Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kempiskan PPP

Ppp dibuat oleng oleh bekas pendukungnya sendiri. banyak tokoh nu menganjurkan agar dalam pemilu 1987, warga nu mencoblos golkar atau pdi. kubu ppp tak gentar menghadapi gerakan itu.

7 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PPP kini sedang dibuat oleng, oleh bekas pendukungnya sendiri. Di Jawa Tengah, misalnya, setidaknya ada lima nama besar yang sudah giat mengaduk-aduk PPP: Dr. Ahmad Bukhari Masruri (Ketua NU Jawa Tengah), Drs. Imron Abu Amar, K.H. Hamid Baidlowi, K.H. Ahdlo'i, dan Muchlisin. Dalam beberapa bulan terakhir, kelima tokoh NU itu telah keliling ke berbagai daerah untuk berkampanye "menggemboskan PPP". "Kami memang siap menjadi kapal keruk. Orang PPP kini semakin kasar," kata Imron Abu Amar, Katib Syuriah NU Jawa Tengah yang sehari-hari menjadi dosen IAIN Walisanga, Semarang, kepada TEMPO. Bagi Imron keputusan NU untuk kembali ke khittah 1926 tak bisa ditafsirkan kecuali, "Warga NU harus sama sekali lepas dari keterikatannya dengan PPI." Imron merasa usahanya banyak mendapat dukungan. Pengunjung pengajian, ceramah, atau pertemuan yang diadakan di berbagai daerah bukan hanya massa NU. Pejabat setempat seperti bupati atau camat selalu menyempatkan diri untuk hadir "Respons mereka baik," kata tokoh yang ditunjuk sebagai kordinator "kapal keruk" ini. Respons positif itu muncul, mungkin karena Imron menganjurkan agar dalam Pemilu April nanti, warga NU mencoblos Golkar. Penggembosan di Jawa Timur tak kalah galak. Banyak ulama NU yang, secara bergerilya atau terang-terangan mencoba mengganjal PPP. Kata H.M. Sohib, Wakil Ketua GP Anor Jawa Timur, "Bukan NU yang keluar dari PPP. Tapi PPP yang mencelat -- terlempar -- dari NU. Biarlah dia tahu rasa. Biar jadi bonsai!" Di hadapan ribuan warga NU Bangil, pekan lalu K.H. Abdul Hamid Baidilowi, 49, ikut bicara berapi-api. "PPP bukan lagi partai Islam, pimpinannya juga ruwet. Coblos saja PDI atau Golkar!" serunya yang disambut massa dengan tepuk tangan riuh. K.H. A. Hamid, yang resminya menjabat Syuriah NU Jawa Tengah. dalam kunjungannya ke Madura dan berapa kota lain selalu mendapat sambutan luas. Di Jawa Timur ia memang cukup disegani. Banyak ulama di sini yang dulu adalah murid ayahandanya, K.H. Baidlowi. Kiai ini kerabat K.H. Hamid di Pasuruan (almarhum), yang di kalangan NU dikenal dengan sebutan wali Allah. Acara mengempiskan PPP, bagi H. Mahbub Djunaidi, Wakil Ketua PB NU, wajar saja. "PPP sudah keterlaluan, karena sudah tidak lagi menjalankan aspek-aspek Organisasi. Tingkah pimpinannya sangat merendahkan NU," katanya. Ia menyebut contoh sikap PPP terhadap Zamroni, yang meski duduk sebagai orang kedua di PB PPP, ternyata, tak dicantumkan dalam daftar calon anggota DPR. "Kalau sekarang NU berniat ngempesin PPP, ya harap maklum. Habis, kesel, sih," Mahbub tertawa. Istilah pengempisan sebenarnya bukan hal baru dalam Pemilu 1977 lalu, kata Mahbub cendekiawan Islam Nurcholish Madjid giat berkampanye untuk PPP. Tujuannya agar dalam pengumpulan suara tidak terjadi kesenjangan yng mencolok antara PPP dan Golkar. Nurcholich ketika itu memakai istilah "memompa". Nah, karena kini PPP berubah "Ya, di-kempesin saja." Kubu PPP tak gentar menghadapi gerakan itu. Bagi Karmani, S.H., Ketua PPP Jawa Tengah, Imron, dan kawan-kawan bukanlah mubalig yang berpengaruh benar. "Masyarakat sudah tahu peranan Imron dan apa tujuannya. Kami tidak grogi sedikit pun. Tak ada selembar bulu pun yang rontok," katanya. Memang ada kabar burung bahwa Imron dan kawan-kawan berdakwah hanya karena telah menerima Rp 20 juta dari sementara pejabat, ingin naik haji gratis, dan mengincar jabatan tertentu. Imron membantah keras. Ahadin Mintaroem, Sekretaris PPP Jawa Timur, juga menganggap enteng gerakan pengempisan yang dilancarkan NU. Penggembosan, kata Ahadin, justru akan membuat warga PPP jadi semakin mengkristal. Satu hal lagi: Kiai Amin Imron dari Bangkalan, yang tak lain cucu K.H. Kholil, kini tetap setia di PPP. Namanya masuk dalam DCT. Padahal, kata Ahadin, "Para kiai di Jawa Timur dulu adalah murid-murid Kiai Kholil. Sur, Laporan Choirul Anam, Bandelan Amaruddin, dan Aji Abdul Gofar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus