DARUL Islam (DI) hidup lagi? Ini yang membuat was-was sebagian
penduduk Jawa Barat setelah serangkaian penggarongan "misterius"
terjadi di daerah perbatasan Garut, Tasikmalaya dan Bandung awal
bulan ini. Daerah ini dulu dikenal sebagai basis gerombolan
DI/TII Kartosuwiryo. Belum ada pelakunya yang tertangkap. Dan
masyarakat menduga-duga, mereka ini bekas atau pun generasi muda
DI/TII.
"Gerombolan itu tidak bermotip politik, malah bersenjata (api)
pun tidak. Yang ada hanya sekawanan orang yang melakukan tindak
pidana kriminil seperti penggarongan dan pencurian. Sekarang
mereka masih dalam pengejaran," bantah Kepala Penerangan Kodam
VI Siliwangi Mayor Slamet Sudjono pada TEMPO pekan lalu.
Diakuinya, ada di antara garong itu yang mengaku sebagai
gerombolan Kartosuwiryo, tapi itu dianggapnva "cuma untuk
menimbulkan ketakutan dan kewaswasan masyarakat." Tapi ia tidak
berani memastikan adanya kemungkinan terselipnya bekas anggota
gerombolan Kartosuwiryo di antara para garong itu.
Beberapa sisa DI/TII kini memang masih dalam pengejaran yang
berwajib, antara lain Adah Jaelani, Aceng Kurnia, Ules Sudjai,
Tachmid Basuki, Toha Machpud serta anak kandung Kartosuwiryo
Dodo Mochamad Darda. Mereka melarikan diri kembali dan diduga
terlibat dalam Komando Jihad.
"Saya sudah berikhtiar lewat keluarga mereka agar segera
menyerahkan diri, tapi tidak berhasil karena dengan
keluarganyapun komunikasi mereka terputus," kata Ateng Jaelani,
bekas Panglima DI/TII Jawa Madura yang kini jadi penyalur minyak
dan berstatus tahanan rumah. Menurut Ateng, hanya "mereka yang
emosionil" yang terpancing dalam Komando Jihad. Kini diduga
mereka masih ada di daerah Jawa Barat.
Syirik
Jika sebagian masyarakat Jawa Barat gelisah, penduduk Lampung
Utara dan Sumatera Selatan malahan merasa lega. Awal bulan ini
62 anggota Korps Mujahidin (Pejuang) melaporkan diri pada
Pangdam IV/Sriwijaya Brigjen Obrin Setjakusuma di Baturaja Ogan
Komering Ulu. Pekan lalu menyusul 15 orang lagi yang menyerah di
kecamatan Buay Madang. Termasuk yang pernah ditahan, jumlah yang
telah menyerah sekitar 120 orang.
"Mereka adalah petani biasayang termakan desas-desus bahwa
pemerintah dan ABRI memusuhi dan menghalangi perkembangan agama
Islam," kata Brigjen Obrin pekan lalu kepada TEMPO. Para petani
itu, kebanyakan transmigran spontan dari Jawa, terpengaruh
ucapan beberapa kyai bahwa mereka yang belum di-bai'at, agama
mereka diragukan dan mati syirik.
Para petani yang diam di daerah terpencil dan kurang mendapat
penerangan itu rupanya terpengaruh oleh para kyai itu, antara
lain Kyai Kholil, Harun, Achmad, Herman dan Kyai Tahyat Hidayat.
Tapi sejak dibai'at sampai melaporkan diri, para petani itu
tidak pernah melakukan gerakan fisik menentang pemerintah,
apalagi berbuat "makar".
Bengek
Beberapa kyai itu, kecuali Achmad dan Kholil yang masih dalam
pengejaran, kini ditahan. Diduga mereka ini ada hubungannya
dengan Warman, bekas tokoh DI/TII Jawa Barat, yang bermukim di
daerah Lampung beberapa tahun terakhir ini. Sampai kini, ABRI
telah mengadakan Operasi Tumpas empat kali untuk menghancurkan
gerombolan Warman yang dianggap punya hubungan dengan Komando
Jihad. Salah satu kyai yang ditahan ialah Bandan Indarto dari
Palembang yang dakwahnya berupa kuliah subuh lewat Radio Dakwah
Agama Sosial dianggap "telah menimbulkan kegoncangan dalam
masyarakat."
Mengapa mereka menyerah? "Kami melihat kenyataan lain dari yang
diceritakan," cerita Slamat (45 tahun) dan Karim (40 tahun)
bekas anggota Korps Mujahidin pekan lalu. Mereka terkesan
melihat kegotong-royongan penduduk bersama warga ABRI yang
membangun jalan pintas di daerah mereka hingga mereka tidak usah
mengambil jalan memutar yang 20 km lebih jauh. Mereka juga
terhimbau oleh siaran radio pesantren Nurul Ilham yang
menyadarkan mereka bahwa ajaran kyai Kholil salah. Pesantren di
desa Pulau Negara ini akan diresmikan Menteri Agama Alamsyah
bulan ini. Didirikan April lalu oleh Aziz Hamid, Ketua Tenaga
Pembangunan Sriwijaya (bekas Tentara Pelajar Sriwijaya) bersama
teman-temannya.
Pembai'atan para petani di daerah Baturaja itu diduga merupakan
usaha Warman mengumpulkan massa. Kini Warman yang kurus,
bercambang dan sakit bengek ini diperkirakan ada di Lampung
Utara atau melarikan diri ke Jawa Sumber TEMPO memperkirakan
hanya sekitar 20-an anggota gerombolan ini yang tersisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini