Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Masih ada petilasan

Kuningan biar sepi, punya potensi untuk tempat ber- libur. selain hawanya sejuk, di sana terletak ling- garjati, tempat perundingan ri-belanda pada 1946. di cigugur ada ikan jinak tapi tabu utk dimakan. (dh)

10 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUNINGAN salah satu kabupaten di Jawa Barat termasuk daerah yang rada susah dikembangkan. Di tahun 1973 Bupati Aruman yang kini sudah almarhum pernah mengeluh karena daerahnya seakan tak terbawa arus masuknya modal yang waktu itu lagi musimnya. Malahan berita yang datang dari Kuningan tentang kurangnya makanan di beberapa desa. Transmigrasi pernah pula dicoba tapi gagal. Yang sudah diberangkatkan banyak pulang kembali. Kota Kuningan sendiri 35 kilometer dari Cirebon tampaknya sulit untuk jadi ramai. Karena letaknya di ketiak jalan langka kendaraan lewat sini. Mulai dari Kadipaten, di mana kendaraan Bandung-Cirebon bersimpang arah yang lewat Majalengka dan Kuningan bisa dihitung dengan jari. Untung kemudian ke Cirebon datang juga Pertamina. Yang namanya orang proyek di mana pun pasti terkenal royalnya. Setelah bergumul dikilang minyak yang panas mereka mencoba melepas lelah ke pinggiran. Dalam hal begini Kuningan-lah tempatnya. lawannya sejuk ketimbang kota pelabuhan serta tidak begitu bising jadi daya tarik orang ke Kuningan. Terutama menjelang akhir minggu. Dan di sekitar Kuningan cukup banyak yang patut dilihat. Dari Cirebon sebelum sampai kola Kuningan yang mampu bisa saja mampir main golf di lapangan Pertamina. Jika yang ini tidak menarik maju lagi sebentar beloklan ke kanan ke arah jalan yang agak mendaki. Dua kilometer kc arah bukit ada Linggajati di sana. Di tempat inilah terjadi perundingan antara pemerintah RI dengan Negeri Belanda di tahun 1946. Biarpun perundingan itu sendiri sangat beken dalam sejarah tapi gedung tempat kejadian itu berlangsung sekarang tak terurus. Barangkali hendak dibiarkan ambruk saja. Atapnya bocor dindingnya penuh dengan coretan. Hanya lantainya saja yang tetap kokoh. Hampir tidak ada yang sengaja datang menengok petilasan tua ini. Memang, jauh lebih nyaman tinggal di hotel Linggajati saja agak di bawah. Atau mandi-mandi di kolam renang. Madrais Linggajati termasuk tempat yang sudah didagangkan. Tidak seperti Cigugur misalnya yang masih dibiarkan ala kadarnya. Kecamatan Cigugur ini hanya 3 kilometer saja dari kota Kuningan. Di sini terdapat sebuah telaga yang rada aneh. Sungainya sendiri kecil airnya bening. Ikan kancra sebesar betis dengan sisik hitam besar berenang kian kemari. Bahkan sampai menyentuh tangan manusia di pinggir. Ikan ini tampak begitu jinak walaupun tak seorang yang berani menangkapnya. Apalagi untuk memakannya. Soalnya dari mulut ke mulut percaya atau tidak ada semacam tabu. Ikan di telaga Cigugur hanya boleh dilihat. Jangan ditangkap. Jika nekad juga menangkapnya tak tahulah akan akibatnya. Rasanya memang perlu ada tabu semacam itu untuk menjaga kelestarian alam. Jika orang berani melanggar aturan dengan berhagai cara untuk melanggar tabu diperlukan keberanian berlipat ganda. Tidak jauh dari telaga Cigugur ini masih ada petilasan lain. Sebuah bangunan yang beberapa puluh tahun silam pernah jadi semacam keraton kini masih berdiri. Walaupun tua dan juga tak terurus. Di tempat inilah pernah berpusat apa yang namanya Agama Djawa Sunda (ADS) dengan Madrais sebagai Mbahnya. Meninggal di tahun 1940 dalam umur 117 tahun tampaknya Madrais membangun keratonnya dengan cukup megah. Tiang-tiang di ruang bawah dibuat dari kayu ukiran. Di bagian belakang terdapat ruang tidur yang cukup luas. Di ruang ini sampai kini masih berdiri kokoh tungku perapian dari semen dengan ukiran kepala raksasa yang lidahnya menjulur ke luar. Maklum ADS adalah sebuah kepercayaan yang menyembah api. Di gigir kanan tungku ini terdapat tempat tidur Sang Mbah terbuat dari kayu. Kabarnya, di sinilah berlangsungnya upacara ADS. Keraton ini tak terurus lagi setelah ADS menjadi kepercayaan yang dilarang. Sejak tahun 1966 kami bersama kira-kira 100 ribu ADS lainnya masuk Katholik kata cucu Madrais yang sekarang tinggal di tempat itu. Ruangan depan dari bekas keraton itu sendiri sekarang telah berubah menjadi gereja. Setiap paskah kata sang cucu yang sudah tua api paskah pertama dinyalakan dari tungku ini. Akan halnya ruangan yang lain ada yang sehari-harinya dipakai latihan kesenian atau dibiarkan saja terlantar. Jika hujan air masuk ke dalam dengan deras. Kami tak ada biaya untuk mengurusnya kata sang cucu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus