Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sekali safari empat kampus ...

Safari ketua umum dpp golkar, sudharmono di 4 kampus: unpad, undip, ikip semarang dan ikip yogyakarta, dianggap mempolitisir kampus oleh banyak pihak tapi golkar tidak akan menggunakan kampus.

7 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAFARI Ketua Umum DPP Golkar Sudharmono pekan lalu itu sungguh istimewa. Empat hari berturut-turut melanglang empat provinsi: Ja-Bar, Ja-Teng DIY, dan Ja-Tim. Safari-safari sebelumnya, yang dilakukan sejak 1985, biasanya dilakukan pada akhir pekan. Acara tatap muka lazimnya hanya dihadiri warga beringin setempat. Pekan lalu, sasaran utamanya mahasiswa dari empat kampus: Unpad, Undip, IKIP Semarang, dan IKIP Yogyakarta. Bisa dimaklumi bila pertanyaan yang muncul kemudian lebih ceplas-ceplos dan blak-blakan. Seperti yang terjadi di aula Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Rabu malam pekan lalu. Di aula yang terang-benderang dan dipadati sekitar 2.000 orang itu mencuat sebuah pertanyaan. "Apakah pencalonan istri-istri pejabat sebagai calon anggota lembaga legislatif tidak akan mengganggu ?" Sang Ketua Umum Golkar dengan kalem menjawab, "Mengganggu siapa? Yang dicalonkan itu bukan pejabatnya tetapi orangnya. Misalnya, kalau Pak Yuyun dicalonkan, bukan sebagai rektor. Tetapi sebagai pribadi. Dan itu tak ada larangan, selama yang bersangkutan bersedia." Yuyun Wirasasmita, Rektor Unpad, memang termasuk daftar calon nomor 10 Golkar untuk daerah pemilihan Ja-Bar. Berceramah tanpa teks selama hampir tiga jam, Sudharmono menguraikan "Pemilu sebagai Mekanisme Demokrasi Pancasila". Ia menyinggung sistem distrik buat pemilu, yang dianggapnya perlu dikaji lebih mendalam -- sebelum bisa mengatakan sistem mana yang baik dalam perkembangan demokrasi Pancasila. "Salah satu alasan tidak diterapkannya sistem distrik di Indonesia adalah soal keadilan dari aspek jumlah penduduk per daerah. Alasan ideal tidak diterapkannya sistem ini adalah karena negara kita berwujud kesatuan," ujarnya. Sudharmono juga memaparkan keberhasilan Golkar dari pemilu ke pemilu. Hasil Pemilu 1982, menurut Sudharmono, membuktikan kepercayaan kepada Golkar semakin besar, yang akhirnya berhasil membuat keputusan politik penting. Yaitu diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas. "Saya tahu, karena saya 'kan ketua Golkar," ujarnya. Hadirin, yang sebagian besar memakai jaket abu-abu Unpad, bertepuk riuh. Beberapa suitan panjang terdengar. Tetapi kehadiran Ketua Umum Golkar di universitas itu dianggap banyak mahasiswa sudah mempolitisir kampus. Padahal, sejak sembilan tahun silam, semua bentuk kegiatan politik praktis dilarang di perguruan tinggi. Apalagi kehadiran warga kampus, seperti yang terjadi di Unpad, itu diwajibkan. Bahkan diharuskan mengisi tanda hadir. "Waktu seminar pemalsuan skripsi kami tak boleh hadir. Tetapi untuk ceramah politik ini kok diwajibkan," ujar seorang mahasiswa. Kekurangsetujuan mahasiswa akhirnya tercetus di Undip, Semarang, Sabtu malam lalu, ketika mereka menilai kedatangan Sudharmono telah membawa politik ke kampus. Mensesneg agaknya mafhum akan reaksi yang timbul. Dengan senyum, ia menguraikan hak dan bahkan keharusan warga negara sejak usia 17 tahun untuk mengetahui perkembangan politik nasional. "Yang tidak boleh adalah menggunakan kampus sebagai wadah perjuangan politik praktis," katanya. Karena itu, "Golkar tidak akan membentuk mahasiswa Golkar di universitas." Menurut Sudharmono, wajar bila mahasiswa ingin mengetahui kekuatan politik yang ada. Bahkan menurut dia, setiap warga negara, sejak berumur 17 tahun, diperbolehkan menjadi anggota salah satu kekuatan sosial politik. "Saya Golkar, saya senang bila banyak mahasiswa masuk Golkar. Tetapi saya tidak akan menggunakan kampus ini untuk perjuangan Golkar," ujarnya. Hingga kini, kampus memang bebas politik. Tetapi suara anak-anak muda -- termasuk penghuni perguruan tinggi -- jelas akan menjadi banyak tumpuan kontestan mana pun. Pada pemilu besok, lebih dari 34 persen dari 97 juta pemilih terdiri dari kaum muda. Dengan sendirinya, simpati mereka perlu diperebutkan. Terlebih bagi Golkar, yang sudah menargetkan agar 70 persen dari jumlah suara bisa berlindung di bawah beringin. A. Luqman, Laporan biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus