Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Donggala M7,4 memicu tsunami Palu. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengatakan penyebab yang paling memungkinkan dari tsunami Palu itu adalah adanya longsor sedimen di dasar laut Teluk Palu. Longsor dipicu lindu yang sangat besar di Donggala pada Jumat, 28 September 2018 petang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Data yang paling memungkinkan terjadinya tsunami karena adanya longsor sedimen dalam dasar laut," ujar ketua IAGI Sukmandaru Prihatmoko saat ditemui di Graha BNPB Jakarta Timur, Sabtu 29 September 2018.
Daru menyebutkan kemungkinan adanya longsor dalam bawah laut sangat kuat setelah air tsunami yang menerjang Palu keruh lantaran mengandung unsur tanah. Hal ini kata dia berbeda dengan tsunami di Donggala yang tidak keruh.
Menurut Daru gempa darat seperti terjadi di Donggala jarang menyebabkan tsunami, termasuk jika gempa tersebut berkekuatan 7 SR atau lebih.
Daru pun memprediksi jika tidak ada longsor di dasar laut Teluk Palu, tsunami tidak akan menerjang Ibu Kota Sulawesi Tengah itu.
Namun, kata Daru masih ada kemungkinan lain jika gempa darat memicu tsunami, yaitu adanya patahan lempeng di dasar laut dan menyebabkan massa air di dasar laut bergerak.
Tsunami di kota Palu terjadi setelah Gempa Donggala berkekuatan M7,7 SR lalu dimutakhirkan menjadi 7.4 SR mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada pukul 17.02 WIB.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut berada di 0.18 Lintang Selatan dan 119.85 Bujur Timur atau 27 kilometer timur laut Donggala, Sulawesi Tengah.
Berdasarkan data BNPB, per Sabtu 29 September 348 korban meninggal dunia, 540 luka-luka, sedangkan ratusan orang hilang, menurut humas BNPB, Sutopo Nugroho data tersebut masih bisa bertambah. "Ini baru data sementara," ujarnya.