Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Marak Pelecehan Seksual di Sekolah, MUI: Perkuat Pendidikan Moral dan Sanksi Hukum

Kasus pelecehan seksual, perbuatan mesum remaja, hingga pemerkosaan menurut MUI, merupakan fenomena semacam gunung es.

6 Oktober 2024 | 06.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Seni Budaya dan Peradaban Islam (SBPI), Jeje Zaenudin, prihatin dengan maraknya berbagai kasus pelecehan seksual, perbuatan mesum remaja, hingga pemerkosaan dengan pembunuhan yang viral di media sosial akhir-akhir ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Jeje, bangsa ini menyatakan diri berpegang teguh kepada nilai-nilai luhur agama dan budi pekerti. Sepatutnya fenomena ini menjadi keprihatinan dan mencari langkah solusi bersama. "Di antaranya melalui penguatan pendidikan agama dan budi pekerti yang lebih substantif dari sekedar formalitas, dan membuat sanksi hukum sosial dan pidana yang menjerakan," kata Kyai Jeje dalam keterangannya, Sabtu 5 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih lanjut, Jeje yang juga sebagai Ketua Umum PP Persatuan Islam (PP Persis) menyebut fenomena ini semacam gunung es. Kasus viral di media hanya sebagian kecil yang terberitakan dari kasus-kasus yang mungkin sangat banyak terjadi.

Menurut Jeje, sejumlah kasus itu tidak disikapi dengan langkah serius dan penegakan hukum yang keras. Ia khawatir, masalah itu bisa dianggap sebagai suatu perilaku pelanggaran moral yang biasa-biasa saja.

"Padahal kita saksikan bahwa dengan semakin permisif dan abainya masyarakat atas kerusakan pergaulan dan merebaknya kemesuman di kalangan generasi muda, jelas sangat mengancam akhlak dan moralitas generasi penerus bangsa," ujar Jeje.

Jeje menilai, pemerintah dengan kewenangan dan perangkat aparatnya yang lengkap bisa melakukan pencegahan dengan memblokir semua situs yang mengandung konten mesum, porno dan kekerasan, penegakkan hukum yang tegas kepada setiap pelanggar. 

Lembaga pendidikan juga bisa memperkuat kedisiplinan budi pekerti dan pengawasan sivitasnya; para alim ulama dan tokoh masyarakat terus membimbing, membina, dan memberi tauladan akhlak mulia kepada umat; para orang tua meningkatkan pengawasan anggota keluarga mereka di rumah.

“Demikian pula media massa menyebarluaskan informasi yang bersifat mendidik; sarana hiburan, shopping dan arena publik lainnya harus ikut menutup ruang dan fasilitas yang dapat dijadikan tempat kejahatan seksual," kata Jeje. 

Sebelumnya, viral video asusila yang dilakukan DH, 57 tahun, seorang guru, kepada muridnya yang duduk di bangku kelas XII. Beredar informasi, siswi korban dikabarkan keluar dari sekolah karena melakukan pencemaran nama baik sekolah.

Polisi menyatakan ada hubungan asmara antara guru dan murid tersebut. Meski begitu, Ketua FSGI, Heru Purnomo, menilai apapun alasannya, perbuatan tersebut tetap merupakan bentuk kekerasan seksual anak.

Ia mengutip Pasal 76E Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang melarang bujuk rayu kepada anak untuk melakukan perbuatan cabul: “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Menurut Heru, semua pihak termasuk sekolah, seharusnya memberikan pendampingan secara psikologis kepada si anak agar dia tidak dua kali menjadi korban, yakni korban asusila dan korban pencemaran nama baik.

Polres Gorontalo telah menetapkan DH sebagai tersangka dan menahannya. Polisi menjeratnya dengan Pasal 81 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara.

"Dengan tambahan pidana penjara sepertiga dari ancaman pidana karena yang bersangkutan adalah tenaga pendidik," ujar Kapolres Gorontalo Ajun Komisaris Besar Deddy Herman dalam keterangan resminya, 26 September 2024.

Deddy mengatakan pelaku melakukan kekerasan seksual kepada korban pertama kali pada Januari 2024 dan terakhir pada September 2024. Modusnya, DH mendekati korban sejak 2022 dengan cara membantu pengerjaan tugas dan memberi perhatian lebih.

Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam tulisan ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus