KETIKA di Jakarta orang mulai sibuk berperang melawan
komersialisasi jabatan, nun di sana, di-Kabupaten Banjar, para
kerani pemerintah selalu bergelut melawan liku-liku penjatahan
beras. Ini terjadi sudah sejak beberapa tahun lamanya. Tatkala
catu beras pegawai negeri tidak lagi dibayar dalam bentuk
natura, tangan pedagang beras swasta mengulur untuk memberikan
"jasa-jasa baik". Yaitu berupa kelonggaran bagi pegawai
kabupaten untuk mengebon, asal juru bayar kantor bersedia
memotong dari pembayaran gaji setiap bulan. Tentu saja harganya
di atas harga pasaran. Kalau harga beras kontan bisa dibeli Rp
1.400/belik, dengan mengebon sampai berharga Rp 1 .750. Bahkan
ada kalanya lebih, yakni bila si pedagang melihat gelagat beras
seret datangnya. Apa boleh buat, karena berhutang uang tunai tak
dapat, berhutang beras pun jadilah. Celakanya, beras yang dibon
dengan harga Rp 1.750/belik tadi bukan untuk dimasak seluruhnya,
melainkan dilego dengan harga banting keras. Yang dibeli
sedemikian dijual dengan harga Rp 1.200/belik. Lucunya, beras
ini kemudian jatuh kembali ke tangan si pedagang beras yang tadi
menghutanginya. Tak jarang kejadian tangan kanan si pegawai
terima bon, tangan kirinya menyambut uang dari beras yang
dilegonya di situ-situ juga.
Tentu saja ihwal begini sampai juga ke kuping pejabat teras
kabupaten. Lewat rekomendasi gubernur, pihak BPD (Bank
Pembangunan Daerah) yang terlibat urusan pengadaan pembayaran
gaji pegawai Pemda, bersedia memberikan modal uang sebagai
pinjaman pengadaan jatah beras pegawai yang membutuhkan. Kepada
pihak Kopri yang ditugasi sebagai pelaksana diberikan jasa
keuntungan antara Rp 50--Rp 100/belik dari harga eceran (HET)
yang ditetapkan. Fikir-fikir dari pada keuntungan seluruhnya
diisap lintah darat pedagang beras, lumayan pihak Kopri sendiri
yang menyelenggarakannya. Alhasil gudang Kopri di belakang
kantor pemda kabupaten Banjar itu sejak tahun-tahun yang lalu
sibuk terus.
Udin
Adalah Sy. (25 th) seorang pesuruh yang entah bagaimana asal
muasalnya, ketiban peranan ganda di gudang. Ia dikenal sebagai
seorang pesuruh yang rajin dan jujur. Dengan motor dinas yang
siar-siur dikendarakannya ia terlihat ke mana-mana menyelusuri
perut kota. Anak muda asal desa Jingah Habang ini tak pernah ke
luar daerah. Tapi mungkin melihat kegesitan dan rajinnya Udin,
demikian ia biasa dipanggil, sekretaris & bendaharawan Kopri
yang dikenal sibuk merangkap pengurus Golkar plus anggota DPRD
kabupaten melimpahkan banyak wewenang kepadanya. Ia terlena dari
kontrol gudang dan rupanya juga pembukuan. Sampai Juni kemarin
Udin tak pernah nongol lagi di gudang, orang di pemda pun bak
terbangun dari tidur. Disasuskan Udin telah minggat dengan kusut
masai keuangan sekitar Rp 5 juta.
Itu perkara Udin yang minggat. Tak kurang mengernyitkan dahi,
adalah bupati Soeindiyo yang melihat keresahan sementara
pegawainya. Buru-buru bupati Soeindiyo mengadakan kontak dengan
Haji Hasan pengusaha penggilingan padi di Martapura, agar kepada
pegawainya yang membutuhkan bisa disantuni. Apa boleh buat jatah
pun terbatas belik untuk pegawai berkeluarga, 1 belik untuk
pegawai bujangan dan pensiunan. Itupun terbatas untuk pegawai
pemda kabupaten tok. Pegawai Kopri non pemda boleh fikir-fikir
sendirilah. Sementara itu peristiwa minggatnya Udin ini cukup
mengganggu kelestarian jalannya jatah beras di kabupaten lain.
Tapi juga serentak sepinya pasaran bon beras yang menjadi obyek
sementara orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini