MASA libur memang tak harus berarti tamasya. Juga belum tentu
hari-hari yang santai. "Kalau sekarang santai, bisa idak beli
baju di hari lebaran nanti," kara Su'udi, siswa SMP Negeri di
Gresik, Jawa Timur.
Toh anak kelima seorang tukang reparasi jam ini menyambut
liburan panjang dengan kegembiraan pula -- dari jenis yang lain.
Libur baginya berarti Rp 1000 sehari -- tabungan buat Idul fitri
awal Agustus nanti.
Bagi Su'udi, itu bukan beban. Di hari sekolah biasa pun ia
memanfaatkan sela-sela waktu dengan memburuh pada seorang
pengrajin sepatu. Kebetulan desanya gudang pengrajin sepatu,
memang -- tak kurang dari 150 rumah, di Tambak Yosowilangun
(Gresik) itu.
Sudah sejak kelas IV SD, anak yang harus berdikari ini mampu
membiayai hidupnya sendiri -- termasuk beli buku dan baju.
Bahkan menurut orang tuanya sudah beberapa tahun belakangan ini
tiap bulan Su'udi membantu dapur rumahnya dengan Rp 5 ribu. Di
hari sekolah, ia bisa memperoleh Rp 500 sehari. Di hari libur
dua kali lipat
"Meski saya memburuh membuat sepatu," kata anak yang tak pernah
menonton bioskop ini, "saya tak pernah membuat sepatu untuk saya
sendiri." la seperti sedang berteka-teki. Lalu dijawabnya
sendiri: "Habis, sepatu yang saya bikin sepatu anak-anak, oom!"
dan meledaklah tawanya. Ia memang kelihatan bahagia.
Di Jawa Tengah, di Kota Purwokerto, bisa juga ditemui Putro
Agung Widodo yang juga tak sempat menikmati "udara sejuk
pegunungan" atau "segarnya angin laut" di hari libur panjang.
Agung, yang populer di kalangan penumpang angkutan kota, lebih
suka memanfaatkan liburnya dengan menjadi kenek. Paling tidak Rp
500 ia bawa pulang. Di hari sekolah biasa ia juga
kadang-kadang memengenek diri -- "kalau tak banyak PR dan tak
ada ulangan," katanya.
Menurut ayahnya, anaknya kedua itu memang tak pernah minta uang.
Segala kebutuhan sekolah dicukupinya sendiri. "Saya biarkan
saja," tutur pegawai Pemda Kabupaten Banyumas ini. "Biar tahu
susahnya mencari nafkah -- asal sekolahnya tak dilalaikan."
Dan Agung sendiri rupanya menyimpan sesuatu. Ia ingin menjadi
insinyur yang bisa membuat mobil. "Saya suka nongkrong di
bengkel kalau sedang ada mobil yang dibongkar," katanya, bangga.
Selalu, di zaman kapan pun, ada yang terpaksa tak menikmati masa
kanak-kanak, atau masa remajanya menurut ukuran yang dibayangkan
orang-orang kaya.
Tapi mereka yang dari kalangan berada pun tak semuanya mengalir
ke tempat rekreasi. Lihat Kukuh Priambodo, yang tahun ini naik
ke kelas III SMP St. Aloysus, Bandung. Ia sedang sibuk di Balai
Penelitian Keramik. "Kepingin tahu saja, bagaimana membuat
barang keramik," katanya. Anak seorang insinyur kimia ini
rupanya memang suka mengutak-atik hal-hal yang menarik minatnya.
Tahun depan, ia mempunyai rencana, akan mempelajari kerajinan
kulit di Yogya.
Ada pula yang menggunakan libur untuk melalap bacaan apa saja,
termasuk suratkabar yang dilanggan bapaknya. Itulah Ulfah, siswi
SMA Al Azhar, Jakarta. "Kalau tak membaca, ya nonton tv atau
membantu ibu di rumah. 'Kan lebih bermanfaat?" kata cewek manis
ini sambil tersenyum. Sebenarnya ia pun termasuk pencinta alam
indah. Tapi keluarganya yang begitu ketat beragama rupanya tak
mengizinkannya berpariwisata beserta teman-temannya.
Dan di Ujungpandang, bagai sebuah cerita silat, seorang pelajar
SMAN 1, pulang kampung untuk menguji ilmu silatnya. Ia melawan
Ambo Sani, pendekar di kampung kelahirannya. Ia Tahang Dawe,
pelajar itu, adalah anggota Tapak Suci -- aliran silat model
pesantren (dan sekarang kalangan pemuda Muhammadiyah) yang
lumayan besar organisasinya, tersebar luas di seantero tanah
air. Ia pulang ke Sereang, di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan
itu tak sendirian. Dua bersaudara anggota Tapak Suci pula, yang
masih duduk di bangku SMP, menyertainya dengan maksud yang sama.
Toh cepat-cepat La Tahang bertutur: "Bukannya kami mau
menyombongkan diri. Tapi ke Ambo Sani kami bermaksud menyerap
ilmunya pula!" Ya, dah.
Banyak berjalan banyak yang dilihat. Tapi bak seorang pertama
yang hanya duduk diam di satu tempat, mengumpulkan "kekuatan
alam" dalam dirinya, mereka yang tak beranjak dari kotanya pun
bisa juga mendapat banyak di hari libur ini -- asal memang mau
melakukan sesuatu kegiatan yang berbeda dari kesibukan sekolah,
dan dengan begitu menduduki fungsi penyegaran, itulah tentunya
acara liburan yang ideal. Bukan hanya tamasya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini