Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senandung salawat badar tak mampu meredam perpecahan dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Seusai muktamar di Semarang pekan lalu, luka menganga terkuak dari salah satu partai terbesar di Indonesia itu. PKB menyusul tiga partai utama lain, yakni Golongan Karya, PDI Perjuangan, dan Partai Persatuan Pembangunan, yang terkoyak seusai kongres pemilihan ketua.
Lewat proses persidangan yang mudah dibaca, Muhaimin Iskandar terpilih sebagai ketua umum yang baru, hingga 2010 nanti. Dia mendampingi terpilihnya kembali Abdurrahman Wahid, sang paman, sebagai Ketua Dewan Syuro. Sebelum melejit ke puncak, Muhaimin adalah pelaksana harian sekretaris jenderal dan sekaligus ketua panitia Muktamar Semarang itu.
Terpilihnya Muhaimin dan Abdurrahman mengundang protes. Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf menilai hasil muktamar itu tidak sah. Keduanya, yang kini menjabat menteri di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, masih merasa sah sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal. Melukiskan kian merosotnya karisma mantan presiden Abdurrahman, protes juga datang dari kalangan kiai senior Nahdlatul Ulama, konstituen utama PKB, dan dari tokoh utama partai seperti Khofifah Indar Parawansa (salah satu menteri dalam kabinet Abdurrahman Wahid) serta Choirul Anam (Ketua Pengurus Wilayah Jawa Timur, kantong suara terpenting PKB).
Abdurrahman Wahid terpilih ketika muktamar masih dalam tahap awal dan tanpa proses pencalonan. Ada calon pesaing untuk jabatan Ketua Dewan Syuro itu sebenarnya, yakni Ma'ruf Amin, Rais Syuriah Nahdlatul Ulama. Ma'ruf siap berduet dengan Saifullah Yusuf, dan memperoleh dukungan kuat dari belasan kiai. Namun pasangan ini seperti layu sebelum berkembang.
Padahal Ma'ruf sempat dibaiat, atau disumpah, antara lain oleh dua kiai dari Jawa Tengah, Muhaiminan Gunardo dari Temanggung dan Abdurrachman Khudlori dari Magelang. Sebelum ini, keduanya dikenal loyal pada Abdurrahman Wahid. "Langkah ini bukan untuk menyingkirkan Gus Dur," kata Muhaiminan, "tapi menempatkan beliau pada posisi lebih tinggi dan terhormat."
Baiat itu tak mampu menghalangi terpilihnya kembali Abdurrahman Wahid. Dalam pertanggungjawabannya sehari sebelum pemilihan Ketua Dewan Syuro, pengurus pusat Partai secara eksplisit mengumumkan bahwa 29 dari 33 pengurus wilayah mendukung Abdurrahman. Seketika itu juga, pemimpin sidang, Misbach Hidayat, mengetukkan palu, mengambil keputusan dalam hitungan detik: Abdurrahman Wahid dinyatakan sah terpilih secara aklamasi.
Cara penetapan seperti itu segera diprotes Ketua Pengurus Wilayah PKB Jawa Timur, Choirul Anam. "Ini inkonstitusional," ujarnya. Namun Arifin Junaidi, ketua komisi pengarah muktamar, menyatakan penetapan itu sah. Dia menunjuk tata tertib rapat yang menyebut bahwa forum pleno muktamar adalah rapat tertinggi Partai untuk mengambil keputusan tanpa harus dihadiri cabang.
Menurut seorang sumber Tempo, teknik persidangan dengan metode aklamasi ini memang sengaja dilakukan agar jangan sampai Abdurrahman kalah. "Mereka tidak mau Gus Dur kehilangan muka, seperti sewaktu Muktamar NU di Solo dulu," kata sumber tadi. Dalam Muktamar NU di Solo beberapa bulan lalu, Abdurrahman gagal menjadi Ketua Umum NU, dikalahkan Hasyim Muzadi.
Kubu pasangan Ma'ruf-Saifullah mengaku optimistis menang jika ada pemilihan terbuka. Choirul Anam mengatakan, sebagian besar pengurus cabang mendukung mereka. "Dukungan kami 100 persen," katanya. Dari 463 suara yang diperebutkan, separuh lebih (255 suara) ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Rencananya, jika Ma'ruf menang, Abdurrahman tidak akan disingkirkan begitu saja, melainkan diposisikan sebagai Ketua Dewan Penasihat (mustasyar).
Sebelumnya, komisi muktamar yang membahas tata tertib pemilihan Ketua Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz juga sudah membuat keputusan yang menuai protes. Hadiah satu suara bagi dewan pengurus cabang dan wilayah yang mendapat lima kursi legislatif dihapus. Kini masing-masing hanya memiliki satu hak suara. Calon ketua umum juga harus didukung minimal 120 suara cabang dan 16 wilayah. Keputusan itu menguntungkan Muhaimin Iskandar, yang mendampingi Abdurrahman Wahid. "Keputusan itu sudah direkayasa," kata Anam.
Muhaimin juga terpilih bukan tanpa persaingan. Tapi semua pesaing akhirnya gugur atau mundur. Saifullah Yusuf, pesaing utamanya, mundur setelah Ma'ruf gagal dalam pencalonan Dewan Syuro. Lebih dari itu, Saifullah juga sulit menembus beberapa persyaratan. Abdurrahman Wahid memintanya mundur dari kursi Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Ketua Umum GP Ansor, sebuah organisasi kepemudaan NU. Saifullah juga baru tiga tahun bergabung dalam PKB, setelah sebelumnya masuk dalam lingkungan PDI Perjuangan milik Megawati Soekarnoputri. Padahal, untuk bisa dicalonkan, syarat minimal lima tahun menjadi anggota dan pengurus partai harus dipenuhi. "Jika saya terus maju, akan bertentangan dengan saran dan keputusan para kiai," ujarnya.
Setelah Saifullah mundur, pengurus wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah pun pamit. "Kami bersama beberapa wilayah dan 256 cabang menarik diri dari muktamar," kata Choirul Anam. Kandidat lain, Muhammad A.S. Hikam, yang juga bekas menteri di kabinet Abdurrahman Wahid, tak hanya mundur dari pencalonan, tapi juga mengajak muktamirin memboikot sidang. "Muktamar ini sudah cedera," katanya. "Banyak terjadi utak-atik aturan muktamar untuk mengegolkan ambisi pribadi."
Setelah Ali Masykur Musa juga mengikuti jejak, hanya tersisa Mahfud Md. sebagai pesaing Muhaimin Iskandar. Namun Mahfud dipastikan bakal kalah karena terganjal aturan minimal lima tahun menjadi pengurus PKB. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kubu Muhaimin dalam sidang pleno pemilihan.
Seusai pengambilan suara, kartu dihitung. Ternyata hanya ada 382 surat suara. Padahal, dalam daftar hadir ada 421 anggota Partai wilayah dan cabang yang membubuhkan tanda tangan. Nama Muhaimin muncul pertama saat dilakukan penghitungan suara. Namun nama Ali Masykur dan Saifullah tetap nongol.
Dalam putaran pertama, Muhaimin mengantongi 304 suara. Rivalnya, Ali Masykur, hanya mengantongi 27 suara, Saifullah 26 suara, Mahfud 2 suara, sedangkan 10 suara dinyatakan abstain. Sesuai dengan persyaratan, untuk maju ke putaran selanjutnya, calon harus didukung minimal 150 suara dan rekomendasi 12 pengurus wilayah. Maka Arifin Junaidi langsung menyatakan bahwa yang berhak maju hanya Muhaimin.
Setelah Muhaimin menyatakan sanggup menjadi ketua umum, Abdurrahman pun setuju. Karena hanya Muhaimin yang memenuhi syarat ke putaran selanjutnya, Arifin menawarkan kepada hadirin agar Muhaimin ditetapkan sebagai ketua umum secara aklamasi.
Namun sejumlah kiai senior menilai muktamar ini telah menyimpang. Keesokan harinya mereka memerintahkan Alwi Shihab dan Saifullah menggelar muktamar sendiri. "Yang diinginkan para kiai, muktamar berjalan menurut aturan," kata Kiai Warsun Munawar dari Pesantren Krapyak, Yogyakarta, kepada Saiful Amin dari Tempo. "Tapi nyatanya aturan itu telah dilanggar."
Perintah itu tertuang dalam pernyataan sikap 11 kiai yang dibacakan Mas Subadar dari Pasuruan, Jawa Timur. Pernyataan itu ditandatangani sejumlah kiai yang selama ini terkenal mendukung Abdurrahman Wahid, termasuk Abdullah Faqih dari Langitan.
Kemenangan Muhaimin juga tak disambut antusias para elite Partai. Kader potensial seperti Mahfud, Ali Masykur, dan Khofifah menolak jadi pengurus.
Mahfud mengatakan sudah dipinang menjadi wakil ketua. Bahkan Abdurrahman, menurut dia, telah tiga kali menelepon. Semula ia masih ragu, namun baru menolak setelah bertemu Kiai Faqih. Mahfud berkomentar pendek soal Muhaimin. "Saya tak mau bergabung dengan Sengkuni, karena selalu kasih informasi bohong ke Gus Dur," ujarnya. Sengkuni adalah seorang patih dalam cerita pewayangan yang suka menjilat Raja Astina, Prabu Duryudana.
Khofifah tak ingin duduk di pengurus pusat pula. Ia hanya ingin menjadi anggota PKB, agar lebih produktif menjadi Ketua Muslimat PKB. "Tapi belum ada tawaran untuk saya," ujarnya.
Tak mengherankan jika kemudian muncul nama yang belum tersohor. Menurut Muhaimin, sejauh ini ada lima nama pengurus inti Tanfidz, yaitu Effendy Choirie, Lukman Edy, Andy Murali Sunrawa, Badriyah Tayumi, serta Erman Suparno.
Lukman Edy, koordinator wilayah Sumatera, dikabarkan akan menduduki kursi sekretaris jenderal. Effendy Choirie, ketua tim pemenangan Muhaimin, mengatakan Lukman dipilih karena PKB membutuhkan sosok luar Jawa agar bisa berkembang dan memperoleh dukungan dari luar Jawa. Anak perempuan Abdurrahman Wahid yang tidak memiliki pengalaman politik, Zannuba Arifiah Chafsoh, juga bakal diusung menjadi pengurus. "Saya sebenarnya nggak enak, tapi kalau dicalonkan dari bawah, ya saya bersedia," ujarnya.
Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf tak hanya merencanakan muktamar terpisah pada Juni nanti, tapi juga mengajukan gugatan hukum. Setelah mendaftarkan gugatannya ke pengadilan, pekan lalu Alwi meminta Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menolak hasil Muktamar Semarang.
Muktamar terpisah itu akan digelar di Pesantren Ploso, Kediri. Menurut Choirul Anam, kini pendukung Saifullah sedang mengidentifikasi cabang dan wilayah se-Indonesia yang masih setia kepadanya. Mereka mulai mengirim surat pernyataan kesetiaan. "Kalau nggak setia, cari yang setia. Yang tak setia, ya, ditinggal," ujar Anam kepada Adi Mawardi dari Tempo.
Anam mengklaim, kekuatan PKB di Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang menguasai hampir 90 persen suara nasional, ada di pihak mereka.
Namun Abdurrahman Wahid dengan enteng mempersilakan jika ada orang yang mengajak muktamar lagi. Namun ia menyangsikan muktamar itu akan dihadiri para utusan cabang dan wilayah. "Kurang gawean ae (Kurang kerjaan saja)," ujarnya.
Hanibal W.Y. Wijayanta, Sohirin, dan Anas Syahirul (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo