DUA pemimpin ini pertama kali bertemu delapan bulan silam di penjara Cipinang, Jakarta. Keduanya punya umat besar, dua-duanya punya nama "Gus", dua-duanya melesat ke atas melalui pemungutan suara. Yang satu Gus Dur, ketika itu Ketua Umum Nahdlatul Ulama, satu lagi Xanana Gusmao, presiden Dewan Nasional Perlawanan Rakyat Timor (CNRT), yang waktu itu berstatus tahanan pemerintah Indonesia. Kemudian, Gus Dur naik menjadi Presiden RI melalui voting, Gusmao menjadi pemimpin masa transisi Loro Sa'e setelah jajak pendapat dimenangi kelompok prokemerdekaan.
Tak lama lagi keduanya segera bertemu. Kali ini Gus Dur punya kado istimewa untuk pemimpin negeri jiran terdekat ini. Selain janji menyambut hangat di pintu pesawat, Kiai Presiden itu akan mengukuhkan pengakuan Republik atas kemerdekaan Loro Sa'e. Setelah Sidang Umum MPR meratifikasi hasil jajak pendapat Tim-Tim, Presiden Wahid langsung melayangkan surat pelepasan eks-provinsi ke-27 itu ke Sekjen PBB Kofi Annan. Sabtu lalu, seribu personel TNI yang masih tersisa di sana ditarik pulang.
Bukan berarti Loro Sa'e menjadi tanah tak bertuan. Wilayah itu akan sepenuhnya dipegang pemerintahan transisi PBB di Tim-Tim (United Nations Transitional Administration in East Timor atau UNTAET). Senin pekan lalu, Dewan Keamanan PBB secara aklamasi mengetuk Resolusi No. 1272. Isinya, pelimpahan mandat kepada UNTAET untuk menggulirkan roda pemerintahan sementara sampai 31 Januari 2001 mendatang atau maksimal selama tiga tahun.
Untuk memimpin Loro Sa'e, Wakil Sekjen PBB urusan Bantuan Kemanusiaan, Sergio Vieira de Mello, telah ditunjuk. Diplomat Brasil berusia 51 tahun itu akan bertindak selaku gubernur sementara Timor Leste, sampai pemilu diselenggarakan paling telat dalam tiga tahun. Pundak Mello memikul tugas berat: pemulihan keamanan, sistem peradilan, pendidikan, dan kesehatan. Ia juga dibebani tugas membangun kembali berbagai fasilitas publik yang kini tinggal puing-puing. Dan yang terpenting, mempersiapkan pembentukan lembaga perwakilan rakyat dan pemerintahan Tim-Tim masa depan.
Resolusi itu juga menetapkan pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB berkekuatan 9.000 tentara, di samping sejumlah polisi dan pengamat militer (lihat infografik). Mereka akan merokade pasukan Interfet pimpinan Australia, yang telah bertugas sejak September lalu.
Dalam melaksanakan misinya itu, kata juru bicara UNTAET Brian Kelly, mereka akan bekerja sama dengan CNRT. Dan kelihatan jelas bahwa Loro Sa'e masih "anak emas" dunia Barat. Berbagai lembaga donor telah siap membuka kerannya. Jumat kemarin, delegasi Bank Dunia dan IMF datang untuk menaksir jumlah bantuan yang akan digelontorkan. Dengan itu, di mata Wakil Presiden CNRT Marie Alkatiri, Timor Loro Sa'e bakal pulih dalam sepuluh tahun.
Ini skenario optimistis yang masih mungkin diganjal sejumlah persoalan. Contohnya, soal siapa yang akan memimpin UNTAET, pasukan helm biru itu. Para diplomat Barat bersikukuh agar tongkat komdando tetap dipegang Australia. Tapi beberapa negara Asia—khususnya Malaysia—mendesak supaya menggantinya.
Kemampuan PBB yang sedang dirundung kesulitan finansial untuk mendanainya pun diragukan banyak kalangan. Sebagaimana dikutip The Washington Post, dana operasional UNTAET luar biasa besarnya. Pada tahun pertama saja, "misi Loro Sa'e" itu dikalkulasi akan melahap US$ 1 miliar.
Persoalan pelik yang juga mesti segera dituntaskan adalah status berbagai aset Republik yang terserak di kawasan itu. Menurut juru bicara Tim Pelaksanaan Pasca-Penentuan Jajak Pendapat di Tim-Tim, Yuri Thamrin, berbagai aset Republik untuk sementara akan diserahkan ke PBB. Maksudnya, agar aset itu tidak rusak atau beralih tangan secara tak sah. Kelak, setelah dipilah-pilah statusnya dalam pertemuan pejabat tingkat senior tripartit di New York, nasib aset itu akan ditentukan: ada yang bakal dihibahkan (umpamanya gedung sekolah), disewakan, atau dijadikan perusahaan berstatus penanaman modal asing. Menlu Alwi Shihab pun sudah menyalakan lampu hijau soal hibah itu. "Mereka kan saudara kita juga," katanya.
Pada masa transisi ini, berbagai prasarana vital—Pertamina dan Telkom misalnya—akan tetap dioperasikan di bawah jaminan keamanan UNTAET. Menurut Yuri, Uskup Dili Ximenes Belo sendiri telah mengungkapkan keinginan warganya agar kehadiran berbagai perusahaan Republik di sana tetap dipertahankan, misalnya pengoperasian kembali pesawat Merpati Nusantara Airlines untuk jalur Kupang-Dili-Darwin. Mereka juga kangen berat dengan tayangan televisi swasta Indonesia yang selama ini menemani mereka. "Ini peluang bisnis," kata Yuri lagi.
Karaniya Dharmasaputra, Purwani Dyah Prabandari, dan berbagai sumber
Untaet | Jenis Personel | Jumlah |
Tentara Polisi Pengamat militer | 8.950 1.640 200 |
Total | 10.790 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini