Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Kenapa Ada THR Menjelang Lebaran? Begini Asal-usulnya

Atropolog Unair menjelaskan asal-usul tradisi THR menjelang Lebaran. Awalnya berupa hadiah dari para raja dan bangsawan.

1 April 2024 | 14.45 WIB

Ilustrasi pekerja menerima THR. Pexels
Perbesar
Ilustrasi pekerja menerima THR. Pexels

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tradisi pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) diyakini berasal dari Timur Tengah. Kebiasaan yang lekat dengan Hari Raya Idul Fitri itu diadopsi oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Lambat laun tradisi itu mendatangkan kebiasaan lainnya, yaitu penukaran uang lama menjadi uang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Antropolog Universitas Airlangga (Unair), Djoko Adi Prasetyo, menyebut THR sebagai salah satu bentuk akulturasi budaya yang berkembang di Indonesia. “Tradisi THR kemungkinan adalah pengejawantahan bentuk sedekah sesuai ajaran Islam,” katanya melalui keterangan resmi yang diterima Tempo pada Senin, 1 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Catatan sejarah mengenai Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16 hingga ke-18 juga menunjukkan adanya sejarah tradisi THR menjelang hari besar.  Para raja dan bangsawan terbiasa memberikan uang baru saat Idul Fitri sebagai hadiah kepada anak-anak para pengikutnya.

“Sebagai bentuk rasa syukur atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh,” kata Djoko

Budaya THR kemudian berkembang menjadi aturan resmi pada awal 1950, persisnya di era kabinet Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia dari Partai Masyumi. Salah satu program kerja yang diusung pemerintah saat itu adalah kesejahteraan para pegawai dan aparatur negara—kala itu disebut pamong pradja atau PNS. Ide pemberian tunjangan itu sempat mendapat pro dan kontra.

Skema THR Non Tunai

Menjelang Lebaran 2024, budaya THR terus berlanjut. Namun, metodenya juga semakin bervariasi. Di era digital, THR bisa diberikan secara non tunai, umumnya berupa saldo pada dompet digital.

Menurut Djoko, fenomena pemakaian uang elektronik untuk THR tidak akan melunturkan tradisi yang dibangun. Hingga saat ini, dia meneruskan, masyarakat masih mempertahankan tradisi pemberian uang baru sebagai simbol kasih sayang dan persaudaraan bagi keluarga dan kerabat. Namun, dia mengakui bahwa sebuah budaya tidak akan abadi tanpa dukungan masyarakay.

“Bila masyarakat pendukung budaya tersebut sudah tidak mendukung lagi, maka budaya itu akan terkikis dan bahkan musnah,” ujarnya.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus