Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejadian sporadis yang menghujam Kota Bandung pada 24 Maret 1946 lalu, mengakibatkan peristiwa Bandung Lautan Api. Hal ini ditengarai militer Indonesia bahkan warga sipil Kota Bandung tidak terima dengan ultimatum yang dikeluarkan oleh tentara Inggris dan sekutunya.
Isi ultimatum tersebut yaitu para militer Indonesia harus mengosongkan Kota Bandung dalam kurun waktu selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946 pukul 24.00 WIB, setelah itu masyarakat harus mundur sejauh 11 km dari titik nol kilometer. Kejadian ini diawali RAF (Royal Air Force) yang melayang-layang diatas langit Bandung dan melemparkan kertas-kertas yang berisi ultimatum tersebut.
Dengan adanya seruan tersebut, Sutan Sjahrir Perdana Menteri Indonesia kala itu—memerintahkan para militer untuk menuruti permintaan dari sekutu. Hal ini diungkapkan Sjahrir ketika dikunjungi Residen Ardiwanangun, Ketua KNI atau Komite Nasional Indonesia.
Melihat banyaknya kemarahan yang timbul akibat ultimatum tersebut, Sjahrir tak punya pilihan dan memberikan kewenangan seluruhnya kepada mereka apabila ingin membumi hanguskan Kota Bandung.
Baca: Sejarah Bandung Lautan Api Ternyata Belum Lengkap
Sepulangnya dari menjumpai Sjahrir, Residen Ardiwinangun melanjutkan pesan Sjahrir pada 22 Maret 1946. Bersamaan dengan pesan tersebut datang pula telegram dari MBT atau Markas Besar Tentara di Yogyakarta yang isinya perintah untuk mempertahankan Kota Bandung.
Sebelum pukul 24.00, 24 Maret 1946, Jenderal A.H Nasution sebagai Panglima Divisi I Siliwangi, memerintahkan semua pegawai dan warga sipil untuk mengungsi dan menjauh dari titik yang sudah ditentukan. Setelah itu ia memerintahkan tentara untuk membumi hanguskan gedung-gedung yang ada di kota Bandung.
Tidak hanya tentara, alih-alih mengungsi dari keadaan yang mencekam, warga juga melancarkan aksi dengan membumi hanguskan rumahnya masing-masing. Hal ini membuat sekutu tak berdaya dan tak punya harapan lagi untuk menduduki Kota Bandung.
Membumi hanguskan seluruh kota adalah teknik geriliya yang diusung Nasution, kelak teknik ini akan digunakan juga untuk menghadapi Agresi Belanda pada 1948.
Peristiwa revolusioner ini pada akhirnya menjadi salah satu sejarah yang sangat penting pasca kemerdekaan Indonesia. Dengan meletusnya peristiwa tersebut, banyak seniman-seniman Indonesia pada saat itu menjadikan Bandung Lautan Api sebagai inspirasi karyanya. Mulai dari sajak hingga lagu, dari Ismail Marzuki sampai W.S Rendra.
GERIN RIO PRANATA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini