BANYAK orang jatuh hati ketika mendengar kisah Hasanuddin Yusuf, 47 tahun, yang mengajar 13 tahun tanpa gaji. Tak kurang, Sekretaris Wapres Drs. Soesilo dan bekas penjabat Gubernur Riau Atar Sibero dibuatnya sibuk. Namun ternyata kisah guru SD itu berakhir tragis. 19 Desember lalu ia diberitahu bahwa dirinya sudah dipecat, berlaku surut sejak Maret 1974. Vonis pemecatan diteken oleh Drs. Halym Sjahrir, Asisten Umum Pemda Riau, 29 Maret 1981. Perlakuan itu dianggapnya sebagai lelucon. Maka tatkala ia dipanggil Kepala Dinas P & K Riau Arifin D -- untuk meneken SK pemecatan -- 19 Desember silam, seenaknya saja ia mencorat-coretkan tanda tangan. Karena tak sama dengan yang tertera pada SK pengangkatan, pada 28 Desember ia dipanggil lagi oleh Arifin. Hasanuddin mengaku berulah demikian karena yang tercantum di SK bukan dirinya. Tertulis: Hasanuddin kelahiran Sumatera Barat, bukan Hasanuddin Yusuf kelahiran di Palembang. "Lho, saya 'kan bukan orang Minang," katanya kepada TEMPO. Tapi Kepala Personalia Dinas P & K Riau Darwis Nasution tetap yakin bahwa Hasanuddin orang Palembang itulah yang dipecat. Kenapa begitu lama SK itu turun? "Dia menghilang, entah ke mana mau dicari," kata Darwis kepada TEMPO. Semula Hasanuddin, tamatan SGB, menjadi guru honorer di SD swasta, Yayasan Suku Terasing di Kuala Penaso pada 1966. Ia diterima sebagai pegawai honorer bulanan oleh Dinas P & K Riau pada 1968. Ia mengadukan nasibnya sejak gajinya disetop 1974 karena tidak punya Nomor Induk Pegawai (NIP). Terakhir Hasanuddin mengadu ke Tromol Pos 5000. Setelah diteliti, atas perintah dari kantor Wapres, ditemukan bahwa ia sudah dipecat tadi. Ia luput dari pendaftaran ulang 1974. Kini Hasanuddin mencoba mempersoalkan kejanggalan atas surat-surat mengenai dirinya. SK pemecatan, misalnya, disebutkan atas usul Kepala Dinas P & K Kabupaten Bengkalis bernama Manap (1974). Padahal waktu itu Kepala Dinas adalah Hasan. Manap baru bertugas pada 1976. Kisah sengsara pegawai negeri itu pun mengundang reaksi Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Waskito. "Saya akan usut," katanya kepada TEMPO, "kalau hanya karena tidak mendaftar ulang, saya bisa merem (menutup mata) saja merehabilitasikannya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini