Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi bidang Pendidikan DPR Lalu Hadrian Irfani mengatakan pembayaran tunjangan kinerja atau tukin dosen dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) tak dapat dilakukan menyeluruh lantaran sejumlah hal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Yang Tersembunyi dalam 100 Hari Kabinet Prabowo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa hal yang dimaksud, yakni adanya perubahan nomenklatur di kementerian yang membidangi pendidikan tinggi, serta tidak diajukannya alokasi kebutuhan anggaran oleh kementerian sebelumnya.
"Sebenanya untuk 2025 juga sempat tidak dapat dilakukan karena tidak diajukan," kata Lalu kepada Tempo pada Ahad, 2 Februari 2025.
Kendati begitu, ia mengatakan, Komisi X terus berupaya untuk memenuhi hak dosen ASN. Salah satu caranya dengan meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengajukan anggaran tambahan.
"Alhamdulillah anggaran Rp 2,5 Triliun disetujui untuk pembayaran tunjangan kinerja dosen ASN," ujar Lalu.
Ia juga mengingatkan jika pembayaran tunjangan kinerja dosen ASN pada 2025 harus dilakukan sesuai prosedur yang memiliki formalitas legal, atau dengan kata lain tidak dapat mengacu pada Kepmendikbudristek Nomor 447 Tahun 2024.
Ia mengatakan telah meminta Kemendiktisaintek untuk menerbitkan peraturan menteri dalam proses pembayaran setelah diterbitkannya peraturan presiden.
“Kami sudah memberikan tenggat waktu agar pembayaran ini harus segera dilaksanakan dengan cepat,” ujar politikus PKB itu.
Adapun Kemendiktisaintek akan membayarkan tunjangan kinerja bagi dosen ASN pada tahun anggaran 2025, serta mereka yang di tempatkan di satuan kerja dan Perguruan Tinggi Negeri dengan status Badan Layanan Umum (PTN-BLU).
Rencana pembayaran tunjangan kinerja itu diteken Kemendiktisaintek melalui Surat Edaran Nomor 247/M.A/KU.01.01/2025 perihal Tunjangan Kinerja Dosen. Masalahnya, pembayaran hanya akan dilakukan untuk 2025 saja, tidak dengan periode sebelumnya, yaitu 2020-2024.
Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar Mangihut Simatupang mengatakan keputusan untuk tidak menganggarkan pembayaran tunjangan kinerja pada tahun sebelumnya dilakukan karena kementerian terdahulu yang membidangi pendidikan tinggi tidak mengajukan anggaran melalui birokrasi yang semestinya.
“Itu sudah tutup buku dan kebutuhan parsial karena ketidaksempatan dari kementerian yang lalu,” kata Togar.
Ia menjelaskan, dalam pembayaran tunjangan kinerja, Kemendiktisaintek tidak berpangku tangan saja. Menurut Togar, sejak awal lembaganya terus berupaya untuk memenuhi hak-hak dosen ASN, salah satunya dengan mengajukan anggaran tambahan kepada Badan Anggaran DPR, meski pada akhirnya anggaran yang diajukan tidak sesuai dengan besaran yang diharapkan, yaitu dari Rp2,8 Triliun menjadi Rp2,5 Trilun.
Ketua Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun, mengatakan pembayaran tunjangan kinerja bagi dosen ASN yang di tempatkan di satuan kerja mana pun adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh Kemendiktisaintek.
Ia mengingatkan, Kemendiktisaintek untuk tidak memilah-milah dalam menunaikan kewajiban pembayaran tunjangan kinerja ini, termasuk dalam pembayaran di periode 2020-2024. “Ini sifatnya kewajiban bukan pilihan,” ujar Dhia.
Ketua Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademis (KIKA) Satria Unggul Wicaksana sependapat dengan Dhia. Ia mengatakan, upaya Kemendiksaintek yang berencana membayarkan tunjangan kinerja bagi dosen ASN pada tahun ini memang perlu diapresiasi.
Kendati begitu, ia menegaskan, pembayaran tunjangan kinerja di periode selanjutnya juga tidak dapat diabaikan begitu saja. “Itu adalah hak kawan-kawan yang tidak bisa diabaikan,” ujar Satria.
Merujuk Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Pasal 2 ayat (1) peraturan ini, disebutkan jika pegawai di lingkungan Kemendikbud diberikan tunjangan kinerja setiap bulan.
Kemudian, aturan pemberian tunjangan kinerja bagi dosen dengan status ASN juga diatur pada Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 447/P/2024 yang diteken Nadiem Makarim sebelum lengser dari jabatannya.
Pada aturan ini diatur mengenai pemberian tunjangan kinerja mulai dari jenjang jabatan, kelas jabatan, dan berapa besaran tunjangan kinerja yang harus diberikan kepada dosen ASN.
Pada jenjang jabatan Asisten Ahli atau masuk pada kelas jabatan 9, besaran tunjangan yang diperoleh adalah Rp 5,07 juta. Jenjang jabatan Lektor atau pada kelas jabatan 11, memperoleh besaran tunjangan senilai Rp 8,7 juta.
Lalu pada jenjang jabatan Lektor Kepala atau pada kelas jabatan 13, memperoleh besaran tunjangan Rp 10,9 juta. Sementara pada jenjang jabatan profesor atau pada kelas jabatan 15, besaran tunjangan yang diperoleh adalah sebesar Rp 19,2 juta.