Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch atau ICW meminta Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) lebih serius menangani potensi ketidakjujuran dalam pelaporan dana kampanye Pilkada 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seira Tamara, Anggota Divisi Korupsi Politik ICW, mengatakan masih ada 33 paslon yang jumlah pengeluarannya berjumlah Rp 0.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPU beralasan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kandidat yang masih Rp 0 karena paslon baru mendapat keputusan pencalonan di akhir tenggat penelitian administrasi. Menurut Seira, LADK yang dilaporkan paslon seharusnya tidak terpengaruh dinamika politik pencalonan.
“Seharusnya KPU sudah mempertimbangkan kemungkinan ini sejak awal dan mengakomodasinya ke dalam jadwal pelaksanaan tahapan pemilihan,” kata Seira dalam keterangan tertulis kepada Tempo, pada Kamis, 28 November 2024.
Apalagi, kata Seira, hal ini penting untuk diketahui oleh publik sedari awal saat masih berada pada masa kampanye. Ia mengatakan, menunggu informasi tersebut untuk disampaikan saat Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK tidak cukup membantu publik dalam membuat informed decision.
“KPU mestinya melindungi kepentingan pemilih, bukan sekadar melayani kandidat,” ujarnya.
Sebelumnya KPU RI telah mengumumkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Namun, hasil penelusuran ICW terhadap LPSDK calon kepala daerah di 37 provinsi menunjukkan bahwa pemberi sumbangan didominasi oleh paslon, bukan pihak lain seperti pebisnis. Sebanyak 67 dari 103 paslon masih mengandalkan sumbangan dari dirinya sendiri.
“Padahal, telah menjadi rahasia umum bahwa kandidat dalam Pilkada kerap mendapatkan sumbangan dari pihak-pihak tertentu, misalnya para pebisnis,” kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 26 November 2024.
Egi menyebut sumbangan pebisnis rawan terjadi karena ongkos politik pilkada sangat tinggi. Apalagi kandidat membutuhkan sumber daya untuk memenangkan kontestasi. Di sisi lain, dengan memberikan sumbangan, pebisnis berkepentingan untuk mendapatkan konsesi dan proyek-proyek negara.
Penelusuran yang ICW lakukan pada periode 18-21 November 2024 juga menunjukkan hanya terdapat 13 dari total 103 kandidat yang sumbangan kampanyenya didominasi oleh individu.
“Sehingga laporan tersebut kami nilai tidak jujur. Lebih buruk, para individu pemberi sumbangan tersebut tidak dapat diketahui identitasnya,” tutur dia.
Menurut Egi, dalam portal laporan dana kampanye yang KPU kelola (infopemilu.kpu.go.id), informasi penerimaan sumbangan dan pengeluaran dana kampanye hanya menampilkan tanggal dan nominal. ICW menilai keterangan yang tidak terbuka ini sebagai pintu masuk pendanaan gelap dari para cukong.
Dalam portal yang dikelola KPU kelola, hanya terdapat LADK yang mencakup penerimaan dan pengeluaran, serta penerimaan sumbangan dan pengeluaran dana kampanye. Dalam hal penerimaan sumbangan, portal ini hanya mencantumkan sumbangan dalam bentuk uang, barang, dan jasa yang bersumber dari pasangan calon, partai, dan pihak lain perseorangan. Sedangkan sumbangan dari badan swasta tidak dicantumkan.
Selain itu, KPU tidak serius merespon ketidakjujuran kandidat dalam melaporkan dana kampanye. ICW mendapati setidaknya 14 paslon yang mencantumkan penerimaan dan pengeluaran dalam LADK sebesar Rp 0. Serta terdapat 33 paslon yang total pengeluarannya masih sebesar Rp 0.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI, Idham Holik, menjelaskan mengapa ada pengeluaran dan penerimaan dana kampanye pasangan calon Rp 0. Ia mebgatakan LADK paling lambat diserahkan pada hari pertama kampanye. Namun, seperti diketahui banyak pasangan calon yang baru mendapatkan keputusan pencalonan menjelang akhir pendaftaran. Sehingga KPU menerima LADK dari pasangan calon tersebut karena tidak boleh kampanye selama proses penelitian administrasi.
“Jadi yang bersangkutan masih melakukan konsolidasi internal, sehingga belum mempersiapkan diri mencetak bahan kampanye atau alat peraga kampenye,” kata Idham saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 November 2024.
Walhasil, KPU tidak mungkin menolak LADK kandidat. Namun Idham menuturkan KPU daerah tentu mengonfirmasi kepada pasangan calon ketika menerima LADK.
Kandidat yang menyerahkan LADK nol rupiah akan terpantau penerimaan dan pengeluaran dana kampanye dalam LPPDK. Idham mengatakan LPPDK akan diumumkan ke masyarakat setelah audit oleh akuntan publik. Menurut dia, hal itu serupa seperti yang dilakukan ketika pemilihan presiden dan legislatif kemarin.
Sebelumnya Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan Laporan Awal Dana Kampanye paling lambat diserahkan pada hari pertama kampanye. Namun, ia mengatakan banyak pasangan calon yang baru mendapatkan keputusan pencalonan menjelang akhir pendaftaran. Sehingga KPU menerima LADK dari pasangan calon tersebut karena tidak boleh kampanye selama proses penelitian administrasi.
“Jadi yang bersangkutan masih melakukan konsolidasi internal, sehingga belum mempersiapkan diri mencetak bahan kampanye atau alat peraga kampenye,” kata Idham saat dihubungi Tempo, Selasa, 26 November 2024.
Walhasil, KPU tidak mungkin menolak LADK kandidat. Namun Idham menuturkan KPU daerah tentu mengonfirmasi kepada pasangan calon ketika menerima laporan itu.
Kandidat yang menyerahkan laporan dana kampanye nol rupiah akan terpantau penerimaan dan pengeluaran dana kampanye dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Idham mengatakan LPPDK akan diumumkan ke masyarakat setelah diaudit oleh akuntan publik. Menurut dia, hal itu serupa seperti yang dilakukan ketika pemilihan presiden dan legislatif kemarin.