TANGGAL 25 Maret 1992. Warna langit Amsterdam kelabu. Namun, berkas surat yang dibawa oleh dua pejabat Bappenas agaknya membuat pagi yang dingin itu kian menggigit. Begitu mendarat di Bandara Schiphol, kedua utusan itu segera menyerahkan tiga surat dari pemerintah RI kepada Dubes Bintoro Tojokroamidjojo. Bintoro segera melesat ke Binnenhof, kantor PM Ruud Lubbers di Den Haag, untuk menyerahkan surat yang beberapa jam kemudian menjadi berita besar. Surat yang ditandatangani Menko Ekuin Radius Prawiro itu, ringkasnya, menyatakan Indonesia menolak bantuan Belanda. Akibatnya, IGGI yang biasa dikoordinasi Belanda pun praktis tak lagi berfungsi. PM Lubbers membaca surat itu hingga, konon, kedua alis matanya yang tebal bertemu di tengah dahi. Menlu Van den Broek, yang sedang di Helsinki, segera dipanggil pulang. Baru sekitar pukul sembilan malam, kedua petinggi Belanda itu bertemu dan membahas isi surat tersebut. Banyak wartawan sudah berkerumun di bawah derasnya hujan di luar gedung. Sejam kemudian, ketika Menlu Broek dan Menteri Pronk muncul di muka pintu, cahaya lampu televisi dan blitz segera menyerang wajah mereka. "Pemerintah tidak akan memberikan pernyataan apa-apa di sini," kata Menlu Broek. Akhirnya keduanya toh harus mengadakan konperensi pers di Deplu Belanda, yang populer dengan nama Gedung Buza itu. Sementara itu, dua pejabat Bappenas yang lain mendarat di Washington, D.C., 25 Maret pagi. Berhubung Dubes A.R. Ramly sedang di Jakarta, Wakil Dubes RI Tjahjono menerima surat bersejarah itu. Mereka langsung menuju markas besar Bank Dunia. Pukul 12 siang, Tjahjono diterima Wakil Presiden Bagian Asia Timur dan Pasifik Gautama Kaji. Surat yang ditandatangani Menteri Keuangan Sumarlin itu berisi permintaan pemerintah RI kepada Bank Dunia, agar membentuk dan memimpin sebuah Consultative Group for Indonesia, menggantikan IGGI. Sebetulnya, keputusan itu sudah dibuat pada 23 Maret. Tapi, karena Indonesia ingin surat itu disampaikan lebih dulu, keputusan tersebut baru diumumkan dua hari kemudian. "Kami tidak ingin pemerintah Belanda mengetahuinya dari koran," kata Menteri Moerdiono. Sementara itu, pembagian pekerjaan untuk pertemuan pun dilajukan. "Pak Radius memanggil Duta Besar Belanda pukul enam sore. Saya bertemu Duta Besar Jepang dan Pak Saleh Afiff berbicara pada perwakilan Bank Dunia," kata Moerdiono. Setelah Menlu Alatas menelepon beberapa perwakilannya untuk meyakinkan diterimanya surat-surat tersebut, barulah Jakarta bergerak. Para wartawan yang diundang buka puasa di kantor Sekretaris Negara dikumpulkan. Hanya sejam setelah melihat pemberitaan di televisi, banyak orang di Indonesia seperti bersorak. Mulai dari Ketua DPRMPR Kharis Suhud, para pimpinan parpol dan Golkar, para ekonom, sampai pun masyarakat pers, mendukung keputusan yang dipandang "berani" dan "sudah waktunya" itu. Namun, bagaimana reaksi para perwakilan itu? Dubes Belanda Van Roijen merasa "terkejut". Maklum, paginya dia baru saja menyerahkan buku Menelusuri Linggarjati kepada Presiden Soeharto. "Saya mengharapkan agar hal-hal seperti ini tidak terjadi," katanya. Tapi Kepala Perwakilan Bank Dunia di Jakarta, Nicholas Hope, tidak kaget ketika Ketua Bappenas Saleh Afiff mengemukakan niat pemerintah Indonesia itu. "Mereka memang sudah tahu sebelumnya," kata seorang pejabat. Lantas, bagaimana dengan Kanada, yang juga ikut menangguhkan bantuan ke Indonesia? "Aduh, saya sampai tidak bisa tidur. Bagaimana kalau Kanada juga kena," kata Dennis Laliberte, juru bicara Deplu Kanada bagian Indonesia, kepada koresponden TEMPO di Vancouver, Toeti Kakiailatu. Menlu Kanada Barbara McDougall segera menelepon Dubes Ingrid Hall di Jakarta. "Saya memintanya untuk menghadap Menteri Radius Prawiro," demikian McDougall. Sejak keluarnya Laporan KPN, Kanada sudah menyatakan puas, tapi rupanya masih ingin meyakinkan para anggota parlemennya, yang memakan waktu lama. Sebaiknya pemerintah di Ottawa memberikan jawaban cepat, sebelum Jakarta melayangkan surat serupa. Leila S. Chudori, Linda Djalil (Jakarta), Asbari N. Krisna (Den Haag), Bambang Harymurti (Washington)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini