Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Pendidikan Jawa Timur meluncurkan program orang tua asuh yang diterapkan terhadap jajaran dinas , termasuk kepala dinas dan kepala Sekolah Menengah Atas/Kejuruan. Program itu ditujukan untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah jenjang SMA/SMK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Aries Agung Paewai mengatakan ia hingga kepala SMA/SMK wajib menjadi orang tua asuh bagi anak tidak mampu melalui program anak asuh itu. Menurut dia, program ini dilandaskan dari banyaknya anak yang masuk SMA/SMK tidak dapat melanjutkan pendidikan karena kendala biaya, kemudian siswa tidak masuk SMA/SMK negeri hasil seleksi PPDB serta memastikan anak-anak agar tidak putus sekolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Maka, inisiasi dari Dinas Pendidikan Jatim agar semua pejabatnya, mulai kepala dinas, eselon 3, kepala bidang, kepala seksi, kepala cabang hingga kepala sekolah wajib menjadi orang tua asuh bagi siswa yang putus sekolah di berbagai daerah dan tempat (dinas)," kata Aries, Senin, 31 Juli 2023.
Aries berharap dari program ini, anak putus sekolah dan berasal dari keluarga tidak mampu yang diangkat menjadi anak asuh bisa sekolah di tingkat SMA/SMK. "Ini sudah berjalan dan kami kasih batas waktu untuk menjalankan program hingga awal Agustus," kata dia.
Dalam menjalankan program tersebut, seluruh biaya pendidikan siswa akan ditanggung secara pribadi oleh masing-masing orang tua asuh. Contohnya, Kepala Dinas Pendidikan Jatim wajib menyekolahkan 10 siswa asuhan. Kemudian sekretaris, kepala bidang dan Kepala UPT wajib menyekolahkan lima siswa asuhan.
Selanjutnya, kepala cabang dinas pendidikan harus memiliki dua siswa asuhan dan terakhir kepala SMA/SMK harus memiliki satu siswa asuhan, serta guru yang mampu boleh ikut dalam gerakan ini. "Program ini bertujuan memberikan beasiswa pendidikan bagi anak jenjang SMA/SMK dan SLB," kata Aries.
Menurut Aries, bantuan menyekolahkan siswa di tingkat SMA/SMK ini menjadi bentuk tanggung jawab sosial pemangku kebijakan pendidikan kepada masyarakat.