GAJI guru negeri naik, bagaimana dengan gaji guru swasta? "Tak ada masalah," kata Rohdi Partaatmadja, sekretaris I Yayasan Badan Perguruan Indonesia (BPI), Bandung. Yayasan ini memiliki sekolah dari tingkat TK hingga SMTA. "Kami di sini selalu menyesuaikan gaji guru dengan aturan pemerintah, dan jatuhnya, gaji guru kami lebih besar daripada gaji guru negeri," kata Rohdi, 70. Memang. Di sekolah-sekolah swasta yang yayasan pendirinya pintar cari uang, guru mereka terJamin. Erhna Dewi, 25, mlsalnya, guru Kimia di SMA BPI yang baru bermasa kerja satu tahun, bergaji Rp 225.000. Seandainya lulusan IKIP Bandung ini menjadi guru di sekolah negeri dengan pangkat III A, gajinya hanya sekitar Rp 65.000. April nanti, dengan kenaikan 20%, hanya akan menjadi kira-kira Rp 78.000. Sekolah-sekolah swasta yang mampu biasanya mengatur gaji gurunya menurut rumus tertentu. Yakni, gaji seandainya guru tersebut bekerja di sekolah negeri ditambah dengan tunjangan khusus dari yayasan. Maka, untuk guru-guru negeri yang diberbantukan ke sekolah swasta, pihak sekolah tinggal membayar tunjangan khususnya itu. Tapi kenaikan gaji guru negeri bukannya tak menimbulkan persoalan. Yakni, gaji guru negeri yang diperbantukan ke sekolah swasta yang jumlahnya tidak sedikit, akan lebih besar dengan gaji guru tetap swasta itu sendiri. Inilah yang kini baru dipikirkan, antara lain oleh Th. Widhiharsanto, 39, sekretaris Majelis Pendidikan Katolik - majelis yang mengkoordinasikan 286 sekolah Katolik di seluruh Indonesia. "Soalnya kini," kata Widhi, "apakah tunjangan khusus guru negeri yang dibayar pihak sekolah swasta harus dikurangi, atau tunjangan khusus bagi guru swasta yang ditambah, agar gaji mereka tetap sama." Dari mana sekolah swasta mendapatkan uang guna membayar gurunya? Semuanya menjawab: dari SPP. Itu sebabnya uang sekolah swasta mahal. Di SMA BPI, misalnya, SPP rata-rata RP 13.000, PIUS sumbangan pembangunan RP 250.000 untuk tiap murid baru. Maka, bila sekolah swasta tak bisa menarik SPP yang cukup, guru harus ikhlas menerima gaji sekadarnya. SMA Muhammadiyah II Jakarta, misalnya, hanya mampu membayar kepala sekolah RP 150.000. SPP di sini pukul rata RP 8.000 dengan jumlah siswa kurang dari 700. Cuma, para guru tetap di sekolah swasta yang gajinya mepet, ternyata, juga mengajar di sekolah swasta yang lain dengan status guru honorer. Yang repot guru swasta di kota terpencil. Madrasah Annayah di Mataram memungut SPP paling tinggi RP500. Madrasah ini terdiri dari TK sampai Aliyah (setingkat SMA) dengan 369 siswa dan 35 guru. SPP tiap bulan cuma terkumpul RP 80.000. Gaji guru rata-rata cuma RP 3.000 per bulan. Mau mengajar rangkap ? Jumlah sekolah swasta di Mataram tak banyak. Bila guru masih bertahan, selain "Faktor idealisme," kata Suhaili, kepala Aliyah, "kebanyakan punya kerja sambilan. Saya sendiri beternak ayam." Tapi kasus macam di Madrasah Annayah itu terhitung jarang. Sebab, guru swasta ternyata tak sepenuhnya hanya menerima gaji dari sekolah swasta. Di sana, ada guru negeri yang diperbantukan, ada juga yang murni swasta tapi merangkap mengajar di swasta yang lain. Atau, seperti Salman, guru SD Cokroaminoto, Samarinda, yang bergaji RP 750 kali jumlah siswa di kelasnya (20 orang) itu. "Dan itu kalau semua siswa membayar, sebab tiap bulan ada saja yang tak membayar," katanya. Tapi Salman ternyata pensiunan guru SD negeri - yang April nanti pensiunnya bakal naik sekitar 50%.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini