100, diangkut ke luar negeri. Pihak kepolisian dan Bea Cukai memang memperketat pengawasan, tapi belum ada satu pun kasus penyelundupan uang logam RI ke luar negeri terungkap. Jual-beli recehan logam Rp 100 untuk dijual ke luar negeri memang terjadidi Tanjungpinang. Seratus keping logam Kp 100 bisa ditukar dengan Rp 14.000 uang pecahan lainnya. Hal ini diperkirakan sudah berjalan sejak akhir 1978, setelah Kenop 15. Yang dicari adalah pecahan Rp 100 emisi 1973 yang lebih berat dan tebal ketimbang emisi 1978. Di luar negeri kabarnya setiap dua keping pecahan logam Rp 100 bisa berharga S$ 1,50 atau bisa dilebur menjadi tiga keping pecahan S$ 50 sen. Dengan kurs sekarang, peleburan itu berarti membuahkan keuntungan dua kali lipat lebih. Sementara itu ada pula dugaan, semakin langkanya recehan rupiah logam itu karena masyarakat menyimpannya sebagai tabungan. Mariyo, penjual mie rebus di Jalan Merdeka, Tanjungpinang mengaku setiap hari menyisihkan uang logam Rp 100 untuk celengan keluarganya. Ia pernah menabung sampai Rp 100.000. Ketika terjadi kebakaran di Pelatar III Tanjungpinang beberapa bulan lalu di puing-puing bekas kebakaran ditemukan uang logam pecahan Rp 100 bernilai Rp 500.000--berserakan tapi semua hangus. Imam Sudrajad, Ketua Kadin Kepulauan Riau, menyebut tabungan masyarakat itu memang merupakan salah satu faktor semakin langkanya uang logam. Ia menyangsikan kemungkinan recehan logam itu diselundupkan ke luar negeri. "Kalau diselundupkan, kan lebih untung langsung berupa perak," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus