Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koodinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI, Ubaid Matraji menilai sistem perlindungan hak pendidikan bagi anak masih lemah. Ia merasa miris ketika Hari Anak Nasional 2024 diwarnai dengan kesedihan anak-anak yang tidak dapat masuk sekolah, akibat tidak lulus seleksi penerimaan peserta didik baru atau PPDB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ubaid berujar pendidikan masih menjadi barang mewah di Indonesia. "Padahal, sekolah adalah barang publik yang mestinya bisa dinikmati oleh semua anak, tanpa terkecuali," ucapnya melalui keterangan tertulis kepada Tempo, Selasa, 23 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ubaid, sistem PPDB seharusnya berkeadilan bagi semua. Nyatanya, sistem ini membuat para orang tua berebut kursi hingga memunculkan beragam modus kecurangan.
JPPI mencatat ada lima kecurangan yang sering terjadi saat PPDB 2024, yakni cuci rapor sebanyak 19 persen, sertifikat palsu sebanyak 16 persen. Kasus ini kerap terjadi di jalur prestasi. Kemudian, jual beli kursi sebanyak 15 persen, permainan kuota bangku yang tersedia 11 persen, manipulasi Kartu Keluarga bagi jalur zonasi sebanyak 10 persen.
Selain itu, permasalahan lain berbentuk pungutan liar, penerima Kartu Indonesia Pintar tapi tidak lulus, adanya siswa titipan, dan sistem online tapi tertutup. Akibat permasalahan tersebut, anak-anak tidak bisa lanjut ke jenjang lebih tinggi atau "lulus tidak melanjutkan".
Dalam suatu kasus misalnya, anak SD yang tidak dapat lanjut ke SMP. Selain itu, ada anak yang lanjut ke jenjang yang lebih tinggi, tapi putus sekolah atau tidak sampai lulus (drop out).
Sementara itu, Ubaid menyebut pemerintah seolah membiarkan calon peserta didik yang tidak lulus. Ia berharap pemerintah lebih serius memperhatikan dan menjamin pemenuhan hak pendidikan anak di seluruh Indonesia.
Ia berharap pemerintah dapat menjadikan fenomena kecurangan saat PPDB dan anak yang putus sekolah sebagai evident based dalam membuat kebijakan dan sistem yang dapat melindungi hak anak. Serta, agar anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. "Selamat hari anak nasional, salam right to education for all, no one left behind," ujarnya.
Pilihan Editor: Jokowi: SDM Papua Bagus, Tinggal Menggosoknya Agar Cemerlang