Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih Ada Yang Dikejar

Pelaku rampok misterius di perbatasan Garut, Tasikmalaya & Bandung mengaku gerombolan Kartosuwiryo, masih terus dikejar. Di Sum-sel 120 anggota korps mujahidin menyerahkan diri kepada yang berwajib. (nas)

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARUL Islam (DI) hidup lagi? Ini yang membuat was-was sebagian penduduk Jawa Barat setelah serangkaian penggarongan "misterius" terjadi di daerah perbatasan Garut, Tasikmalaya dan Bandung awal bulan ini. Daerah ini dulu dikenal sebagai basis gerombolan DI/TII Kartosuwiryo. Belum ada pelakunya yang tertangkap. Dan masyarakat menduga-duga, mereka ini bekas atau pun generasi muda DI/TII. "Gerombolan itu tidak bermotip politik, malah bersenjata (api) pun tidak. Yang ada hanya sekawanan orang yang melakukan tindak pidana kriminil seperti penggarongan dan pencurian. Sekarang mereka masih dalam pengejaran," bantah Kepala Penerangan Kodam VI Siliwangi Mayor Slamet Sudjono pada TEMPO pekan lalu. Diakuinya, ada di antara garong itu yang mengaku sebagai gerombolan Kartosuwiryo, tapi itu dianggapnva "cuma untuk menimbulkan ketakutan dan kewaswasan masyarakat." Tapi ia tidak berani memastikan adanya kemungkinan terselipnya bekas anggota gerombolan Kartosuwiryo di antara para garong itu. Beberapa sisa DI/TII kini memang masih dalam pengejaran yang berwajib, antara lain Adah Jaelani, Aceng Kurnia, Ules Sudjai, Tachmid Basuki, Toha Machpud serta anak kandung Kartosuwiryo Dodo Mochamad Darda. Mereka melarikan diri kembali dan diduga terlibat dalam Komando Jihad. "Saya sudah berikhtiar lewat keluarga mereka agar segera menyerahkan diri, tapi tidak berhasil karena dengan keluarganyapun komunikasi mereka terputus," kata Ateng Jaelani, bekas Panglima DI/TII Jawa Madura yang kini jadi penyalur minyak dan berstatus tahanan rumah. Menurut Ateng, hanya "mereka yang emosionil" yang terpancing dalam Komando Jihad. Kini diduga mereka masih ada di daerah Jawa Barat. Syirik Jika sebagian masyarakat Jawa Barat gelisah, penduduk Lampung Utara dan Sumatera Selatan malahan merasa lega. Awal bulan ini 62 anggota Korps Mujahidin (Pejuang) melaporkan diri pada Pangdam IV/Sriwijaya Brigjen Obrin Setjakusuma di Baturaja Ogan Komering Ulu. Pekan lalu menyusul 15 orang lagi yang menyerah di kecamatan Buay Madang. Termasuk yang pernah ditahan, jumlah yang telah menyerah sekitar 120 orang. "Mereka adalah petani biasayang termakan desas-desus bahwa pemerintah dan ABRI memusuhi dan menghalangi perkembangan agama Islam," kata Brigjen Obrin pekan lalu kepada TEMPO. Para petani itu, kebanyakan transmigran spontan dari Jawa, terpengaruh ucapan beberapa kyai bahwa mereka yang belum di-bai'at, agama mereka diragukan dan mati syirik. Para petani yang diam di daerah terpencil dan kurang mendapat penerangan itu rupanya terpengaruh oleh para kyai itu, antara lain Kyai Kholil, Harun, Achmad, Herman dan Kyai Tahyat Hidayat. Tapi sejak dibai'at sampai melaporkan diri, para petani itu tidak pernah melakukan gerakan fisik menentang pemerintah, apalagi berbuat "makar". Bengek Beberapa kyai itu, kecuali Achmad dan Kholil yang masih dalam pengejaran, kini ditahan. Diduga mereka ini ada hubungannya dengan Warman, bekas tokoh DI/TII Jawa Barat, yang bermukim di daerah Lampung beberapa tahun terakhir ini. Sampai kini, ABRI telah mengadakan Operasi Tumpas empat kali untuk menghancurkan gerombolan Warman yang dianggap punya hubungan dengan Komando Jihad. Salah satu kyai yang ditahan ialah Bandan Indarto dari Palembang yang dakwahnya berupa kuliah subuh lewat Radio Dakwah Agama Sosial dianggap "telah menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat." Mengapa mereka menyerah? "Kami melihat kenyataan lain dari yang diceritakan," cerita Slamat (45 tahun) dan Karim (40 tahun) bekas anggota Korps Mujahidin pekan lalu. Mereka terkesan melihat kegotong-royongan penduduk bersama warga ABRI yang membangun jalan pintas di daerah mereka hingga mereka tidak usah mengambil jalan memutar yang 20 km lebih jauh. Mereka juga terhimbau oleh siaran radio pesantren Nurul Ilham yang menyadarkan mereka bahwa ajaran kyai Kholil salah. Pesantren di desa Pulau Negara ini akan diresmikan Menteri Agama Alamsyah bulan ini. Didirikan April lalu oleh Aziz Hamid, Ketua Tenaga Pembangunan Sriwijaya (bekas Tentara Pelajar Sriwijaya) bersama teman-temannya. Pembai'atan para petani di daerah Baturaja itu diduga merupakan usaha Warman mengumpulkan massa. Kini Warman yang kurus, bercambang dan sakit bengek ini diperkirakan ada di Lampung Utara atau melarikan diri ke Jawa Sumber TEMPO memperkirakan hanya sekitar 20-an anggota gerombolan ini yang tersisa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus