Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Sipil untuk UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 10 September 2024. Koalisi menuntut DPR segera mengesahkan RUU PPRT paling lambat September ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perwakilan koalisi dari Institut Sarinah, Eva Sundari, menduga RUU PPRT belum kunjung disahkan karena lima pimpinan DPR menghambat penuntasan proses legislasi RUU PPRT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melihat kondisi itu, koalisi mendesak pimpinan DPR supaya mengesahkan RUU PPRT ini. Koalisi juga akan meningkatkan eskalasi aksi di depan Gerbang DPR dan kampanye di media sosial supaya tuntutan bisa dipenuhi.
"Aksi juga akan diadakan oleh jaringan koalisi sipil di 20 kota pada Selasa, 17 September 2024 mendatang," kata Eva dalam rilis resmi, Selasa.
Aksi Koalisi pada hari Selasa itu mengusung spanduk bertuliskan "Kawal Hingga Legal, #sahkanRUUPPRTsekarang". Aksi akan diulangi setiap hari secara terus menerus hingga 20 September 2024.
Aksi hari ini dilakukan oleh para PRT yang berasal dari SPRT Sapu Lidhi dan beberapa aktivis dari Institut Sarinah, Konde co, dan Jala PRT.
Koalisi menyesali sikap pimpinan DPR. Sebelumnya, pimpinan DPR telah menahan selama 1,5 tahun Surpres dan DIM RUU PPRT dari Pemerintah. Para pimpinan kemudian juga mementahkan draft RUU usulan DPR dengan melemparkan ke Badan Kajian DPR meskipun sudah ada Surpres dan DIM dari Pemerintah.
"Para pimpinan DPR bukannya mematuhi tata tertib proses legislasi tapi malah bermain poco-poco dengan nasib 10 juta PRT dalam dan luar negeri, yang amat membutuhkan perlindungan hukum" kata Eva.
Para PRT menuntut agar pimpinan DPR mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan karena semua hasil analisis baik Ekonomi, Politik, Sosial, maupun Hukum menunjukkan dampak positif dari pengesahan RUU PPRT bagi bangsa dan negara.
Pada Maret 2023, DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR. Presiden juga telah mengirimkan daftar inventaris masalah (DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR. Namun, RUU PPRT itu belum kunjung disahkan.
Anggota Komisi VI DPR Luluk Nur Hamidah sebelumnya mengungkap alasan mengapa RUU PPRT tak kunjung disahkan. Menurut dia, hingga saat ini tidak terlalu banyak pihak yang menganggap RUU PPRT penting untuk segera disahkan.
“Ini harus kita segerakan, mengingat ini ada di meja pimpinan, apalagi waktu kita tinggal enam bulan (hingga akhir masa jabatan),” ujar Luluk dalam acara diskusi publik di Ke:kini Ruang Bersama, Cikini, Jakarta, Selasa, 12 Maret lalu.
Menurut Luluk, pengesahan RUU PPRT ini sebetulnya hanya memerlukan langkah kecil atau political will dari pimpinan DPR untuk membahas ini dengan pemerintah. Sebab, RUU PPRT telah ditetapkan menjadi RUU inisiatif di DPR pada 21 Maret 2023.
“Desakan kepada Ibu Puan (Ketua DPR) sudah tidak kurang. Tapi perlu cara yang bisa ditempuh. Seperti apakah pengesahan harus dari ketua dan tidak bisa diwakili unsur pimpinan lainnya? Saya rasa tidak ada lagi alasan untuk menunda pengesahan RUU PPRT ini," kata Luluk.