DIPLOMASI baru Cina yang galak itu menjalar ke Asia Tenggara.
Teng Hsiao-ping, Wakil Perdana Menteri Cina baru saja mengakhiri
kunjungan pentingnya yang berhasil gemilang di Jepang itu. Pekan
lalu ia datang ke Asia Tenggara ketika negerinya sedang terlibat
pertengkaran sengit dengan Vietnam maupun Uni Soviet. Hampir
bersamaan waktunya, para pemimpin Hanoi muncul di Moskow
menanda-tangani suatu pakta pertahanan bersama. "Pakta itu
merupakan usaha kaum hegemonis untuk mengurung Cina," komentar
Teng terhadap kesepakatan tersebut.
Asia Tenggara dalam enam bulan terakhir ini memang menjadi
sasaran kunjungan berbagai pihak yang saling bermusuhan. Ke
kawasan ini berkunjung Wakil Presiden Amerika Walter Mondale,
Perdana Menteri Vietnam Pham Van Dong, Wakil Perdana Menteri
Kamboja Ieng Sary Wakil Menlu Uni Soviet Nikolai Firyubin, serta
sejumlah pejabat tinggi negara lainnya. Kenyataan itulah yang
mendesak Peking untuk segera memperlihatkan mukanya di kawasan
Inl Dan alam suatu perjalanan, Teng sekaligus mengunjungi
Muangthai, Malaysia dan Singapura.
Di Bangkok, persiapan menunggu Teng dilakukan secara
besar-besaran. "Belum pernah tamu penting disambut semeriah itu
sejak kunjungan Presiden Nixon ke Bangkok pada tahun 1969,"
tulis seorang wartawan Amerika. Pada hari yang sama, 5 Nopember,
beberapa jam setelah mendarat, Teng diterima pula oleh Raja
Muangthai, Bhumibol Adulyadej. Bahkan raja ini secara khusus
memberikan kesempatan kepada Teng untuk menghadiri upacara
peresmian putera mahkota menjadi seorang biksu. "Teng adalah
pejabat asing pertama yang mendapat kehormatan demikian,"
komentar seorang pejabat istana di Bangkok. Dan barangkali ia
juga orang atheis pertama yang berhasil masuk di kuil sudha yang
megah dan anggun itu.
Tapi Teng -- yang disertai isteri dalam rombongan besar -- bukan
cuma menikmati acara protokoler yang spektakuler seperti yang
dialaminya di istana serta di pusat latihan militer Muangthai.
Ia ternyata juga mencapai hasil kongkrit yang amat diharapkan
oleh Peking. Yaitu suatu persetujuan dagang dalam jumlah yang
cukup besar, dan suatu, persetujuan penerbangan dengan pihak
tuan rumah. Dengan persetujuan ini pesawat Cina diizinkan
terbang di wilayah udara Muangthai untuk menghindari kemungkinan
fatal di atas wilayah Laos dan Vietnam yang kini tidak lagi
bersikap bersahabat terhadap Cina.
Walaupun acaranya amat padat, Teng yang berusia lanjut itu masih
sempat melakukan hal-hal yang sama sekali tidak berbau
protokoler. Ia, misalnya, berkunjung ke rumah Perdana Menteri
Kriangsak untuk menikmati hidangan pembesar Muangthai yang gemar
memasak itu. Teng juga ingin mengulangi hal yang dilakukannya di
Tokio (mengunjungi rumah bekas Perdana Menteri Tanaka) di luar
pengetahuan Perdana Menteri Fukuda. Tapi di Bangkok, bekas
Perdana Menteri Kukrit Pramoj, orang yang membuka hubungan
diplomatik dengan Peking menolak rencana kunjungan Teng, karena
alasan keamanan. Kukrit pergi menjumpainya di Hotel Erawan,
tempat Teng dan rombongannya menginap.
Bagi para pengamat politik, acara Teng yang amat menarik di
Muangthai tentllah kesempatn ilmpa pers Setelah di Tokio
tempo hari, inilah yang kedua kalinya Teng tampil di depan
pers. Tidak tanggung-tanggung, selama 40 menit di Hotel Erawan
(8 Nopember). Teng menyebut Vietnam sebagai "Kuba di Asia
tenggara" dan "Bandit di Asia Tenggara." la juga menyebut
perjanjian Moskow-Hanoi sebagai "suatu usaha kaum hegemonis
untuk tidak saja menguasai Asia Tenggara, melainkan juga seluruh
dunia."
Teng menuduh Vietnam menyerbu Kamboja, dan menyebut pemimpin
negeri itu, Pham Van Dong, sebagai "pembohong besar."
Sebelumnya, Van Dong di Bangkok membantah keterlibatan negaranya
dalam setiap subversi komunis di Asia Tenggara.
Tapi adakah hubungan Partai Komunis Cina dengan para pemberontak
komunis di Asia Tenggara? "Hubungan itu bukanlah antara
pemerintah dengan pemberontak, melainkan antara partai dengan
partai," Teng menjelaskan.
Ucapan ini ternyata menimbulkan ketegangan tatkala Teng berada
di Malaysia akhir pekan silam. Seorang pejabat tinggi Malaysia
mengomentari ucapan itu: "Setahu kami, yang membentuk pemerintah
dan yang berkuasa di Tiongkok itu adalah partai. Bagaimana pula
partai dan pemerintah bisa berbeda pendapat mengenai suatu hal
yang penting. Saya tak habis pikir."
Kemudian terbukti bahwa ucapan Teng yang terus terang itu juga
dicata1 di Jakarta. Sebelum berkunjung ke India awal pekan ini,
Menlu Mokhtar Kusumaatmadja berkata: "Kunjungan Ten Hsiao-ping
itu merupakan langkah mau bersahabat dengan Asean. Itu tidak ada
jeleknya." Apakah itu bisa ditafsirkan bahwa normalisasi
hubungan Peking-Jakarta sudah dekat? "Dengan pernyataan Teng itu
-- hubungan partai dengan partai tetap dipelihara -- kita jadi
mikir-mikir dulu. Kita dalam posisi yang sulit.' Begitu Mokhtar
menjelaskan pada A Margana dari TEMPO.
Malaysia kini betul-betul berada dalam posisi yang sulit. Cerita
dari Kuala Lumpur mengungkapkan betapa Kedutaan Cina di sana
melakukan kegiatan lebih dari yang mustinya diizinkan. Kegiatan
demikian jelas mengkhawatirkan bagi sebuah negara yang mempunyai
penduduk keturunan Cina dalam jumlah amat besar, sedang
pemberontak komunis kebanyakan terdiri pula dari orang Cina.
Inilah barangkali sebabnya mengapa pembesar kepolisian Malaysia
bersikap keras menjelang kedatangan Teng. Juga tentara
dikerahkan untuk berjagajaga di seluruh negeri. Para pemimpin
surat kabar diingatkan untuk tidak memberitakan kunjungan Teng
secara berlebihan. Bahkan para wartawan tidak pernah diberi
kesempatan mendekati para tamu. "Foto boleh diambil cuma pada
upacara jamuan resmi," kata seorang pejabat tinggi kantor
perdana menteri di Kuala Lumpur.
Selama kunjungan Teng, suasana Malaysia tenang-tenang saja.
Sambutan meluap masyarakat keturunan Cina -- yang ditakutkan
akan terjadi -- secara amat saksama berhasil dicegah oleh
pemerintah.
Dari Singapura -- negeri Asean ketiga yang dikunjungi Teng --
tidak terdengar adanya persiapan keamanan yang berlebihan
seperti di Malaysia. Sambutan meriah pun tidak nampak.
Koresponden TEMPO di Singapura, Khoe Hak Lip, melaporkan awal
pekan ini bahwa Teng disambut "tidak seramai seperti kedatangan
pemimpin-pemimpin negara lain. Di lapangan terbang Paya Lebar,
hadir Perdana Menteri Lee Kuan Yew serta para pembesar Singapura
lainnya. Bersama regu bola volly RRC -- datang mendahului Teng
--ada sekitar 150 penjemput. Kelihatan mundar-mandir dengan
walky talky sekitar 100 petugas keamanan.
"Di luar pintu gerbang lapangan terbang, cuma sekitar 300 orang
bertepuk tangan ketika rombongan lewat. Jalan-jalan di Singapura
tidak ubahnya dari keadaan Minggu pagi seperti pekan-pekan
sebelumnya. Sepi."
Suasana sepi Singapura ini tidaklah mengurangi arti kunjungan
balasan pembesar Cina ke republik pulau tersebut. Lee Kuan Yew
tahun 1976 merupakan pembesar Asia Tenggara terakhir yang
bertemu Mao di Peking.
Di Singapura Teng tidak tampil dengan komentarnya yang menarik
perhatian. Ia memusatkan perhatiannya pada aspek ekonomi.
Tidak ada pernyataan bersama di Singapura. Juga di Kuala Lumpur
pernyataan demikian tidak dikeluarkan. Cerita tentang akan ada
tidaknya hubungan diplomatik Cina-Singapura tidak pula terdengar
pada kunjungan ini. Tapi bahwa di Muangthai dan Singapura Teng
melakukan pembicaraan dagang, nampaknya kunjungan ini cukup
membawa hasil bagi Cina yang sedang membangun negerinya.
Barangkali hasil yang tidak kurang menonjol dari kunjungan Teng
ini ialah kesempatan yang telah dipergunakannya untuk menyerang
musuh-musuh politiknya secara gencar dan terbuka. Sudah tentu
pada setiap pembicaraan dengan tuan rumah Teng membeberkan
panjang lebar politik baru yang ditempuh Cina setelah masa
radikal di bawah Mao dan Gerombolan Berempat' berlalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini