Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pemberian pangkat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sepenuhnya mengacu pada Undang-Undang No. 20 tahun 2009. Di UU itu, kata Fahmi, ada istilah pengangkatan atau kenaikan pangkat istimewa, bukan kehormatan seperti yang disebutkan media massa.
"Nah kenaikan pangkat istimewa atau pengangkatan pangkat istimewa itu adalah hak yang menyertai pemberian bintang jasa oleh negara," kata dia dalam pernyataan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 26 Februari 2024.
Menurutnya Prabowo adalah pemegang empat tanda kehormatan bintang militer utama. Yaitu Bintang Yuda Dharma Utama, Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swa Buwana Paksa Utama. Sehingga, ujar Fahmi, penganugerahan empat tanda kehormatan bintang militer utama pada Prabowo ini sudah cukup sebagai dasar pemberian pangkat istimewa sesuai ketentuan UU No. 20 tahun 2009.
Fahmi menuturkan penyebutan pemberian pangkat kehormatan pada Prabowo seperti yang dinarasikan banyak media tidak tepat dan bisa menimbulkan persepsi yang keliru. Pangkat kehormatan sudah tidak dikenal dalam UU No. 34 tahun 2004.
Kemudian PP No. 39 tahun 2010 yang mengatur tentang administrasi prajurit TNI sebagai turunan dari UU No. 34 tahun 2004 juga sudah membatalkan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya yang berkaitan dengan administrasi prajurit.
"Penyebutan atau istilah kenaikan pangkat kehormatan atau pemberian pangkat kehormatan tidak tepat. Itu adalah penganugerahan pangkat istimewa sebagai Jenderal bintang 4 atau jenderal penuh,” ucapnya.
Sebenarnya, kata Fahmi, tanpa pangkat istimewa ini pun Prabowo akan menjadi panglima tertinggi dengan posisinya nanti sebagai presiden. Namun, dengan latar belakang militer, patut dan wajar saja Prabowo menyandang pangkat jenderal bintang 4 supaya sebagai panglima tertinggi TNI itu paripurna.
Apalagi berdasarkan ketentuan perundangan, saat ini Prabowo memiliki hak dan sudah memenuhi syarat untuk mendapatkannya mengingat jasanya untuk TNI, pemerintah dan negara, sebagaimana syarat khusus penerima tanda kehormatan Bintang Yuda Dharma Utama.
Ihwal apakah Presiden Jokowi pantas memberikan pangkat Istimewa itu, menurut Fahmi layak dilakukan. Alasannya, berdasarkan UU, Prabowo memang punya hak dan memenuhi syarat. Bahkan jika mengacu pada penganugerahan tanda kehormatan bintang militer utama (Bintang Yuda Dharma Utama dll) yang dilakukan pada 2022, mestinya penganugerahan pangkat istimewa itu sudah bisa dilakukan pada tahun itu juga.
Mengenai Prabowo tercatat pernah diberhentikan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) namun saat ini malah mendapat tanda kehormatan, menurut Fahmi harus diingat bahwa semua prajurit yang memasuki masa pensiun atau harus mengakhiri dinas keprajuritan karena kondisi tertentu (berhalangan tetap, dipecat dan lain-lain), pasti akan mendapatkan keputusan pemberhentian dari dinas keprajuritan sebagai bentuk pengakhiran.
Bentuknya ada dua: pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat. tidak pernah diberhentikan secara tidak hormat (pemecatan). "Faktanya, status Prabowo adalah diberhentikan dengan hormat. Karena itu dia juga tidak kehilangan hak dan kewajiban apapun yang berkaitan dengan statusnya sebagai prajurit TNI,” katanya,
Sedangkan soal pelanggaran HAM berat yang diduga dilakukan oleh Prabowo Fahmi melihat sejauh ini tidak ada fakta hukum dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan dan menghukum Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM Berat.
"Selama hal itu tidak ada, tentu saja dia tidak bisa disebut demikian dan asas praduga tidak bersalah juga berlaku untuk Prabowo,” ujar Fahmi.
Pilihan Editor: Hari Ini Pukul 09.40 Prabowo Dijadwalkan Menerima Kenaikan Pangkat Istimewa dari Jokowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini