Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul menilai rektor UI kurang tegas memberi sanksi terhadap polemik disertasi Bahlil Lahadalia. Setelah melakukan rapat bersama 4 organ UI pada 4 Maret 2025 lalu, rektor UI Heri Hermansyah hanya memutuskan Menteri ESDM itu memperbaiki disertasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Karena empat temuan ya, mulai dari konflik kepentingan, problem-problem integritas akademik lain yang sudah dipaparkan oleh DGB UI itu sudah membuktikan bahwa harus ada sanksi berat," kata Satria saat dihubungi Tempo pada Jumat, 7 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Satria mengatakan bahwa UI seharusnya berani mengambil keputusan dalam perkara ini dengan lebih tegas. Sebab, polemik disertasi Ketua Umum Golkar itu, kata Satria, juga akan menjadi batu uji bagi UI sebagai barometer perguruan tinggi di Indonesia dalam memberikan sanksi yang sesuai. "Ini menjadi batu uji ya bagi Universitas Indonesia sebagai barometer perguruan tinggi di Indonesia untuk memberikan sanksi yang proper atau sanksi yang tepat," kata dia.
Sementara itu, Satria berpendapat bahwa jika UI memberikan contoh yang tepat, kampus lain yang menghadapi polemik serupa, terutama terkait keterlibatan pejabat dan berbagai pelanggaran, akan lebih mudah menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sebelumnya, rektor UI telah mengambil keputusan terkait polemik disertasi Bahlil. Setelah melakukan rapat 4 organ, Heri hanya meminta Bahlil untuk memperbaiki disertasinya. Padahal, rekomendasi dari Dewan Guru Besar UI seharusnya disertasi tersebut dibatalkan dan ditulis ulang.
Dua guru besar Universitas Indonesia, yaitu Sulistyawati Irianto dan Manneke Budiman, kompak mengkritisi keputusan rektor Universitas Indonesia tersebut. Sulis, yang merupakan guru besar Fakultas Hukum UI, mengatakan bahwa disertasi Bahlil sudah melewati berbagai jenis sidang. Dengan demikian, ia menegaskan bahwa disertasi tersebut sudah tidak bisa direvisi.
"Harusnya enggak boleh direvisi. Di dunia universitas mana ada orang yang sudah sidang mempertahankan disertasinya terus direvisi?" kata dia saat dihubungi Tempo pada Jumat, 7 Maret 2025.
Sementara itu, Manneke Budiman, guru besar dari Fakultas Ilmu Budaya UI, berpendapat bahwa Bahlil harus menulis ulang disertasinya jika ingin dinyatakan lulus. Ia mengartikan keputusan rektor sebagai pembatalan disertasi dengan bahasa yang diperhalus.
"Redaksional keputusannya sangat terpoles dan diperhalus untuk menurunkan kesan bahwa BL dikenai sanksi, tetapi pada dasarnya sanksi tetap sanksi," kata dia saat dihubungi secara terpisah.
Manneke mengatakan jika Menteri ESDM menolak menulis ulang disertasinya, seharusnya Bahlil tidak dinyatakan lulus. Ia juga berpendapat jika polemik ini menimpa mahasiswa lain selain Bahlil, kemungkinan hukumannya akan lebih berat. Sebab, hukuman ini juga mempertimbangkan posisi Bahlil sebagai pejabat negara. "Itu konsekuensi logisnya. Ini sudah kelonggaran besar bagi BL, sebab jika kasus serupa terjadi pada mahasiswa lain, mungkin hukumannya bisa lebih berat. Bisa langsung dinyatakan gagal studi," kata Manneke.