Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, mengatakan laporan kasus pornografi anak mengalami tren kenaikan dalam dua tahun terakhir. Hal ini, menurut dia, ditengarai karena mudahnya anak mengakses dunia maya melalui telepon seluler pintar (smartphone).
“Dibanding 2015, periode 2016-2017 kasusnya terus naik. Jumlah laporannya (pornografi anak) itu sangat banyak, saya enggak hafal detailnya,” ujarnya kepada Tempo di gedung KPAI, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November 2017.
Baca: Pornografi Anak, KPAI: Kejahatan Seksual terhadap Anak Bergeser
Menurut Susanto, pada 2015, kasus terbanyak pertama yang ditangani KPAI ialah kasus anak berhadapan dengan hukum, kedua terkait dengan kasus-kasus pengasuhan, dan ketiga mengenai kasus di lingkungan pendidikan. Namun pada 2016 tren tersebut berubah drastis. Pada tahun tersebut, kasus di lingkungan pendidikan menurun drastis dan berganti dengan kasus pornografi anak.
Penyebab menanjaknya kasus pornografi anak, kata dia, adalah kemajuan teknologi informasi yang tidak terbendung. Sebab, konten-konten pornografi di media sosial tidak semuanya tersaring sehingga menjadi konsumsi anak-anak.
Untuk mencegah dan mengurangi kasus pornografi, kata Susanto, negara perlu lebih aktif melindungi warganya, khususnya terkait dengan konten di Internet.
Simak: Mensos Desak GIF WhatsApp Porno Diblokir
“Di Tiongkok saja, negara yang orientasi bisnis teknologinya besar, tapi perlindungan yang diberikan negara terhadap rakyatnya luar biasa. Indonesia setidaknya harus bisa belajar dari hal itu,” ucapnya.
Selain itu, ujar Susanto, perlu ada literasi tentang hal-hal baik kepada anak sebelum berselancar di dunia maya. Jadi anak-anak nanti sudah cukup cerdas memilih dan memilah hal baik dan buruk di Internet.
Lihat: Pengakses Situs Porno Menurun Sejak 2009, Judi Online Naik
“Anak-anak jangan dilarang menggunakan telepon pintar, tapi cukup dibatasi penggunaannya. Karena kalau dilarang secara total, saat tidak terpantau oleh orang tua, maka akan lebih berbahaya,” tuturnya.
Susanto berpesan kepada orang tua yang memiliki anak, saat akan membelikan mainan untuk buah hati, usahakan agar mainan atau barang itu sesuai dengan kebutuhan anak, bukan semata-mata karena keinginannya. Hal ini untuk mencegah anak mengonsumsi konten yang tidak sesuai dengan umur karena anak belum cukup cerdas memilih dan memilah hal baik dan buruk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini