SUATU peristiwa sedang jadi urusan fihak berwajib di
Bagansiapiapi. Sebuah perahu motor nelayan yang dilaporkan pergi
ke laut setahun lampau ternyata tak pernah kembali lagi. Ini
mengingatkan orang pada 11 cara penyelundupan para Hoakiaw eks
PP 10/1959 yang dipaparkan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan
Ismail Raharjo SH dan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Umum
Kohar Harisoemarno SH. Kedua pejabat Kejagung itu di depan raker
dengan para anggota Komisi II/Hukum DPR 13 Pebruari lalu antara
lain menyebutkan bahwa para Hoakiaw masuk kembali ke Indonesia
antara lain dengan menyelundup lewat kawasan timur pantai
Sumatera.
Alkisah sebuah perahu motor di Pulau Ketam (Malaysia) akan
dimasukkan ke Indonesia (Bagansiapiapi). Bersama perahu motor
tersebut bisa dibawa sedikitnya 3 atau 4 orang Cina Hoakiaw yang
pernah menunggalkan Indonesia karena terkena PP 10/1959. Tentu
saja amat mustahil. Baik untuk perahu atau pun Hoakiawnya.
Karena ada 2 penghalang besar mencegatnya. Pertama larangan
memasukkan kapal motor (kayu) di bawah 500 ton. Sebab kapal
macam ini dianggap sudah bisa dibikin di Indonesia. Yang boleh
dimasukkan ialah kapal motor besi lebih 500 ton. Lalu para
Hoakiaw itu jelas orang asing yang sudah meninggalkan Republik
Indonesia yang kembali ke negeri leluhurnya. Diurungkan saja?
Tentu saja tidak. Para penyelundup itu tentunya tak kurang akal.
Singkat cerita ternyata yang amat sibuk adalah seorang pejabat
pelabuhan Bagansiapiapi. Orang ini dengan sigap meneken 2 buah
surat penting buat keperluan itu kapal motor di Pulau Ketam.
Yang pertama Surat Sertifikat Kesempurnaan, sedang lainnya Surat
Pas Kapal alias Pas Biru alias Surat Ukur. Surat pertama
bernomor No.81/75 tadi berisi keterangan tentang kapal motor
yang berada nun di balik Pulau Ketam Malaysia sebagai berikut.
Tanda selar S. 10. No. 5093, panjang 12,50 M, mesin merk
Leyland, berkekuatan 84 PK, berbendera Indonesia, beranak buah
atau penumpang 3 orang dan pemiliknya bernama TL bertempat
tinggal di Bagansiapiapi. Sedangkan Pas Birunya yang atas nama
Presiden Republik Indonesia itu bernomor 5093. Agaknya pejabat
ini memiliki ilmu telepathi tinggi hingga ia bisa menebak persis
identitas kapal motor yang belum pernah dilihatnya dan berada
jauh di negeri orang. Bagaikan seorang bidan ajaib yang mampu
membuat surat Akta Kelahiran, padahal sang bayi belum lahir dan
belum jelas laki-laki atau perempuan atau berapa berat dan
lainnya. Semua surat-surat itu bertanggal 7 April 1975.
Setelah semua surat-surat beres, pada 23 April 1975, buku motor
dilaporkan bahwa motor akan berangkat ke laut menangkap ikan,
seperti lazimnya kapal motor nelayan lainnya. Dan dengan
surat-surat tadi, itu perahu motnr di Pulau Ketam dengan muatan
3 orang Hoakiaw dan seorang Nakhoda, akan dengan aman memasuki
perairan Indonesia dan kemudian dengan lega berlabuh di
Bagansiapiapi.
Tapi entah apa yang terjadi dengan itu surat-surat. Karena
setelah hampir setahun berlalu, surat-surat itu tak pernah
kembali kena periksa lagi di Bagansiapiapi dan kapal motornya
pun tak tampak nongol. Hilang tanpa bekas. Hingga membingungkan
orang-orang yang ikut repot mengurus surat-suratnya di
Bagansiapi-api. Tapi di samping itu cara yang lazim pula ialah
yang sebaliknya. Yaitu kapal motor serupa itu terlebih dulu
dimasukkan secara bergelap-gelap. Lalu sesampainya di
Bagansiapiapi masuk galangan dan dirobah seperlunya. Begitu
selesai dirobah, surat-surat penting tadi sudah bisa diperoleh
dari pejabat pelabuhan atau entah siapa. Begitu seterusnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini