Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia atau FKUI Profesor Tjandra Yoga Aditama, mengatakan kejadian perundungan calon dokter di sejumlah rumah sakit tidak bisa digeneralisir sama rata. Ia juga meminta masyarakat terbuka untuk bertanya kepada dokter spesialisnya apakah mereka pernah menjadi korban perundungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pasalnya, kata Tjandra, sejak ia menjadi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) 40 tahun yang lalu, hubungan senior dan junior dalam masa pendidikan pada dasarnya sama saja seperti sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kalau ada kejadian yang sekarang di-blowup sedemikian rupa, maka di profesi manapun ada oknum-oknum dan kejadian-kejadian tertentu, dan tentu tidak tepat kalau semuanya digeneralisir,” kata Tjandra dalam pesan tertulis kepada Tempo, Ahad, 20 Agustus 2023.
Apalagi, lanjut Tjandra, sumpah dokter menyebutkan bahwa teman sejawat sesama dokter sebagai saudara kandung, terlebih kalau sesama spesialis di bidang masing-masing.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini mengatakan sampai sekarang hubungan sesama dokter spesialis cukup dekat satu dengan lainnya. Ia mengatakan mereka bebas berkomunikasi, termasuk di WhatsApp group para dokter spesialis masing-masing.
“Semua dokter spesialis yg sekarang bekerja di Indonesia tadinya adalah PPDS, dan sekarang bekerja baik, termasuk waktu Covid-19,” ujarnya.
Tjandra mengatakan masyarakat bisa menemui dokter spesialis sehari-hari dan bisa menilai pelayanan yang secara umum baik. Menurut Tjandra, pelayanan kesehatan yang diberikan dokter spesialis ini tentu tidak mencerminkan pelayanan dari seorang dokter yang selama pendidikannya penuh perundungan seperti dinarasikan luas sekarang ini.
“Masyarakat bahkan bisa saja bertanya langsung ke dokter spesialisnya masing-masing, apakah sang dokter itu korban perundungan selama pendidikannya,” kata Tjandra.
Kasus dugaan perundungan alias bullying ini terkuak setelah Kementerian Kesehatan menerima sejumlah laporan aduan. Praktik dugaan perundungan terhadap peserta didik kedokteran atau calon dokter terjadi di lingkungan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dan RSUP Adam Malik Medan.
Inspektorat Jenderal Kemenkes menerima sebanyak 91 aduan terkait kasus dugaan perundungan dari peserta didik tenaga kesehatan di sejumlah RS. Total pengaduan 91 kasus tersebut dihimpun mulai dari 20 Juli hingga 15 Agustus 2023 pukul 16.00 WIB.
Setelah menerima aduan tersebut, pihak Inspektorat Kemenkes kemudian melakukan penelusuran. Hasilnya, sebanyak 44 laporan aduan yang terjadi di 11 RS di bawah kementerian telah divalidasi. Sebarannya yaitu 17 laporan di RSUD pada 6 provinsi, 16 laporan dari Fakultas Kedokteran di 8 provinsi, 6 laporan dari rumah sakit universitas, 1 laporan dari RS TNI/Polri, dan 1 laporan dari RS Swasta.
Investigasi 12 laporan di tiga RS telah selesai, sementara 32 pengaduan lainnya sedang dalam proses investigasi Kemenkes.
Dari hasil investigasi, Kemenkes menemukan kasus dugaan perundungan peserta didik tenaga kesehatan di RSCM Jakarta, RSHS Bandung, dan RS Adam Malik Medan. Kemenkes lantas memberikan sanksi teguran kepada tiga pimpinan RS tersebut. Tak hanya itu, Kemenkes juga meminta ketiga pimpinan RS tadi untuk memberikan sanksi kepada para pelaku perundungan.
Investigas Kemenkes menemukan beberapa jenis perundungan terhadap calon dokter dengan modus beragam. "Mayoritas dari laporan perundungan terkait dengan permintaan biaya di luar kebutuhan pendidikan, pelayanan dan penelitian, serta tugas jaga di luar batas wajar,” kata Inspektur Jenderal Kemenkes Murti Utami, Kamis kemarin, 17 Agustus 2023.
Pelaksana tugas Direktur Utama RSHS Bandung, Yana Akhmad, mengaku mendapatkan teguran dari Kemenkes karena terjadi kasus dugaan perundungan di tempatnya. “Semua yang melakukan investigasi itu dari Kemenkes,” ujar Yana Jumat, 18 Agustus 2023.
Sesuai instruksi Kemenkes, RSHS Bandung harus mencegah tindakan perundungan supaya tidak ada lagi kasus serupa.
“Bukan tidak ada laporan lagi, kami tetap membuka laporan-laporan ini supaya bisa ditindaklanjuti,” kata dia. Mereka yang terkena perundungan bisa melaporkan ke Kementerian Kesehatan atau ke RSHS Bandung.
EKA YUDHA SAPUTRA | FATURAHMAN SOPHIAN | ANWAR SISWADI