SEGALA upaya yang bertujuan mening~katkan kecermatan berbahasa oleh masyarakat, terutama pers, selalu kami dukung penuh. Kami sadar bahwa pers sedikit banyak menjadi anutan masyarakat. Bahkan Menteri P dan K Fuad Hassan, di sela-sela rehat minum kopi setelah membuka Bulan Bahasa dan Sastra 1990. 2 Oktober silam, mengatakan bahwa pers adalah ujung tombak untuk reparasi bahasa Indonesia. Kalau pers berusaha sungguh-sungguh, bahasa Indonesia akan berkembang lebih baik. Dalam Kongres Bahasa Indonesia V, 1988, diputuskan: hendaknya media massa memiliki tenaga khusus yang menangani bahasa. Berkaitan dengan upaya pers dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, Pemimpin Redaksi TEMPO Goenawan Mohamad dengan serta-merta memberi izin kepada montir bahasa kami. Slamet Djabarudi, yang diminta menjadi salah seorang pengajar pada Lembaga Pers Dr. Soetomo. Materi yang dipercayakan kepadanya adalah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Dari program spesialisasi di lembaga ini diharapkan lahir para wartawan yang profesional dalam beberapa bidang, termasuk bahasa Indonesia. Di tengah safari bahasa di empat biro TEMPO (Medan, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya), Slamet sempat memenuhi permintaan sebuah lembaga sejenis, yakni LP3Y (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerbitan Yogyakarta), guna keperluan serupa. Sebelumnya, ia diminta membagi pengalamannya untuk para wartawan Bali Post di Denpasar. Slamet adalah orang pertama yang diundang oleh majalah Forum Keadilan untuk masalah bahasa Indonesia. "Saya sekarang dapat lebih banyak melihat 'dunia luar' karena sudah punya kopilot," kata Slamet, yang memulai memberi kesempatan lebih banyak kepada pendampingnya -- Sapto Nugroho, 30 tahun, dan Aston Pasaribu, 46 tahun -- menjadi penjaga gawang TEMPO. Kini Slamet makin berani meninggalkan kursinya dan mengikuti kegiatan yang masih relevan dengan bahasa Indonesia. Misalnya, bulan ini menjadi Ketua Dewan Juri untuk Lomba Karya Tulis TEMPO -- Kartini -- PGRI dan Lomba Karya Tulis dan Penulisan Berita yang diadakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Slamet merasakan suasana baru. Maklum, dalam tugasnya sehari-hari, praktis ia tidak pernah beranjak dari pesawat komputernya karena dialah yang berkewajiban membaca seluruh isi TEMPO (kecuali iklan) dan menjaga ketertiban bahasanya. Hasil pengamatan Kiai Slamet, yang lebih senang menyebut dirinya sebagai 'kuli bahasa'~, dituangkannya dalam Kolom, yang untuk kesekian kalinya mengenai bahasa Indonesia. Kepedulian kami akan bahasa Indonesia sejalan dengan keputusan Kongres Bahasa Indonesia V, yang antara lain menyebutkan hendaknya media massa memiliki tenaga khusus yang menangani bahasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini