SIAPA wakil rakyat yang akan duduk di DPR periode 1987-1992, kini kian jelas tergambar. Rabu pekan lalu, Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) telah mengumumkan Daftar Calon Tetap (DCT) kepada khalayak. Total, calon wakil rakyat dari 27 provinsi itu berjumlah 2.065 orang (PPP 750, Golkar 791, PDI 524). Dibanding Daftar Calon Sementara (DCS) yang jumlahnya 2.088, berarti ada pengurangan 23 nama. Golkar "kehilangan" satu nama, sedang PPP dan PDI masing-masing 11. Nama yang menghilang dari Golkar tak lain Endang Rusma, Letkol AD (pur), calon urutan ke-62 dari Jawa Barat. Endang dulu pernah menjabat sebagai Komandan Kodim di Garut dan Kepala Penerangan Kodam Siliwangi. Sejak semula, Endang, 62, mengaku tak berniat duduk di badan Legislatif. Ia menganggap nama-nama yang dicalonkan sebagai anggota DPR umumnya punya kharisma yang lebih hebat darinya. Karena itu, ia mengundurkan diri. "Saya ingin lebih memusatkan perhatian pada organisasi Golkar," tuturnya. Di DPD Golkar Jawa Barat ia kini menjadi sekretaris. K.H. Syansuri Badawy lain ceritanya. Orang nomor dua di pesantren Tebuireng ini tetap tercantum dalam urutan pertama calon DPR dari Jawa Timur. Itu berarti ia mengabaikan larangan PB NU bagi pengurus harian NU untuk tidak mencalonkan diri. "Sudah berkali-kali saya tegaskan bahwa saya tetap orang PPP," kata kiai berusia 68 tahun tersebut. Yang agak mengejutkan, nama Fachrurrazi, 50, ternyata tetap muncul. Ia tetap tak bergeming dan urutan nomor 7 -- ini nomor jadi -- untuk daerah pemilihan Jawa Tengah. Orang kepercayaan Naro ini pernah santer diberitakan telah mengeluarkan surat dengan kop, setempel, dan tanda tangan Menteri Sosial yang dipalsukan, hingga bisa mengantungi uang Rp 360 juta. Perbuatan itu telah dilaporkan pihak Departemen Sosial kepada pimpinan DPR. Pimpinan DPR/ MPR Amirmachmud pun, pada Januari lalu, telah mengadukan hal itu kepada Presiden. Fachrur dinilai telah melakukan tindakan tercela, merusakkan citra dan melanggar sumpah sebagai anggota DPR. Kalau begitu, seberapa berartikah surat-surat tanggapan dari masyarakat terhadap para calon? Selain yang memberi dukungan bagi calon tertentu, banyak meminta agar nama sejumlah calon dicoret saja. Selain alasan politis, seperti soal "bersih lingkungan", banyak yang melaporkan tentang moralitas si calon. Fachrur tentunya termasuk yang dipersoalkan dari segi moral. Nyatanya, meski ada pengaduan dari instansi resmi, dan bahkan dari pimpinan lembaga tertinggi negara, namanya tetap tak tergoyahkan. Menurut Dirjen Sosial Politik Departemen Dalam Negeri, Hari Sugiman, tidak benar bahwa surat tanggapan yang masuk hanya dianggap angin lalu. Setelah dibaca surat-surat itu diberikan kepada DPP masing-masing dan diadakan diskusi. Dan, seperti pernah dikatakan Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, UU Pemilu tak mengatur soal moral. Meski begitu, pihak PPI kabarnya telah menyatakan keberatan bila nama Fachrurrazi dicantumkan dalam DCT. Namun, pihak DPP PPP membelanya mati-matian. Menurut H.J. Naro, Ketua DPP PPP pihaknya menganut asas praduga tak bersalah. Benar tidaknya tuduhan terhadap Fachrur harus dibuktikan terlebih dahulu oleh pengadilan. "Bila ia atau Sekjen PPP, atau siapa pun, terbukti bersalah, pasti akan ditindak," kata Naro kepada TEMPO, sesaat setelah penandatanganan DCT di Departemen Dalam Negeri, dua pekan lampau. Di Jawa Tengah, DCT untuk DPRD tercatat 397 (159 Golkar 124 PPP, 114 PDI). Dibanding DCS, calon dari PPP dan Golkar tak ada perubahan. Yang berkurang adalah dari PDI, sebanyak 5 orang. Sumario, Ketua DPD PDI Jawa Tengah, mengakui bahwa kelima nama yang tak masuk DCT, "Antara lain karena ada surat tanggapan negatif dari masyarakat." Sumario tak hendak menyebut "dosa" apa yang dilakukan calon hingga namanya dicoret. Tapi, nama Soetardjo, 35, jelas tergusur dari DCT anggota DPRD Pekalongan karena ia dianggap kecanduan Porkas. "Setelah kami teliti, laporan dari masyarakat ternyata betul. Janggal bila ia kelak menjadi wakil rakyat," ujar Setyadji, Ketua DPC PDI Kota Madya Pekalongan, Jawa Tengah. Di Jawa Timur, seorang calon dari PPP dan dua dari PDI menghilang, sementara Golkar tak ada perubahan. Tak tercantumnya nama mereka dalam DCT untuk DPRD, bukan karena aib. Ir. Ratna Zulaichah, calon di urutan ke-85 dari PPP, menghilang karena ia pindah domisili ke Jakarta." Alasan itu berbeda dengan calon dari PDI yang tak masuk dalam DCT. S. Ramelan, 59, calon nomor 6, memang tak mungkin menjadi anggota legislatif. Ayah 8 anak yang dulu aktif di IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) ini menjelang Natal 1986 lalu telah meninggal. Bagi NU, diumumkannya DCT berarti tanda bakal terbitnya SK "pemecatan" besar-besaran. Sesuai dengan keputusan PB NU, pengurus NU yang dicalonkan sebagai anggota DPR oleh salah satu kontestan memang harus meletakkan jabatannya. Belum diketahui persis berapa banyak yang akan dinonaktifkan. Khusus di PB NU tercatat ada 3 yaitu K.H. Hamid Wijaya, Ahmad Gazali Masruri, dan Ahmad Bagja. Dari daerah? "Untuk sementara ini kami belum mendapat laporan," kata H.M. Anwar Nuris, Sekjen PB NU. Khusus Jawa Timur, pengurus NU yang pasti "dicopot" ada 134 orang. K.H. Syansuri Badawy termasuk yang akan dinonaktifkan dari Pesantren Tebuireng. Jabatannya yang lepas adalah sebagai pengurus pondok. Dia sendiri tampaknya akan tetap di Tebuireng sebagai pengajar kitab kuning. Pimpinan Tebuireng, K.H. Jusuf Hasjim, memang menyatakan bahwa guru mengaji tak terkena peraturan harus dicopot. Tidak dicopotnya nama Fachrurrazi dari DCT membuat Amirmachmud masih penasaran. Sampai pekan ini, memang belum ada jawaban dari Presiden atas surat yang tempo hari dia kirimkan. Hanya, "Saya yakin Fachrur itu betul-betul menipu, karena yang melaporkan adalah pihak Departemen Sosial. Kalau yang bersangkutan bilang tidak nipu? boleh caja katanya kepada TEMPO. Fachrur sendiri merasa bersyukur namanya tak tergusur. "Sebagai orang beriman, saya menyerahkan segalanya pada Yang di Atas. Biarlah difitnah, saya tetap pasrah," katanya. Surasono, Laporan biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini