Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kebebasan di antara akasia

Aksi mahasiswa UGM, dibacakan pernyataan solidaritas atas penahanan karyawan dan mahasiswa UGM karena mengedarkan buku yang dilarang jaksa agung. kharis suhud ceramah dengan mahasiswa ujung pandang.

1 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA spanduk dari kain hijau muda terbentang di antara pepohonan akasia di pojok Lapangan Pancasila Kampus UGM Bulaksumur, Yogyakarta. Bunyinya, Mimbar Bebas. Tampak pula puluhan poster. Di antaranya berbunyi: Sikap Kritis Jangan Dibungkam Pasal 28 UUD 45 Jamin Kita Sikap Kritis Subversif? Pagi itu, Senin pekan ini, sekitar 100 mahasiswa menyelenggarakan "mimbar bebas" di lapangan yang biasa digunakan untuk bermain basket itu. Mereka mengenakan ikat kepala dari kain hijau muda pula, bertuliskan "Penegakan Sikap Kritis". Tak kurang dari 500 mahasiswa berkerumun di sana. Mimbar yang diselenggarakan Forum Komunikasi Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa UGM itu ternyata diselenggarakan seizin Rektor UGM Koesnadi Hardjasoemantri. Bahkan dengan dana universitas Rp 150.000. Acara dimulai dengan pembacaan puisi, disusul pembacaan sejarah pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berpendapat. Puncak acara diisi dengan pembacaan "Deklarasi Penegakan Sikap Kritis". Selain itu, juga dibacakan pernyataan solidaritas atas penahanan Bambang Isti Nugroho karyawan UGM, dan Bambang Subono mahasiswa Fisipol-UGM yang ditahan ka rena mengedarkan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer yang dilarang Jaksa Agung. Aksi itu ternyata disesalkan oleh Rektor UGM Koesnadi. "Pelaksanaannya tidak sesuai dengan persyaratan," katanya. "Seharusnya mimbar bebas itu diselenggarakan dalam ruangan yang cocok dengan harkat dan martabat universitas. Selain itu, ada bahasa yang tidak cocok dengan bahasa kaum intelektual. Misalnya bunyi sebuah poster, Pasal 28 UUD 45 Sudah Dikebiri," tambahnya. Ia sudah menegur penyelenggara mimbar itu. "Saya mau memberi izin, dengan catatan penyelenggaraannya harus memenuhi persyaratan," ujarnya lagi. Yaitu diselenggarakan di ruangan yang tidak mengundang massa dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan martabat mahasiswa. Di Ujungpandang, pekan lalu sejumlah poster juga digelar oleh para mahasiswa berbagai perguruan tinggi di sana, untuk menyambut Ketua DPR/MPR Kharis Suhud, yang berceramah tentang "Demokrasi Pancasila" di Balai Kemanunggalan ABRI Rakyat. Cukup repot juga Rektor Unhas BasriHasanuddin, yang tampil sebagai moderator. Hampir semua mahasiswa yang berjubel di gedung yang berkapasitas 1.000 kursi itu mengacungkan jari ingin bicara. Ada beberapa pertanyaan yang menarik. Misalnya, "Mengapa kedudukan eksekutif dalam proses pengambilan keputusan lebih tinggi dari lembaga legislatif?" Menjawab pertanyaan itu, Kharis Suhud menyatakan, sedang berusaha meningkatkan kualitas lembaga legislatif. Salah satu upayanya, misalnya, mempersilakan pers meliput sidang-sidang komisi. Hal itu, katanya, bisa menggairahkan para anggota Dewan untuk menjaga nama baiknya, memperbaiki diri, dan berbicara lebih berhati-hati. "Jadi, kalau persidangan-persidangan selalu diliput oleh pers, masyarakat dapat menilai mana yang kurang berbobot itu," katanya.BSH, Heddy Lugito, Slamet Subagyo, Syahrir Makkuradde

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum