Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Wacana penundaan Pemilu atau Pemilihan Umum 2024 sempat menyeruak ke permukaan. Mulanya disampaikan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Lalu disokong oleh partai politik lain, seperti Golongan Karya dan Partai Amanat Nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, upaya menunda Pemilu tidak semudah membalikkan tangan. Syarat-syarat Pemilu ditunda selayaknya mengacu pada ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu. Alih-alih menggunakan istilah “tunda”, dalam UU tersebut ada dua jenis penundaan: Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan.
Baca : 5 Hal Soal Isu Penundaan Pemilu 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bedanya, Pemilu Lanjutan digelar apabila terjadi gangguan pada sebagian tahapan Pemilu. Sedangkan Pemilu Susulan terpaksa dilakukan karena seluruh tahapan Pemilu terganggu. Ringkasnya, keduanya bisa dilakukan jika terjadi kondisi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang menghambat jalannya Pemilu.
Pemilu Lanjutan dan Pemilu Susulan
“Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan dilaksanakan setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu." demikian bunyi Pasal 433 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2017.
Lebih lanjut, dalam Pasal 434 UU tersebut telah diatur pula siapa yang berhak menetapkan penundaan Pemilu. Antara lain dilaksanakan oleh:
- KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila penundaan, pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa kelurahan/desa;
- KPU Kabupaten/Kota atas usul ppK apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi sahr atau beberapa kecamatan;
- KPU Provinsi atas usul Kpu Kabupaten/Kota apabila penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu - atau beberapa kabupaten/kota; atau
- KPU atas usul KPU Provinsi apabila pelaksanaan pemilu lanjutan atau susulan meliputi satu atau beberapa provinsi.
Sebelumnya, ajakan Muhaimin untuk menunda Pemilu 2024 mendasarkan analisis big data perbincangan di media sosial. Menurut dia, dari 100 juta subjek akun di media sosial, 60 persen di antaranya mendukung Pemilu 2024 ditunda satu hingga dua tahun. Sementara itu, pihak PAN menyoroti alasan faktor ekonomi pasca pandemi.
Menanggapi isu ini, pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada, Herlambang P Wiratraman menegaskan bahwa tidak ada alasan mendasar untuk menunda Pemilu. Menurutnya, secara konstitusi penundaan Pemilu 2024 tak punya dasar hukum, kecuali menggunakan Pasal 12 UUD 1945, yaitu presiden menyatakan negara dalam keadaan bahaya. “Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya juga harus ditetapkan dengan UU,” ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk ‘Menunda Pemilu, Membajak Demokrasi’, Selasa, 1 Maret 2022.
HARIS SETYAWAN
Baca juga : Survei Charta Politika: Hanya 18 Persen Masyarakat Setuju Penundaan Pemilu 2024
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.