Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengungkapkan Jawa Timur menempati peringkat teratas wilayah paling rawan kasus kekerasan di sektor pendidikan sepanjang 2024. “Kami jumlahkan yang paling tinggi di Jawa Timur ada 81 kasus,” kata Ubaid kepada peserta diskusi, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ubaid mengatakan tingginya kasus kekerasan juga dibarengi dengan banyaknya jumlah sekolah di Jawa Timur dibandingkan provinsi lain. Adapun data yang dihimpun tidak dibarengi analisis faktor penyebab maraknya kasus kekerasan. “Kami hanya menampung, ternyata banyak pengaduan,” ujar Ubaid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Jawa Timur, wilayah rawan kekerasan di lingkungan pendidikan juga tersebar di empat provinsi lain yakni Jawa Barat dengan 56 kasus, Jawa Tengah sebanyak 45 kasus, Banten dengan 32 kasus, dan Jakarta sejumlah 30 kasus. “Banyak kasus kekerasan di Jawa,” tutur dia.
Ia mengungkapkan tren kasus kekerasan di sektor pendidikan terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu satu tahun, laporan kekerasan meningkat sebanyak 100 persen. Pada 2023, terdapat sebanyak 285 kasus kekerasan sedangkan pada 2024 jumlahnya mencapai 573 kasus.
“Kalau kita lihat trennya ini belum pernah mengalami penurunan,” tutur Ubaid.
Kendati demikian, Ubaid menduga tingginya laporan kekerasan di kalangan pelajar disebabkan longgarnya pengawasan oleh tenaga pendidik. Menurut Ubaid, membludaknya jumlah siswa dibandingkan pengajar menjadi celah timbulnya kekeraasan. "Terlalu banyak siswa, pengawasannya itu yang tidak dipikirkan,” ucapnya.
Untuk itu, dia mendorong agar tenaga pendidik dapat memperkuat pengawasan dan edukasi soal kekerasan di sekolah sehingga dapat menekan munculnya korban. Ubaid mengatakan setiap instrumen di dalam lembaga pendidikan termasuk kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua harus dilibatkan untuk memerangi tingginya kasus kekerasan di sekolah.
“Apapun yang terjadi di sekolah itu tanggung jawab bersama,” kata Ubaid.