Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Bara di Kuil Krishna

Para pengikut Hare Krishna di Bali mendapat intimidasi. Didukung oleh Gubernur I Wayan Koster.

5 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tekanan terhadap kelompok Hare Krishna di Bali kian menguat.

  • Gubernur Bali I Wayan Koster mendukung penutupan ashram sampradaya yang dianggap menyimpang.

  • Para penganut Hare Krishna semakin ketakutan untuk beribadah.

PAPAN besar bergambar Dewa Krishna, salah satu dewa yang dipuja umat Hindu, terpancang di depan rumah di Jalan Tukad Balian Nomor 108X Denpasar, Kelurahan Sidakarya, Denpasar Selatan, Kamis, 3 Juni lalu. Di bawahnya terpampang nama organisasi International Society for Krishna Consciousness (ISKCON) atau Masyarakat Internasional Kesadaran Krishna. Inilah salah satu pasraman atau lembaga pendidikan sekaligus ashram atau tempat beribadah para pengikut Hare Krishna, aliran Hindu yang memuja Dewa Krishna dan penjelmaannya sebagai wujud Tuhan.

Baca: Satu Hindu Beda Tafsir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ashram itu terlihat sepi pada Rabu, 2 Juni lalu. Pintu gerbangnya terkunci dari dalam. Tak ada aktivitas apa pun di sana. Sekretaris Pasraman ISKCON di Denpasar, Mahadri, mengatakan tempat mereka beribadah itu sempat disegel oleh sekelompok orang pada Jumat, 7 Mei lalu. “Sempat dipasang spanduk di pagar yang isinya melarang kegiatan kami,” kata Mahadri kepada Tempo. Beberapa hari setelah spanduk itu terpasang, kepala desa setempat mencopot spanduk tersebut. Menurut dia, kepala desa itu menolak wilayahnya dimasuki sembarang organisasi kemasyarakatan. Apalagi sampai melakukan penyegelan sepihak.

Mahadri bercerita, pada 7 Mei itu puluhan orang dari berbagai organisasi kemasyarakatan mendatangi ashram tersebut. Mereka memasang spanduk menyatakan dukungan terhadap Surat Keputusan Bersama Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Bali. Pada pertengahan Desember 2020, dua organisasi itu melarang segala bentuk kegiatan Hare Krishna. Hal itu termasuk penyebarluasan ajaran serta dilakukannya ritual keagamaan. Perhimpunan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Majelis Desa Adat (MDA) Bali menganggap Hare Krishna menyimpang dari ajaran Hindu dan tak sesuai dengan dresta atau aturan dan pedoman hidup masyarakat Bali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu penyegel ashram berasal dari kelompok Sandi Murti. Pemimpin organisasi itu, I Gusti Ngurah Harta, membenarkan bahwa kelompoknya menutup ashram Hare Krishna. Menurut dia, penutupan dia lakukan karena ajaran Hare Krishna tak mengakui leluhur dan hanya menyembah Krishna. “Kami tidak ingin mereka berkembang,” ujarnya.

Sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia Bali I Putu Wirata Dwikora mengatakan kelompok Hare Khrisna dianggap menyimpang karena tak menjalankan tradisi lokal. Dia mencontohkan, pada upacara Mecaru, seremoni yang bertujuan menjaga keharmonisan manusia dengan alam, dilakukan pemotongan hewan seperti ayam. Adapun ajaran Hare Krishna, kata Putu, tak mengenal pemotongan hewan. “Karena mereka vegetarian, tidak mengonsumsi daging atau unggas,” ujar Putu.

Putu Wirata menuding ajaran itu akan mengikis tradisi lokal jika dibiarkan berkembang. Ia mencontohkan, pada pertengahan 2020, beredar video yang menunjukkan beberapa orang mengajarkan nyanyian yang diduga berkaitan dengan kepercayaan Hare Krishna di sebuah sekolah menengah pertama di Bali. Selain itu, ada buku pelajaran agama yang diduga berisi materi ajaran Hare Krishna. Setelah kasus itu mencuat, PHDI dan MDA pun menggelar rapat untuk merumuskan sikap yang tertuang dalam surat keputusan bersama.

Baca: Memuja Kresna sebagai Tuhan

Terbitnya surat keputusan itu memunculkan gelombang penutupan ashram Hare Krishna di berbagai penjuru Bali. Ketua ISCKON Indonesia I Wayan Sudirasa mengatakan organisasinya memiliki sejumlah ashram di Badung, Gianyar, Klungkung, Jembrana, dan Buleleng. Menurut Wayan Sudirasa, hampir semua ashram tersebut didatangi sekelompok orang yang kemudian menyegelnya. Menurut Wayan Sudirasa, sejumlah pengurus ashram di Buleleng dipaksa menandatangani surat pernyataan yang isinya akan mematuhi surat keputusan bersama.

Ashram International Society for Khrisna Consciousness Sri Jagatnatha Gourangga yang sepi pengunjung di Jalan Tukad Balian, Denpasar, 3 Juni 2021. TEMPO/Made Argawa.

Wayan Sudirasa menyatakan jumlah pengikut Hare Krishna di Bali mencapai 3.000 orang. Dia membantah jika ajarannya dianggap menyimpang. Dia membantah sampradaya atau sistem tradisi religi Hare Krishna menggerus kebudayaan di Bali. Wayan Sudirasa menyatakan banyak anggota aliran itu masih tetap menjalankan tradisi lokal. “Saya sudah 40 tahun masuk Hare Khrisna dan tetap, kok, masuk adat. Hanya, kami memang tidak makan daging, minum minuman keras, dan berjudi,” ujarnya.

Hare Krishna, kata dia, mengajarkan empat prinsip, yakni kebersihan, welas asih, pengendalian diri, dan kejujuran. Para anggota ISKCON juga membuka rumah sakit, sekolah, kampus, dan terlibat dalam proyek pembagian makanan gratis sebagai wujud nyata cinta kasih kepada Tuhan dan sesama makhluk hidup.

Muncul di India sekitar lima abad lalu, ajaran Hare Krishna dibawa oleh Sri Chaitanya, mistikus Hindu. Ajaran Hare Krishna masuk ke Bali pada awal 1980-an. Seiring dengan perkembangannya, Hare Krishna tak henti mendapatkan tekanan. Pada 1984, Kejaksaan Agung melarang ajaran tersebut. Perseteruan juga mencuat pada 2001. Saat itu, Ketua Forum Pemerhati Hindu Dharma Indonesia I Dewa Ngurah Suastha mengungkapkan kekhawatirannya di sebuah koran lokal ihwal perkembangan Hare Krishna. Ia khawatir penganut ajaran itu akan menggunakan tempat sembahyang, seperti Pura Besakih di Kabupaten Karangasem, bagian timur Pulau Bali.

Kini, penutupan ashram sampradaya—dianggap tak sesuai dengan dresta Bali—malah mendapat dukungan dari Gubernur Bali I Wayan Koster. Ketika memberikan sambutan dalam acara peresmian Gedung Majelis Desa Adat Kota Denpasar, Wayan Koster terang-terangan mendukung surat keputusan bersama PDHI dan MDA Bali.  Ia meminta desa adat tak ragu menutup ashram Hare Krishna di Bali. “Saya tidak takut. Saya hanya takut sama leluhur dan Ida Batara,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Koster mengaku sudah berbicara dengan Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Putu Jayan Danu Putra terkait dengan penanganan ashram sampradaya di Bali. Ia menganggap sampradaya merusak tradisi lokal di Bali. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Syamsi tak menjawab pertanyaan yang diajukan Tempo soal peran lembaganya dalam menangani ashram sampradaya.

Sekretaris Pasraman ISKCON di Denpasar, Mahadri, menilai pernyataan Gubernur Bali membuat pengikut Hare Krishna ketakutan. Menurut Mahadri, mereka tak lagi datang ke ashram. Padahal, setelah surat keputusan bersama terbit, sejumlah penganut Hare Krishna masih datang beribadah ke ashram.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bali Kadek Vany Primaliraning menilai Gubernur Bali I Wayan Koster telah menyalahgunakan kewenangan. Ia pun menilai sikap Koster dan penutupan ashram merupakan pelanggaran hak asasi manusia. “Ini seperti melegalkan premanisme,” ujarnya. “Terjadi persekusi terhadap keyakinan tertentu, yakni sampradaya non-dresta Bali, sehingga menjadi kejahatan kemanusiaan.”

DEVY ERNIS, MADE ARGAWA (BALI)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus