Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Bandar Udara Itu

Bupati ende menetapkan pemungutan bea atas barang yang keluar masuk dengan menggunakan fasilitas lapangan terbang ippi-ende. penetapan tanpa sepengetahuan dprd tingkat ii ende. (dh)

25 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGEMBIRAAN rakyat Ende memiliki lapangan terbang, tampaknya berganti dengan kekecewaan. Setidaknya buat sementara. Karena sejak 2 Maret lalu, mereka kembali harus menyisihkan isi sakunya. Seperti diwajibkan Bupati Ende, meski terbatas kepada para pedagang yang menggunakan fasilitas lapanan terbang Ippi-Ende itu. Dengan memungut bea atas barang yang keluar masuk bandar udara Ippi-Ende. Ketentuan ini tercantum dalam surat Bupati kepada kepala Kantor Cabang Bea dan Cukai Ende. Padahal pungutan sebesar Rp 300 perkepala, buat pembiayaan pembuatan bandar udara tersebut, yang pernah dilaksanakan selama 2 tahun sejak 3 Desember 1971, sudah lama dihentikan. Sebab biaya Rp 54 982.000 (Rp 30 jyta buat biaya pembangunan bandar udara sisanya buat ganti rugi), melalui pungutan tersebut sudah lama beres. Dan bandar udara yang dibangun dengan menggusur desa Ekasila dan Mautapaga iu, sudah diresmikan pemakaiannya oleh Gubernur NTT El Tari, 30 Mei 1973 Setelah terlebih dulu dicoba dengan pendaratan pesawat kecil MAF berpenumpang 6 orang dan terbukti lapangan terbang itu "nyaman". Kurang lebih setahun setelah peresmian, Dirjen Perhubunan Udara Kardono, mencobanya pula dengan pendaratan Twin Otter milik MNA. Juga hasilnya baik. Tak berkepala Berarti lapangan terbang tersebut, tak lagi memerlukan dana tambahan dari rakyat -- yang selain dipungut dana juga bekerja bakti dalam pembuatan. Karena bandar udara yang mempercepat waktu warga Ende bila bepergian jarak jauh misalnya ke Surabaya dan Kupang, mestinya sudah bisa hidup dari kegiatan pengusahaannya sendiri. Apalagi ia sudah lumayan ramai didarati rupa-rupa pesawat berbagai perusahaan penerbangan. Bahkan Dirjen Kardono telah memutuskan pula sebagai salah satu lapangan terbang perintis di NTT. Untuk itu sang Dirjen memberi bantuan peralatan tehnis berupa drainage, SSB dan agregat kecil. Untuk meningkatkan landasan udara perintis itu, disetujui pula bantuan Rp 18.875.000 untuk navigasi dan telkom. Keputusan Bupati tersebut, selain memberatkan masyarakat, juga terasa agak janggal Apalagi SK-nya (bernomor Ek. 99/1/439/1976) cuma dibuat dalam selembar surat tak resmi (kertas tak berkepala surat). Tanpa tembusan-tembusan pula. Dan tatkala hal ini oleh pembantu TEMPO ditanyakan, Bupati Drs. H.J. Gadi Djou cuma menjawab, "akan dikeluarkan SK resminya". Sedang mengenai pungutan yang dihidupkan kembali itu Bupati cuma menjawab: "Apakah lu mau bayar hutang pemerintah?" Tapi tak jelas hutang apa dan berapa besarnya. Yang terang pungutan tersebut, meski terbatas kepada para pedagang yang lewat bandar udara, secara tak langsung akan jadi beban rakyat juga. Juga pungutan ini, di luar pengetahuan DPRD Tingkat II Ende. Sedang pada pungutan yang lalu, dalam pelaksanaannya ternyata terjadi penyimpangan. Misalnya ketentuan bahwa penyumbang tak akan dipungut biaya pembuatan KTP, dalam praktek masih dipungut Rp 250.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus