USAI mengha~dap Presiden Senin pagi pekan ini, Menpen Harmoko menerima Sri Pudyastuti R. dari TEMPO di ruang kerjanya, untuk sebuah wawanc~ar~a. K~~epada ~Presiden, Harmoko melaporkan perjalanannya ke Havana, Kuba, menghadiri konperensi menteri-menteri penerangan nonblok. Ia juga melaporkan soal SIUPP yang menghangat belakangan ini. Apa hasil pembicaraan dengan Presiden ? Menyinggung pelaksanaan UU Pokok Pers, Bapak Presiden mengatakan begini: Apa yang dilakukan Departemen Per~rangan sebagai instansi yang membina pe~s selama ini sudah benar, dan agar diteruskan. Be]iau juga menyebut, pers harus mampu meningkatkan kedewasaannya dalam melaksanakan ketentuan UU Pokok Pers itu. UU itu untuk melaksanakan kebebasan pers yang bertanggung jawab. Orang yang tak setuju justru ingin menghindarkan diri dari kebebasan yang bertanggung jawab, dan berarti ingin kebebasan ala liberal. Sebab itu, Bapak Presiden berpesan, pers tak perlu takut dan khawatir terhadap UU Pokok Pers dan peraturan pelaksanaannya. Banyak pihak menilai pers Indonesia terlalu dikontrol dan terkekang. Tidak benar itu. Buktinya, dari PWI, SPS, dan sebagainya, tidak ada masalah. Budaya telepon itu dalam rangka menjalin interaksi po~sitif antara pemerintah, pers, dan masyarakat. Anda menggunakan telepon kan untuk tujuan check and recheck. Anda telepon ke pemerintah, dan pemerintah bisa telepon ke pers, kan? Dalam UU Pokok Pers disebut bahwa terhadap pers nasion~l tak ada sensor atau pembredelan. Tapi dalam peraturan menteri ada pembatalan SIUPP. Pembatalan SIUPP itu bukan pembredelan. Pembatalan SIUPP itu sesuai dengan pasal-pasal yang ditentukan UU. Jadi, perusahaan penerbitan itu selain dilarang menyiarkan ajaran komunisme, dan diwajibkan memberikan saham 20% kepada karyawan, beritanya tak diperbolehkan merusak moral bangsa, seperti pornografi. Kalau pemerintah tak suka dengan pemberitaan di satu media, apakah it~u bisa jadi alasan pembatalan SIUPP~. Itulah yang saya katakan tadi. Kita ingin mengembangkan kebebasan pers yang bertanggung jawab. Dalam pengertian, pers harus mampu melakukan komunikasi. Kan itu bisa ditanyakan, mana yang boleh ditulis dan mana yang tidak. Ada yang mengatakan, SIUPP mestinya hanya mengatur ~administrasi penerbitan pers. Tapi~ nyatanya, SIUPP sering dianggap sebagai ancaman. Tidak benar. Itu hanya ketakutan. Mestinya pers tak perlu ta~kut. Kalangan DPR meny~ambut usul Pak Domo untuk merevisi per~aturan menteri yang Anda buat. Komentar Anda? Saya pikir tak perlu direvisi. Karena baik UU-nya ~maupun peraturan pelaksanaannya sesuai dengan isi dan semangat pers bebas yang bertanggung jawab. ~Kami cenderung memberikan pengertian agar pers tahu bahwa SIUPP itu merupakan perangkat pembinaan ~pers. Oran~g n~gomon~g keterbukaan, kita juga mengembangkan keterbukaan yang bertanggung jawab. Bukan keterbukaan ala liberal atau komunis. Jangan sembarangan membuat berita. Meski ada fakta, tetap ada tuntutan, patut atau tidak diberitakan. Banyak pihak mempertanyakan, mengapa penyelesaian pelanggaran pers sering harus lewat pembatalan SIUPP. Mengapa tidak lewat pengadilan saja. Karena dibenarkan oleh undang-undang. Kalau menyangkut pemberitaan delik pers, bisa saja lewat pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini