Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kemana Berlibur ?

Pengisian waktu berlibur bagi para pelajar, dengan kegiatan bersifat rekreaktif dan penyegaran. ada yang mengisi dengan bimbingan rohani. kegiatan para murid dimasa libur sekolah.(pdk)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Kemana Berlibur ?
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
LIBUR adalah sahabat anak sekolah. Apalagi libur panjang, seperti sekarang, yang dimulai awal pekan lalu untuk selama sekitar sebulan. Tapi sahabat yang selalu ditunggutunggu ini, suka pula membingungkan. Coba lihat anak-anak SMPN I Medan. Beberapa hari sebelum libur datang, mereka berdebat sebaiknya ke mana selama liburan: ke Bukit Lawang, 80 km dari Medan, atau lebih jauh ke P. Samosir, 190 km. Yang lebih seru adalah anak-anak SAKMA (Sekolah Analis Kimia Menengah Atas) dan STMA (Sekolah Teknologi Menengah Atas) Padang. Beberapa hari mereka mengadakan rapat -- yang tak jarang bersuasana tegang, saling adu mulut. Akhirnya diputuskan mereka ingin menggunakan libur untuk berkarya wisata ke Jakarta, Bandung dan Bogor. Belum lagi perdebatan di rumah, antara anak dan bapak, antara anak dan ibu, antara adik dan kakak. Tentu, perdebatan yang menyenangkan. Ke manapergi? Akhirnya sejumlah pertimbangan. Biaya misalnya. Lantas selera: suka menghirup udara pantai atau gunung. Sayang, satu buku terbitan Ditjen Pariwisata, Petunjuk Perjalanan Wsata Remaja, berisi sejumlah tempat dan keterangan sangat singkat mengenai tempat itu, belum tersebar luas. Sejumlah brosur yang diterbitkan biro-biro perjalanan pun biasanya hanya mengenalkan tempat-tempat yang menarik bagi turis asing. Maka kembali pembawa berita tertua menjadi pedoman: mulut. Yakni mulut tetangga dan teman-teman. Anak anak SMPN I Medan itu kemudian memutuskan berkemah di Bukit Lawang, cagar alam yang digunakan menampung orang utan yang diliarkan kembali. "Sambil bersantai, belajar hidup bergotong-royong, kami akan mengamati cara hidup mawas-mawas itu," alasan Bapak guru yang memimpin mereka. Tapi apakah sebetulnya yang bisa di peroleh dari hutan, bukit, gunung, gua, pantai, atau alam liar yang terdapat di hampir dari Sabang sampai Merauke itu? Tengok saja misalnya Desa Durian di Kecamatan Tilatang Kamang, 15 km dari Bukittinggi. Di situ terbujur sebuah gua alam, ngalau kata urang awak. Di dalamnya gelap luar biasa, tentu, dan panjangnya sekitar 250 m. Gerbang masuknya merupakan lubang berukuran 4 x 3 m. Begitu masuk, langsung kaki akan menyentuh batu yang dingin dan licin. Beberapa langkah maju, ketahuanlah, -- gua ini berliku-liku. Nah, dengan penerangan lampu petromaks akan tersingkap gelap. Dan tersaji pemandangan yang diciptakan alam sendiri. Sudut-sudut yang runcing mengancam, dinding gua yang kasar, berbenjol-benjol dan kadang membentuk gambar yang menakutkan. Anak-anak yang suka sejarah, tentu akan langsung ingat di ngalau inilah Harimau Nan Salapan gelar para panglima Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol -- di awal abad ke-19 bertahan dari serangan Belanda. Gua Kamang merupakan benteng yang tangguh, dari leluhur mereka. Masih di kawasan Tilatang, di Desa Tarusan terdapat pula sebuah ngalau -- dikenal sebagai Ngalan Terang. Di gua ini Tuanku Nan Renceh, salah seorang panglima Padri, menyusun kekuatan melawan Belanda. Dan di dekat gua itu sebuah danau kecil seluas sekitar 1 km2 terbentang. Menurut kepercayaan penduduk, ini danau pemberi isyarat. Bila ia kering, sekering-keringnya, berarti musim hujan segera tiba tiga bulan kemudian. Sebaliknya bila air danau meluap, akan tiba musim kering -- pun tiga bulan kemudian. Seperti cerita kanak-kanak, bukan? Lagi pula proses mengering yang di malam hari biasa disertai suara gemuruh itu, disambut penduduk dengan riang: mereka bisa memperoleh ikan cuma-cuma. Dan ini merupakan kegembiraan tersendiri bagi penduduk yang sebagian besar hidup dari menambang batu di puncak bukit di situ. Dan sungguh, udara di situ sejuk-nyaman-segar-sedap. Angin bertiup dari arah selatan, turun dari Gunung Merapi. Konon daerah ini dulunya begitu makmur -- dan itulah mungkin sebabnya Kaum Padri memusatkan kekuatannya di sini. Di sudut tanah air yang lain, tempat wisata yang mengandung sejarah seperti itu sesungguhnya banyak. Tapi belum benar-benar disiarkan, sehingga saudara-saudara yang berada di pojok lain negeri ini jarang yang tahu. Misalnya'Gua Selarong, di selatan Yogya, tempat pertahanan Pangeran Diponegoro. Atau, siapa yang tahu bahwa makam Cut Nya' Dhien misalnya ada di Sumedang, Ja-Bar? Pahlawan wanita Aceh yang perkasa itu dulu dibuang Belanda ke sana. Paling orang tahu makam Kartini di Rembang, atau Bung Karno di Blitar -- di samping di Jawa juga terdapat berbagai makam wali, misalnya. Candi Muara Takus, di Propinsi Riau, juga idem ditto. Padahal sebagian orang punya hipotesa, candi ini dulunya pusat Kerajaan Sriwijaya yang dipertengkarkan itu. Candi yang terletak dalam areal sekitar 1,5 km itu, di dekatnya ada sebuah patung gajah berjongkok. Penduduk sekitar bisa bercerita: di malam purnama, kalau anda beruntung, di halaman candi akan terlihat sekawanan gajah yang berjongkok -- gajah benar-benar, menurut tahyul. Tempat-tempat yang mengandung tahyul, yang dimanfaatkan sebagai tempat berlibur, barangkali tanah air kita gudangnya. Juga yang menjadi pusat cerita rakyat. Muara, misalnya, satu pantai di Padang, disebut sebagai tempat Malinkundang berangkat berlayar dan kemudian mendurhakai ibunya. ATAU meloncatlah ke Jawa, mendarat di Pelabuhan Ratu. Pantai yang kata orang paling indah di waktu fajar menyingsing ini, salah sebuah daerahnya bernama Karanghawu. Konon di pantai inilah Dewi Mayang Cinde, putri Prabu Siliwangi dari Pajajaran yang diguna-guna para selir sang raja -- sehingga mendapat penyakit kulit maha dahsyat -- mandi-mandi di laut dan secara ajaib sembuh. Bahkan tiba-tiba ia dikelilingi para wanita cantik yang meladeninya. Maka Mayang Cinde tak berniat kembali ke Pajajaran. Dan kemudian para nelayan di situ mengenalnya sebagai Nyai Roro Kidul .... Lihatlah Danau Singkarak, yang warung sekitarnya biasa menyuguhkan masakan ikan danau yang gurih. Atau Danau Maninjau yang indah, tempat kelahiran Prof. Hamka yang ulama dan sas trawan itu -- yang rumahnya berada persis di pinggir danau. Atau, lebih-lebih, Danau Toba dengan kota Parapatnya. Ada yang berpendapat, lingkungan Toba inilah sebenarnya "daerah tercantik di Indonesia" -- tak tahulah. Boleh pula dihirup Pantai Carita di Selat Sunda, di Kabupaten Pandeglang. Jumlah tempat nyaman yang tak punya kaitan dengan kisah-kisah atau dongeng itu, susah dihitung. Yang terkenal saja misalnya: ada Pasir Putih, di Kabupaten Situbondo. Sebuah pantai yang amat jernih air lautnya. Di Irian Jaya ada Pantai Base G (bahasa Inggris, ini) di dekat Jayapura, dengan Samudera Pasifiknya yang biru. Ah, ya. Bahkan Ir-Ja, yang baru masuk wilayah RI 1963, ada peninggalan berbau asing. Misalnya Bukit McArthur, di puncak Ifar Gunung -- monumen peninggalan Jendral McArthur. Lalu ada Pantai Hamadi, yang tak begitu nikmat untuk mengendurkan otot, tapi di situ sejumlah bangkai tank amphibi dari Perang Dunia II, teronggok menjadi saksi bisu pertempuran dahsyat Jepang melawan Sekutu. Bagi mereka yang suka menghabiskan liburan di daerah perkemahan, pun kini sejumlah daerah telah tersedia dengan aman. Dan meski, misalnya di Pantai Carita, kini tersedia sumur bor dan sejumlah fasilitas tetap saja suasana alam liar masih tersisa. Bumi Perkemahan Pantai Carita, seluas 1,3 hektar itu dikelola PT Perhutani. Sejumlah pohon peneduh tumbuh subur, agak jauh dari pantai. Rumput pun hijau, dan di panui pasir putih terhampar bersih. Tiap sebentar digenangi air laut yang datang sebagai ombak. Yah, pokoknya samalah dengan banyak pantai lain. Dikarenakan fasilitas sumur, kamar kecil dan kamar mandi, PT Perhutani menarik Rp 100 untuk seorang pengunjung sehari-semalam. Untuk tiap tenda yang didirikan di situ ditarik Rp 500. Tenda besar Rp 1000. Kawasan itu bisa menampung sekitar 60 tenda besar. SETIAP liburan, tak hanya libur panjang, Bumi Perkemahan Carita selalu ramai. Pekan lalu telah ada sekitar 50 tenda besar kecil. Anak-anak sekolah itu datang dari Serang, Jakarta, Bogor atau Bandung. Keamanan di sini terjamin. Jarang ada misalnya sepatu hilang, atau panci lenyap. Kalau rokok, memang ada -- ya 'kan? Kecuali beracara sendiri, para pelajar dari Jakarta biasanya membuat acara bagi masyarakat setempat. Kadang ada rombongan yang memutar film atau mengadakan pertunjukan kesenian. Bahkan pekan lalu para mahasiswa dari Universitas Islam Bandung (Unisba) memberi ceramah tentang kebersihan dan lingkungan. Mereka yang menyukai hutan dan gunung, boleh pergi ke kawasan G. GedePangrango di Jawa Barat, tak jauh dari jalan raya Jakarta-Bandung -- atau sekitar 20 km dari Cianjur, 5 km dari Cipanas. Bisa ditempuh dengan bis -- turun di Cimacan, Puncak (110 km dari Jakarta). Sambung kolt langsung ke Cibodas, Rp 100. Yang suka jalan kaki, boleh saja. Jaraknya cuma 5 km, dengan udara sejuk, tentu otot kaki tak keburu capek (capek juga 'ding, habis naik-turun. Di sini boleh pilih rekreasi bentuk apa. Melihat-lihat Kebun Raya Cibodas, harus bayar Rp 500. Di situ anda bisa lihat 245 jenis burung di P. Jawa. Juga misalnya macan tutul, anjing hutan atau babi hutan. Dan semut tentunya. Alamnya sungguh beragam. Ada air terjun, ada sumber air panas, danau, gua. Tapi kalau hanya ingin mendaki gunungnya saja (G. Gede 2.958 m, G. Pangrango 3.019 m), gratis. Cukup mendaftar di pos penjagaan PPA (Perlindungan dan Pengawetan Alam). Sebelum tiba di pos PPA, daerah perkemahan bernama Mandala Kitri harus dilewati. Areal ini dikelola Pramuka Kwartir Daerah Jawa Barat. Mau berkemah? Rp 25 per kepala tarifnya. Itu sekedar contoh petunjuk. Mereka yang suka agak berpetualang, boleh berkemah di Kandang Batu -- di tepi sungai yang memang penuh batu. Ada lagi yang ditawarkan buat santapan mata. Di kawasan seluas 5 hektar di puncak G. Gede, disebut Alun-alun Suryakencana, tumbuh Bunga Abadi (Anapbalis Javanica). Di sini biasanya para pendaki G. Gede bermalam. Suhu kadang mencapai 4ø C. Sejauh yang bisa dilacak, yang memelopori berkemah di sini adalah sekelompok mahasiswa UI sekitar 20 tahun lalu. Konon kelompok itu memang suka mencari daerah baru. Di Jawa Tengah, di Kabupaten Banyumas, pun ada Bumi Perkemahan Kendalisada. Di awal libur panjang ini telah bercokol di situ sekitar I000 siswa SLP dan SLA dari Kabupaten Banyumas sendiri. Dan mereka mengadakan acara bersama: cross country, melukis, atau hanya menyanyi-nyanyi. Yang agak merepotkan di areal perkemahan itu: air memang agak susah. Pihak PAM Banyumas terpaksa tiap hari mengirim dua kali air bersih dengan mobil pemadam kebakaran, kalau di situ banyak anak berkemah. Baik juga, bukan ? DI Jawa Timur, kawasan G. Bromo rupanya tetap jadi favorit. Sejak awal pekan lalu sudah bermunculan di sini tenda-tenda di tebing-tebing yang menghadap laut pasir -- tak hanya datang dari Jawa Timur tapi juga - dari Jawa Barat dan Tengah. Siapa yang mau merasakan pengalaman fantastis -- berkemah di lautan pasir di bekas kawah yang tinggi, di sela tebing-tebing padas seperti di film-film koboi (sambil menunggang kuda, memang) dalam udara yang sangat dingin, di sinilah tempatnya. Mereka yang lebih menyukai tempat-tempat "jinak", pusat-pusat rekreasi pun tak kurang jumlahnya. Di P. Bali misalnya. Menurut sejumlah biro perjalanan, sampai kini pariwisata ke Bali tetap yang terbesar. Di DKI Jakaru, ada Taman Mini Indonesia Indah. Ada Kebun Binatang Ragunan, ada Taman Impian Jaya Ancol, ada Monumen Nasional, beragam museum atau Planetarium yang terletak di kawasan Taman Ismail Marzuki -- kompleks kesenian termaju dan terlengkap di Indonesia. Yang unik barangkali memang Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), terutama Gelanggang Samuderanya. Dengan karcis Rp 150 di hari biasa dan Rp 250 di hari libur -- setelah membayar karcis masuk TIJA sendiri Rp 200 di hari biasa dan Rp 300 di hari libur --berjenis hewan laut bisa disaksikan. Bisa langsung dilihat kerangka ikan paus sepanjang 15 m. Masuk ke akuarium air tawar, berjenis ikan tak bisa dihitung-dari ikan lele putih sampai ikan ganas Piranha. Di akuarium air laut, anda boleh menguji pengetahuan anda. Ikan pisau-pisau, bulu babi, ikan pari, tahu semua? Serombongan anak sekolah di bawah seorang guru yang berpengetahuan luas tentang jenis ikan, tentu akan sangat asyik di Gelanggang Samudera ini. Bahkan yang berpengetahuan minim pasti tertarik melihat warna-warni dan beragam gaya ikan berenang -- walaupun gaya berenang itu umumnya sama saja: gaya miring, tak ada gaya dada atau punggung. Kecuali ikan mati. Dan itu baru satu bagian saja dari yang bisa dilihat di Ancol. Memang, sebagaimana menonton museum, dengan latar belakang pengetahuan yang cukup tentulah benda-benda yang dilihat akan lebih berbicara -- dan bukan benda mati -- yang menjadi istimewa hanya karena umurnya yang tua. Dan agaknya hal itulah yang masih bisa lebih diperhatikan para penyelenggara, juga para guru IPS -- istimewa yang menyangkut pengetahuan sejarah. Buktinya, satu pameran benda-benda purbakala yang baru-baru ini diadakan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, di Kudus, sepi dari pengunjung. Benda-benda itu memang hanya cawan, tempat sirih, atau arca batu yang tinggal kepala. Libur ternyata merupakan hari-hari belajar juga -- hanya tanpa buku sekolah, -- tanpa guru yang siap memberi angka merah, tanpa PR. Belajar kepada hutan, gunung, laut. Belajar kepada sejarah, dan kepada khazanah budaya kita sendiri. Itu semua kalau mau. Kalau bukan hanya pengin ramai-ramai dan berbuat mubazir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus