Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Gembira, Tanpa Ke Mana-Mana

Masa libur memang tak harus berarti tamasya. juga belum tentu hari-hari yang santai. kegiatan anak-anak sekolah dalam menggunakan libur panjang.(pdk)

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Gembira, Tanpa Ke Mana-Mana
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MASA libur memang tak harus berarti tamasya. Juga belum tentu hari-hari yang santai. "Kalau sekarang santai, bisa idak beli baju di hari lebaran nanti," kara Su'udi, siswa SMP Negeri di Gresik, Jawa Timur. Toh anak kelima seorang tukang reparasi jam ini menyambut liburan panjang dengan kegembiraan pula -- dari jenis yang lain. Libur baginya berarti Rp 1000 sehari -- tabungan buat Idul fitri awal Agustus nanti. Bagi Su'udi, itu bukan beban. Di hari sekolah biasa pun ia memanfaatkan sela-sela waktu dengan memburuh pada seorang pengrajin sepatu. Kebetulan desanya gudang pengrajin sepatu, memang -- tak kurang dari 150 rumah, di Tambak Yosowilangun (Gresik) itu. Sudah sejak kelas IV SD, anak yang harus berdikari ini mampu membiayai hidupnya sendiri -- termasuk beli buku dan baju. Bahkan menurut orang tuanya sudah beberapa tahun belakangan ini tiap bulan Su'udi membantu dapur rumahnya dengan Rp 5 ribu. Di hari sekolah, ia bisa memperoleh Rp 500 sehari. Di hari libur dua kali lipat "Meski saya memburuh membuat sepatu," kata anak yang tak pernah menonton bioskop ini, "saya tak pernah membuat sepatu untuk saya sendiri." la seperti sedang berteka-teki. Lalu dijawabnya sendiri: "Habis, sepatu yang saya bikin sepatu anak-anak, oom!" dan meledaklah tawanya. Ia memang kelihatan bahagia. Di Jawa Tengah, di Kota Purwokerto, bisa juga ditemui Putro Agung Widodo yang juga tak sempat menikmati "udara sejuk pegunungan" atau "segarnya angin laut" di hari libur panjang. Agung, yang populer di kalangan penumpang angkutan kota, lebih suka memanfaatkan liburnya dengan menjadi kenek. Paling tidak Rp 500 ia bawa pulang. Di hari sekolah biasa ia juga kadang-kadang memengenek diri -- "kalau tak banyak PR dan tak ada ulangan," katanya. Menurut ayahnya, anaknya kedua itu memang tak pernah minta uang. Segala kebutuhan sekolah dicukupinya sendiri. "Saya biarkan saja," tutur pegawai Pemda Kabupaten Banyumas ini. "Biar tahu susahnya mencari nafkah -- asal sekolahnya tak dilalaikan." Dan Agung sendiri rupanya menyimpan sesuatu. Ia ingin menjadi insinyur yang bisa membuat mobil. "Saya suka nongkrong di bengkel kalau sedang ada mobil yang dibongkar," katanya, bangga. Selalu, di zaman kapan pun, ada yang terpaksa tak menikmati masa kanak-kanak, atau masa remajanya menurut ukuran yang dibayangkan orang-orang kaya. Tapi mereka yang dari kalangan berada pun tak semuanya mengalir ke tempat rekreasi. Lihat Kukuh Priambodo, yang tahun ini naik ke kelas III SMP St. Aloysus, Bandung. Ia sedang sibuk di Balai Penelitian Keramik. "Kepingin tahu saja, bagaimana membuat barang keramik," katanya. Anak seorang insinyur kimia ini rupanya memang suka mengutak-atik hal-hal yang menarik minatnya. Tahun depan, ia mempunyai rencana, akan mempelajari kerajinan kulit di Yogya. Ada pula yang menggunakan libur untuk melalap bacaan apa saja, termasuk suratkabar yang dilanggan bapaknya. Itulah Ulfah, siswi SMA Al Azhar, Jakarta. "Kalau tak membaca, ya nonton tv atau membantu ibu di rumah. 'Kan lebih bermanfaat?" kata cewek manis ini sambil tersenyum. Sebenarnya ia pun termasuk pencinta alam indah. Tapi keluarganya yang begitu ketat beragama rupanya tak mengizinkannya berpariwisata beserta teman-temannya. Dan di Ujungpandang, bagai sebuah cerita silat, seorang pelajar SMAN 1, pulang kampung untuk menguji ilmu silatnya. Ia melawan Ambo Sani, pendekar di kampung kelahirannya. Ia Tahang Dawe, pelajar itu, adalah anggota Tapak Suci -- aliran silat model pesantren (dan sekarang kalangan pemuda Muhammadiyah) yang lumayan besar organisasinya, tersebar luas di seantero tanah air. Ia pulang ke Sereang, di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan itu tak sendirian. Dua bersaudara anggota Tapak Suci pula, yang masih duduk di bangku SMP, menyertainya dengan maksud yang sama. Toh cepat-cepat La Tahang bertutur: "Bukannya kami mau menyombongkan diri. Tapi ke Ambo Sani kami bermaksud menyerap ilmunya pula!" Ya, dah. Banyak berjalan banyak yang dilihat. Tapi bak seorang pertama yang hanya duduk diam di satu tempat, mengumpulkan "kekuatan alam" dalam dirinya, mereka yang tak beranjak dari kotanya pun bisa juga mendapat banyak di hari libur ini -- asal memang mau melakukan sesuatu kegiatan yang berbeda dari kesibukan sekolah, dan dengan begitu menduduki fungsi penyegaran, itulah tentunya acara liburan yang ideal. Bukan hanya tamasya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus