Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lima yang direcall

Recall terhadap 5 orang anggota dpr yang mewakili fraksi pdi: usep ranawijaya, abdul madjid, ny. d. walandouw, santoso donoseputro dan sulomo. mereka di anggap pembangkang. (nas)

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Umum DPP PDI Soenawar Soekowati bertindak cepat. Baru sebulan menduduki jabatannya ia telah mulai "membersihkan" pimpinan partainya. Sepucuk surat yang diteken Soenawar dan Sekjen Sabam Sirait tertanggal 19 Februari dikirimkannya kepada Presiden lewat Ketua DPR Daryatmo 2 Februari lalu. Isinya: menarik kembali keanggotaan anggota Fraksi PDI di DPR. Oleh pimpinan DPR, pada 27 Februari lalu surat tersebut langsung diteruskan pada Presiden. Yang terkena adalah Usep Ranawijaya, Abdul Madjid dan Ny. D. Walandouw dari "Kelompok Empat", ditambah Santoso Donoseputro dan Sulomo. Tiga yang pertama dituduh melawan DPP hasil Kongres II dengan mendirikan DPP Tandingan. Sedang dua lainnya disalahkan karena dianggap telah terlibat dan aktif mengikuti rapat-rapat yang diselenggarakan "Kelompok Empat" tersebut. Menurut Tata tertib DPR, anggota DPR memang bisa berhenti antar waktu karena diganti organisasinya, setelah terlebih dahulu bermusyawarah dengan pimpinan DPR. Pemberhentian dan pengangkatan antarwaktu tersebut diresmikan dengan keputusan Presiden. Penarikan kelima orang itu tampaknya karena Soenawar dkk. khawatir atas pengaruh mereka yang agaknya cukup mempunyai pendukung di daerah. "Kalau tidak dipatahkan sekarang, mereka bisa mengacau partai menjelang pemilu," kata seorang anggota DPP. Kabarnya DPP tandingan yang dipimpin Abdul Madjid dan beranggotakan 12 orang itu memang merencanakan untuk mengajukan calon sendiri dalam Pemilu 1982. Keputusan Soenawar itu bukannya tanpa tantangan. Dalam rapat fraksi di gedung DPR Sabtu lalu ada yang menghimbau Ketua Umum agar penarikan itu ditunda. "Kami minta agar jalan hidup para rekan itu jangan dipotong sekarang. Lebih baik ditunggu sampai masa jabatan mereka berakhir," kata seorang anggota F-PDI. Namun seruan itu rupanya tak berhasil mengubah sikap Soenawar. Abdul Madjid sendiri juga bereaksi. "Kelompok Empat" tersebut menemui Ketua DPR Daryatmo pada 25 Februari lalu, menjelaskan bahwa merekalah anggota DPP PDI yang sah. "Kami memang membicarakan masalah recalling pada umumnya, tapi tidak bicara soal diri kami," kata Abdul Madjid. "Mereka tidak berhak melakukan recalling karena DPP yang sah adalah yang saya pimpin," tambahnya. Ia berpendapat anggota DPR tidak bisa ditarik kembali sejauh tidak melanggar garis partai dan sumpah anggota DPR. Belum sampai mereka meninggalkan gedung DPR, Soenawar beserta para anggota DPP-nya berganti masuk ruang kerja Daryatmo yang telah menunggunya bersama Wakil Ketua Mashuri dan Kartidjo serta Sekjen Wang Suwandi. Yang dibicarakan: penarikan 5 anggota tadi. Yang tampaknya paling kaget mendengar putusan recalling itu adalah Sulomo. Konon ia ditarik karena dikenal dekat dengan Usep dan telah mengganjal Soenawar waktu profesor ini berusaha membentuk DPC tandingan di Ja-Teng menjelang kongres. Kabarnya ia telah mengirim surat protes pada DPP, menyangkal keterlibatannya dengan kelompok Abdul Madjid dan melampirkan keterangan dokter dan resep yang menunjukkan bahwa ia sakit di Semarang pada waktu sekitar Kongres II. Sedang Santoso diganti karena dianggap dekat dengan Sanusi. Abdul Madjid sendiri kaget mendengar kedua F-PDI ini dituduh terlibat dengan DPP-nya. "Saya tidak memasukkan Sulomo dan Santoso dalam DPP saya," katanya. Surat penarikan yang dikirim Soenawar ke Presiden juga disertai daftar calon penggantinya Usep dan Ny. Walandouw diganti Rivai dan J. Siregar dari Jawa Barat. Sulomo diganti Sutopo dari Jawa Tengah. Sedang Abdul Madjid dan Santosa, diganti Marsoesi dan Adipranoto dari Jawa Timur. Rivai dikenal sebagai orang dekat Soenawar. Begitu juga Sutopo, bekas orang dekat almarhum Hadisubeno, yang menjelang konres banyak membantu Soenawar mendirikan DPC tandingan. Adipranoto dianggap "orangnya" Isnaeni. Sedang Marsoesi dikenal sebagai tangan kanan Hardjantho. Melihat sikap pemerintah yang lebih mengakui DPP Soenawar, agaknya nasib kelima "pembelot" itu bisa diramalkan. Dan tampaknya mereka juga sudah siap. "Ini risiko perjuangan. Masih ada tempat lain untuk berjuang," kata Ny. D. Walandouw sebelum mengambil gajinya Senin lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus