Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

KPI Ajukan Banding Putusan PTUN Soal Larangan Iklan Politik

KPI mencatat antara Juli-November 2016 terdapat sekitar 108 pengaduan yang berkaitan dengan iklan politik di media penyiaran.

7 November 2017 | 07.41 WIB

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2016-2019. (kpi.go.id)
material-symbols:fullscreenPerbesar
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2016-2019. (kpi.go.id)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia mengajukan banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menganulir Surat Edaran KPI nomor 225/K/KPI/31.2/04/2-17 yang memenangkan gugatan Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia pada 4 Oktober 2017. Komisioner KPI Bidang Pengawasan Isi Siaran Dewi Setyarini mengatakan pengajuan banding KPI telah disampaikan ke PTUN pada 13 Oktober 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Putusan tersebut mencederai kepentingan publik sebagai pihak yang paling berhak atas pengunaan frekuesi," kata Dewi melalui pernyataan tertulis yang diterima Tempo pada Senin, 6 November 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dewi menuturkan berdasarkan pantauan KPI dalam kurun waktu 2016-2017 terdapat beberapa lembaga penyiaran yang sangat gencar menayangkan iklan politik, maupun mars atau pun hymne politik. Bahkan, dalam sehari iklan politik tersebut bisa tayang 6-9 kali dalam kurun waktu 60 detik sekali tayang.

Lantaran seringnya iklan bermuatan politik tayang di media penyiaran yang pemiliknya berafiliasi langsung dengan pimpinan partai politik yang beriklan, telah menimbulkan keresahan masyrakat. Hal tersebut juga diadukan ke KPI dengan meminta agar tayangan iklan politik itu dihentikan.

Adapun data di KPI menunjukan antara Juli-November 2016 terdapat sekitar 108 pengaduan yang disampaikan melalui Twitter, Facebook, email mapun SMS. Karena hal tersebut, KPI membuat Surat Edaran tentang pelarangan iklan politik yang menjadi objek sengketa itu.

"Surat tersebut dibuat dalam rangka menjaga agar penyiaran yang menggunakan frekuensi publk, dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan publik, bukan kepentingan kelompok tertentu ataupun kepentingan pemilik, sebagai tertuang dalam regulasi penyiaran," kata Dewi.

Lebih jauh ia menuturkan sebelum dikeluarkannya Surat Edaran tersebut, KPI telah melakukan beberapa upaya antara lain klarifikasi terhadap lembaga penyiaran yang menayangkan iklan maupun mars partai politik menerbitkan surat peringatan, hingga memberikan teguran tertulis pertama kepada lembaga penyiaran tersebut,
untuk menghentikan penayangan iklan yang bermuatan politik. Namun, beberapa lebaga penyiaran tetap menyangkan iklan maupun mars tersebut.

Pada Pasal 36 ayat 4 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran menyatakan bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Selain itu, Pasal 11 Pedoman Perilaku Penyiaran ayat 1 menyatakan lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk publik. Dan pada ayat 3 ditegaskan bahwa lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran.

"KPI menilai dalil gugatan yang disampaikan sangatlah keliru kerena surat edaran ditujukan kepada lembaga penyiaran yang pengawasannya merupakan wilayah kewenangan kami, dan bukan ditujukan kepada partai politik," kata Dewi. Untuk itu, KPI menilai bahwa penggugat yang merupakan partai politik tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan TUN terhadap obyek sengketa.

Lebih jauh KPI berpendapat surat edaran ini tidaklah menyebabkan usaha pendidikan politik kepada masyarakat tercederai kerena adanya pembatasan dan pelarangan. Partai politik tentunya memiliki kebebasan untuk melakukan pendidikan politik pada rakyat dalam bentuk lain, selain penayangan iklan maupun mars di televisi dan radio. "Selain itu, berdasarkan UUU nomor 2 tahun 2001 tentang partai politik, iklan partai politik tidaklan termasuk dalam pendidikan politik," ujar Dewi.

Imam Hamdi

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus