AKHIRNYA pemerintah memutuskan memilih pulau Rempang di
Kepulauan Riau sebagai pulau pusat pemrosesan pengungsi Vietnam.
Sidang Kabinet terbatas bidang Politik dan Keamanan Rabu pekan
lalu juga memutuskan menunjuk Departemen Hankam sebagai
penanggung jawab tunggal untuk menangani para pengungsi itu di
tempat penampungan sementaranya. "Terpilihnya Hankam karena pada
hakekatnya persoalan pengungsi Indocina itu merupakan gangguan
terhadap stabilitas," Menlu Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan
seusai sidang. Dalam pelaksanaannya, Hankam akan dibantu
beberapa departemen lain yang berkaitan dengan masalah itu.
Terpilihnya Rempang agaknya karena jarak pulau itu yang dekat
dengan pulau Bintan, hingga memudahkan komunikasi, pengangkutan
serta pengawasan. Pulau seluas sekitar 375 kmÿFD ini terdiri dari
2 buah desa, Cate dan Sembulang dengan jumlah penduduk 3000 jiwa
lebih yang hidup sebagai petani dan nelayan .
80% dari pulau ini maih berwujud hutan. Seusai Perang Dunia II,
sekitar 27.000 serdadu Jepang pernah ditawan Sekutu di pulau
ini. Beberapa tahun lalu, pulau yang secara administratif masuk
kecamatan Bintan Selatan ini agak terlupakan. Tapi belakanan
ini ada kemajuan. Sudah dibangun SD Inpres di 2 desa yang ada
serta balai pengobatan di Cate. Juga dermaga kayu yang dulu
hampir ambruk kini sudah diselamatkan lewat Bantuan Desa.
Keputusan pemerintah itu diambil ketika makin banyak kritik
dilontarkan mengecam kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan
masalah pengungsi ini. Anggota DPR dari fraksi PDI Sabam Sirait
misalnya pekan lalu menganggap pemerintah kurang mempelajari
masalah pengungsi ini, hingga terburu-buru menganggapnya sebagai
masalah kemanusiaan dan menyediakan pulau untuk menampung
mereka. "Banyak masalah kemanusiaan yang lebih parah di negeri
ini yang harus diatasi," katanya. Anggota DPR yang lain, Imron
Rosjadi cenderung menganggap para pengungsi ini imigran gelap
sebab mereka punya uang dan harta, tapi masuk Indonesia tanpa
ijin.
Harian Merdeka pekan lalu malahan sempat menurunkan karikatur
menggambarkan Menlu Mochtar menggendong monyet yang mengantongi
emas dan uang dollar disertai komentar: Menimang anak monyet,
anak sendiri dibuang. Menurut Mochtar, kecaman-kecaman ini "Jauh
panggang dari api." Karena yang diributkan adalah tempat
penampungan sedang yang ditawarkan Indonesia adalah pusat
pemrosesan.
Yang ditawarkan Indonesia sebetulnva suatu ide praktis. Adanya
pusat pemrosesan baru ini tak berarti tempat pemrosesan di
masing-masing negara yang sudah ada akan berhenti bekerja. Semua
negara Asean saat ini memiliki tempat penampungan sementara.
Muang Thai saat ini yang terbanyak dengan menampung lebih
150.000 pengungsi, kebanyakan dari Kamboja. Sedang Malaysia
paling banyak menampung pengungsi yang datang lewat laut. Sejak
awal 1975, sekitar 800.000 orang mengungsi ke luar Indocina
(termasuk 150.000 pengungsi Kamboja di Muang Thai serta 160.000
pengungsi keturunan Cina dari Vietnam yang menyeberang ke Cina).
Sekitar 300.000 kini sudah menetap, kebanyakan di negara-negara
Barat. Hingga saat ini masih ada sekitar 210.000 pengungsi di
Asia Tenggara yang harus ditampung dan dicarikan negara
penerimanya. Dan jumlah ini masih terus bertambah.
Atas desakan Asean serta Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi
(UNHCR), Vietnam belum lama ini menyetujui untuk membatasi
mengalirnya pengungsi secara teratur. Hanoi akan mengijinkan
rakyatnya meningalkan Vietnam kecuali mereka yang masih dalam
batas usia wajib militer, penjahat serta mereka yang memiliki
rahasia negara. Tapi sumber-sumber Barat memperkirakan,
nasionalisasi yang akan dijalankan di Vietnam Selatan akhir
tahun ini diduga akan memperderas lagi arus pengungsi, terutama
keturunan Cina, keluar Vietnam.
Imigran Gelap
Mengapa Indonesia seperti juga banyak negara lainnya tetap
menganggap para pengungsi Indocina ini pengungsi, walau jelas
banyak di antara mereka sebetulnya imigran gelap? "Menurut hukum
internasional, kalau diperlakukan sebagai imigran, mereka akan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab Imigrasi Indonesia," kata
seorang pejabat tinggi pemerintah. Dengan begitu selamanya
mereka akan menjadi tanggungjawab pemerintah dan ini jelas bukan
suatu penyelesaian. Sebaliknya kalau mereka diperlakukan sebagai
pelarian, itu akan menjadi tanggung jawab UNHCR dan Indonesia
hanya akan bertindak sebagai negara penampung pertama (first
asylum country). Menurut hukum internasional, sekalipun
pengungsi itu kemudian diusir pergi, negara penampung berikutnya
(second asylum country) berhak mengembalikannya pada negara
penampung pertama. Agaknya ini alasannya mengapa Hongkong
bersikeras menolak para pengungsi Huey Fong mendarat dan
mengharuskan mereka tetap ada di kapal mereka. Alasan itu juga
yang menyebabkan banyak kapal menolak menolong para pengungsi
dan hanya bersedia memberi air dan makanan, karena khawatir
negara mereka bisa dianggap negara penampung pertama.
Asean jelas tidak bersedia menerima pengungsi itu menetap,
hingga penyediaan pulau pusat pemrosesan sebetulnya adalah untuk
memperlancar penyelesaian masalah ini. "Karena negara-negara
arat selalu berdalih sulit menerima pengungsi ini karena tidak
adanya tempat pemrosesan," kata sumber TEMPO. "Sekaligus
tawaran salah satu pulau Indonesia ini bisa mengangkat nama
Indonesia karena tawaran itu bersifat kemanusiaan," kata sumber
yang sama.
Diperkirakan pulau pusat pemrosesan itu akan dipergunakan antara
3 sampai 5 tahun. Untuk menjamin penyelesaian ini sampai pekan
lalu Menlu Mochtar sudah memanggil 14 Dubes negara-negara
penerima pengungsi serta penyumbang UNHCR. Amerika Serikat
adalah negara yang terbanyak menerima pengungsi Indocina, sampai
April depan diperkirakan akan menampung 224.000 orang. Perancis
sekitar 60.000, Australia lebih 18.000 dan Canada 9.000. Dengan
suatu undang-undang baru yang sedang diajukan ke Kongres yang
memperluas siapa yang bisa digolongkan pengungsi, Presiden
Amerika Serikat akan memiliki kekuasaan khusus untuk memperbesar
Jumlah pengungsi yang bisa diterima di atas kwota tahunan 50.000
orang. Sampai pertengahan Maret lalu, pengungsi Indocina yang
ditampung Indonesia yang sudah diterima menetap di AS berjumlah
733 orang.
Keputusan apakah pulau Rempang diterima sebagai pusat pemrosesan
pengungsi akan ditentukan dalam Konperensi UNHCR di Jenewa pekan
ini. Operasi dan pembiayaan pusat ini akan sepenuhnya ditanggung
UNHCR. Bagaimana sendainya nanti ada pengungsi yang tersisa yang
tidak bisa diterima negara ketiga? Apakah Indonesia akhirnya
akan terpaksa menerima mereka menetap? "Dalam konperensi Jenewa
nanti kita akan mengajukan syarat apabila masih ada sisa, dalam
sekian bulan mereka harus diangkut UNHCR keluar Indonesia," kata
Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan. Ke mana? "Terserah UNHCR.
Itu sudah bukan urusan kita," jawab Menlu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini