TAHUN 1992 ini tonggak untuk menjaga lingkungan hidup sudah ditancapkan. Ada KTT Bumi di Brazil yang menelurkan konsep pembangunan berkelanjutan atau pembangunan yang berwawasan lingkungan (sustainable development). Pemerintah Indonesia sendiri tampak berusaha menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Seperangkat undang-undang telah disahkan. Namun, masalahnya tidak hanya cukup dengan konvensi atau undangundang. Kepada wartawan TEMPO Priyono B. Sumbogo, Menteri Negara KLH Emil Salim menggelar peta perundang-undangan lingkungan sebagai berikut: Kita telah menyusun sistem pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan. Pada tahun 1992, peletakan fondasi sistem itu telah selesai. Undang-Undang Tata Ruang telah disahkan, UU tentang kependudukan dan lingkungan hidup telah lulus, ketentuan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) telah ditetapkan. Peraturan pemerintah tentang pencemaran sudah diputuskan, ambang batas sungaisungai juga telah digariskan. Bapedal (Badan Pengendali Dampak Lingkungan) telah dibentuk. Sekali lagi, landasan sistem pembangunan berkelanjutan telah kita letakkan. Bagaimana cara mewujudkan pembangunan berkelanjutan itu? Ada dua jalur yang akan kita tempuh. Pertama, pola pembangunan yang memungkinkan sumber daya alam tetap terjaga. Tidak habis. Itu berarti sumber daya alam diperlakukan sebagai capital stock. Jangan sampai peristiwa Pulau Singkep terulang. Sumber nikel yang dieksploitasi sejak zaman Belanda itu habis. Ketika bahan tambang habis, orang-orang pun pergi, meninggalkan pulau dengan lubang besar. Kalau sumber daya alam habis dikeduk, lalu apa yang ditinggalkan bagi generasi mendatang? Kedua, kita juga harus memikirkan dampak pembangunan. Pembangunan itu membuat produk, tetapi juga menghasilkan limbah berupa waste yang terdiri dari limbah cair, gas, dan sebagainya. Bagaimana kita menjalankan pembangunan dengan menekan waste berada di bawah ambang batas, agar lingkungan tetap mendukung peri kehidupan manusia? Maka, ada Amdal, alat untuk mengendalikan pencemaran. Dalam UU Tata Ruang, dibicarakan masalah zone. Lokasi industri, pertambangan, perkebunan, dan sebagainya harus disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Misalnya, kalau akan membangun industri, ambillah lokasi di hilir, jangan di hulu. Sebab, kalau di hulu akan mencemari sungai sampai ke hilir. Akhir-akhir ini banyak terdengar kasus pencemaran yang dilakukan oleh pabrik. Tapi KLH tampaknya belum banyak bertindak? Kita harus ingat, ketentuan Amdal baru keluar pada 1986. Pelaksanaannya 1987. Jadi masih baru. Sebelumnya, industri yang dibangun sejak Pelita I sampai 1986 tidak diharuskan membuat Amdal. Pertanyaannya, mengapa ketentuan Amdal baru terbentuk tahun 1986. Jawabnya, you have to build the system dulu. Kita juga harus melatih instruktur dan orang yang bisa mengetahui Amdal lebih dulu. Jadi, di Indonesia ini, pencemaran adalah ''binatang baru'' yang harus kita jelaskan. Parameternya mesti kita susun. Khusus untuk pencemaran sungai, bukankah Program Kali Bersih (Prokasih) sudah dilancarkan sejak 1989? Tapi toh sungaisungai masih diserbu limbah? Betul. Tetapi Prokasih kita masih bersifat selektif terhadap 25 sungai di 11 provinsi. Antara lain Aceh, Sumatera Utara, Riau. Itu pun hanya pada sungaisungai yang mengalami pencemaran paling berat, misalnya Sungai Asahan di Sumatera Utara. Prinsip yang dipakai adalah focusing, selektif. Pencemaran berat yang terjadi di sebuah sungai, gasak habishabisan. Yang ingin kita capai adalah the demonstration effect dari pihak Pemda. Dengan menggasak habis-habisan industri di sepanjang Sungai Asahan, misalnya, kita berharap Pemda melakukan hal yang sama di sungaisungai lainnya. Begitu pula untuk menangani sumbersumber pencemaran lingkungan lainnya. Imingimingnya penghargaan Adipura. Tadi saya bilang, dalam bertempur kita mesti memiliki pasukan yang cukup. Wilayah Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke sama dengan dari London ke Kairo. Kalau sekarang saya bertempur di 27 provinsi sekaligus, pasukan saya tidak cukup. Ingat, Bung, pasukan saya kecil. Makanya, saya kirim teman-teman ke luar negeri untuk belajar. Sekarang, 40% staf KLH masih di luar negeri. Kalau semua sudah pulang, mudah-mudahan pasukan kami semakin kuat. Jadi, yang menjadi hambatan selama ini adalah skill, kurangnya tenaga. Bukankah sejak 1986 sudah ada Amdal? Betul. Tapi, Bung, perlu diketahui, kita tidak bisa menghantam sekaligus. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Mulamula Pemerintah hanya meminta janji para industriwan membuat Amdal dan alat pengolah limbah supaya tidak mencemari. Mereka berjanji akan menyelesaikannya selama dua tahun. Selama dua tahun saya tidak berbuat apa-apa, meskipun mereka tetap mencemari. Setelah lewat dua tahun dan masih mencemari juga, baru kita menggebuk mereka. Caranya, aku kunci bagian yang mencemari, aku tutup pipa yang menyalurkan limbah ke sungai. Jebret! Maka, air kotor tidak bisa ke sungai. Dan mau tidak mau mereka harus membuat water treatment. Tindakan ini pernah kita lakukan terhadap 13 pabrik di Jawa Barat, antara lain pabrik tekstil dan pabrik gula di tepian Sungai Ciliwung. Yang diincar oleh Prokasih selama ini adalah industri. Bagaimana dengan limbah lainnya, misalnya limbah rumah tangga? Pada fase pertama ini, sasarannya memang limbah industri. Seperti kita ketahui, pencemaran sungai bukan hanya dilakukan oleh pabrik, tapi juga datang dari pemotongan hewan, rumah sakit, pasar, kantor, dan limbah rumah tangga. Pencemaran Sungai Karangmumus di Samarinda, misalnya, bukan disebabkan oleh pabrik, tapi oleh pemotongan hewan dan pasar. Namun, dalam tiga tahun ini yang kita tembak adalah pabrik. Maka, kadar pencemaran turun 50%. Tahun 1993 baru kita incar adalah sumber rumah sakit, pasar, atau pemotongan hewan. Caranya dengan membuat Amdal juga. Fase selanjutnya, kita tembak limbah rumah tangga. Haa .. ini yang sulit. Pengertian kami, yang namanya Prokasih tentu berlaku bagi semua sungai. Tapi mengapa ada sungai yang sengaja dijadikan tempat penggelontoran limbah? Misalnya, Sungai Sadang di Bekasi. Dalam Prokasih, kualitas sungai kita bagi dalam kelas A, B, C, dan D. A adalah air sungai yang bisa diminum segera. B adalah air baku air minum. C adalah air untuk pertanian dan perikanan. Dan adalah air untuk penggelontoran industri. Tapi pabrikpabrik di tepi sungai kelas D harus tetap membuat water treatment agar kadar pelimbahnya tetap di bawah ambang batas D. Bukankah limbah itu mengalir ke laut? Berarti, laut pun kotor. Nah, Pemda harus menetapkan juga pemanfaatan pantai tersebut. Jadi, harus terpadu dengan rencana umum tata ruang. Lalu, soal fungsi hutan lindung atau hutan suaka. Belum lama ini sebagian Taman Nasional Kerinci Seblat di Sumatera diubah fungsinya dan dieksploitasi. Apa bisa begitu? Masalahnya adalah karena selama ini belum ada rencana umum tata ruang (RUTR) dari provinsi yang menetapkan fungsi suatu kawasan. Yang ada hanyalah ''tata guna hutan kesepakatan'' atau hutan kesepakatan, yang dibuat oleh Departemen Kehutanan bersama instansi yang berhubungan. Tetapi, di situ tidak dijelaskan mana yang bisa digunakan sebagai daerah perkebunan, industri, pertambangan, dan sebagainya. Maka, kalau kesepakatan berubah, berubah pula tata guna hutan tersebut. Dengan adanya UU Tata Ruang, kelak Pemerintah Daerah harus menerjemahkannya dalam bentuk RUTR. Untuk mendukung kawasan lindung, disediakan UU tentang Konservasi Alam dan Ekosistem pada 1990. Di situ diatur mana fungsi kawasan lindung, cagar alam, dan sebagainya. Dengan demikian, zone-zone yang sudah ditetapkan sebagai hutan lindung, misalnya, tidak boleh diubah. Selain menyiapkan seperangkat undangundang itu, apa lagi yang akan dilakukan Pemerintah untuk menjaga lingkungan? Seperti tadi saya katakan, kita telah meletakkan fondasi pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan. Kita telah punya kapal, tapi kelasinya belum cukup. Pekerjaan berikutnya adalah menjabarkan sistem itu. Perluas jaringan komisi Amdal dari pusat sampai ke daerah. Kembangkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bisa menyuarakan kepentingan masyarakat. LSM diberi hak untuk menuntut sebuah pabrik atas nama rakyat. Bisa juga mereka memelopori mediasi, seperti yang terjadi dalam penyelesaian pencemaran Sungai Siak di Riau beberapa waktu lalu. Pertengahan 1992 berlangsung KTT Bumi di Brazil. Tampaknya, negaranegara maju, misalnya Amerika, sulit menerima kesepakatan yang ditetaskan di sana. Dan Anda begitu vokal mengecam mereka. Mengapa? Masalah pokok yang ingin saya kemukakan adalah pertama, negara Utara (baca: negara maju) selalu minta negaranegara Selatan -- termasuk Indonesia -- menyelamatkan hutan untuk menyerap karbon. Bahwa hutan bisa menyerap karbon, itu betul. Tapi saya balik bertanya, ''Apa yang kau lakukan, hai negaranegara Utara, untuk mengurangi karbon? Sebab, kaulah penghasil karbon yang paling besar.'' Lalu, mereka menaikkan pajak karbon. Tapi yang memperoleh uang kan mereka juga. Jadi, mereka hanya mau enaknya saja, dan menjadikan kita keranjang karbon. Kedua, kata mereka, dengan menyelamatkan hutan berarti kita menjaga keanekaragaman hayati. ''Genetic resources adalah penting untuk obat,'' mereka berseru. Betul! Genetic resources ada di selatan, tapi otak di utara. ''Nah, apa yang kau lakukan, hai negaranegara utara, agar kami di selatan bisa memanfaatkan resources ini menjadi obat?'' Bung kan tahu, di Republik Indonesia ini banyak pacet yang liurnya bisa mencairkan pembekuan darah. Tapi kita tidak punya ahli untuk memanfaatkannya sebagai bahan baku obat. Apa yang diperbuat George Bush? Ia menolak transformasi teknologi ke selatan. Tiga. Bagi kita hutan adalah sumber pembangunan, sumber pendapatan. Mereka bilang harus diselamatkan. Betul. Maka, mestinya, strateginya adalah memperkecil eksploitasi hutan dan meningkatkan proses hasil hutan. Itu berarti negaranegara maju harus membantu kita. Misalnya, dengan menurunkan bea masuk untuk komoditi hasil hutan yang kita ekspor ke sana. Tapi, yang dilakukan Jepang, Amerika, dan negaranegara Eropa Barat justru sebaliknya. Bea masuk kayu gelondongan (log), yakni hasil hutan yang belum diproses, hanya nol persen. Sedangan bea masuk mebel 20%. Ini kan munafik namanya. Kalau kita menghentikan penebangan hutan, berarti ada enaga kerja yang harus dialihkan ke luar hutan. Kita harus menyediakan lapangan pekerjaan lain. Misalnya, industri tekstil, sepatu, dan elektronik. Tapi negara-negara maju itu menghantam pemasaran tekstil kita dengan embargo. Sementara itu pemasaran elektronik dan sepatu pun menghadapi dinding tarif. Apakah Agenda 21 dari KTT Bumi di Rio de Janeiro kira-kira bisa dilaksanakan? Apakah sebagai pemimpin dunia, Amerika akan mendukungnya? Kalau George Bush masih jadi presiden, saya ragu. Sedangkan Bill Clinton didampingi Wapres Al Gore, yang ikut dalam Kl-r Bumi di Rio de Janeiro. Ia committed terhadap lingkungan. Saya yakin bahwa kesepakatan Kl'r Rio akan terlaksana. Saya percaya kepada Clinton.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini