Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Teng datang, mau baik-baik mau apa, teng

Wakil pm cina, teng hsiao-ping, sibuk melakukan kunjungan ke luar negeri dalam usaha memperluas hubungan dagang & politik. pembangunan di dalam negeri telah banyak membawa hasil bagi kesejahteraan rakyatnya.

18 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIPLOMASI baru Cina yang galak itu menjalar ke Asia Tenggara. Teng Hsiao-ping, Wakil Perdana Menteri Cina baru saja mengakhiri kunjungan pentingnya yang berhasil gemilang di Jepang itu. Pekan lalu ia datang ke Asia Tenggara ketika negerinya sedang terlibat pertengkaran sengit dengan Vietnam maupun Uni Soviet. Hampir bersamaan waktunya, para pemimpin Hanoi muncul di Moskow menanda-tangani suatu pakta pertahanan bersama. "Pakta itu merupakan usaha kaum hegemonis untuk mengurung Cina," komentar Teng terhadap kesepakatan tersebut. Asia Tenggara dalam enam bulan terakhir ini memang menjadi sasaran kunjungan berbagai pihak yang saling bermusuhan. Ke kawasan ini berkunjung Wakil Presiden Amerika Walter Mondale, Perdana Menteri Vietnam Pham Van Dong, Wakil Perdana Menteri Kamboja Ieng Sary Wakil Menlu Uni Soviet Nikolai Firyubin, serta sejumlah pejabat tinggi negara lainnya. Kenyataan itulah yang mendesak Peking untuk segera memperlihatkan mukanya di kawasan Inl Dan alam suatu perjalanan, Teng sekaligus mengunjungi Muangthai, Malaysia dan Singapura. Di Bangkok, persiapan menunggu Teng dilakukan secara besar-besaran. "Belum pernah tamu penting disambut semeriah itu sejak kunjungan Presiden Nixon ke Bangkok pada tahun 1969," tulis seorang wartawan Amerika. Pada hari yang sama, 5 Nopember, beberapa jam setelah mendarat, Teng diterima pula oleh Raja Muangthai, Bhumibol Adulyadej. Bahkan raja ini secara khusus memberikan kesempatan kepada Teng untuk menghadiri upacara peresmian putera mahkota menjadi seorang biksu. "Teng adalah pejabat asing pertama yang mendapat kehormatan demikian," komentar seorang pejabat istana di Bangkok. Dan barangkali ia juga orang atheis pertama yang berhasil masuk di kuil sudha yang megah dan anggun itu. Tapi Teng -- yang disertai isteri dalam rombongan besar -- bukan cuma menikmati acara protokoler yang spektakuler seperti yang dialaminya di istana serta di pusat latihan militer Muangthai. Ia ternyata juga mencapai hasil kongkrit yang amat diharapkan oleh Peking. Yaitu suatu persetujuan dagang dalam jumlah yang cukup besar, dan suatu, persetujuan penerbangan dengan pihak tuan rumah. Dengan persetujuan ini pesawat Cina diizinkan terbang di wilayah udara Muangthai untuk menghindari kemungkinan fatal di atas wilayah Laos dan Vietnam yang kini tidak lagi bersikap bersahabat terhadap Cina. Walaupun acaranya amat padat, Teng yang berusia lanjut itu masih sempat melakukan hal-hal yang sama sekali tidak berbau protokoler. Ia, misalnya, berkunjung ke rumah Perdana Menteri Kriangsak untuk menikmati hidangan pembesar Muangthai yang gemar memasak itu. Teng juga ingin mengulangi hal yang dilakukannya di Tokio (mengunjungi rumah bekas Perdana Menteri Tanaka) di luar pengetahuan Perdana Menteri Fukuda. Tapi di Bangkok, bekas Perdana Menteri Kukrit Pramoj, orang yang membuka hubungan diplomatik dengan Peking menolak rencana kunjungan Teng, karena alasan keamanan. Kukrit pergi menjumpainya di Hotel Erawan, tempat Teng dan rombongannya menginap. Bagi para pengamat politik, acara Teng yang amat menarik di Muangthai tentllah kesempatn ilmpa pers Setelah di Tokio tempo hari, inilah yang kedua kalinya Teng tampil di depan pers. Tidak tanggung-tanggung, selama 40 menit di Hotel Erawan (8 Nopember). Teng menyebut Vietnam sebagai "Kuba di Asia tenggara" dan "Bandit di Asia Tenggara." la juga menyebut perjanjian Moskow-Hanoi sebagai "suatu usaha kaum hegemonis untuk tidak saja menguasai Asia Tenggara, melainkan juga seluruh dunia." Teng menuduh Vietnam menyerbu Kamboja, dan menyebut pemimpin negeri itu, Pham Van Dong, sebagai "pembohong besar." Sebelumnya, Van Dong di Bangkok membantah keterlibatan negaranya dalam setiap subversi komunis di Asia Tenggara. Tapi adakah hubungan Partai Komunis Cina dengan para pemberontak komunis di Asia Tenggara? "Hubungan itu bukanlah antara pemerintah dengan pemberontak, melainkan antara partai dengan partai," Teng menjelaskan. Ucapan ini ternyata menimbulkan ketegangan tatkala Teng berada di Malaysia akhir pekan silam. Seorang pejabat tinggi Malaysia mengomentari ucapan itu: "Setahu kami, yang membentuk pemerintah dan yang berkuasa di Tiongkok itu adalah partai. Bagaimana pula partai dan pemerintah bisa berbeda pendapat mengenai suatu hal yang penting. Saya tak habis pikir." Kemudian terbukti bahwa ucapan Teng yang terus terang itu juga dicata1 di Jakarta. Sebelum berkunjung ke India awal pekan ini, Menlu Mokhtar Kusumaatmadja berkata: "Kunjungan Ten Hsiao-ping itu merupakan langkah mau bersahabat dengan Asean. Itu tidak ada jeleknya." Apakah itu bisa ditafsirkan bahwa normalisasi hubungan Peking-Jakarta sudah dekat? "Dengan pernyataan Teng itu -- hubungan partai dengan partai tetap dipelihara -- kita jadi mikir-mikir dulu. Kita dalam posisi yang sulit.' Begitu Mokhtar menjelaskan pada A Margana dari TEMPO. Malaysia kini betul-betul berada dalam posisi yang sulit. Cerita dari Kuala Lumpur mengungkapkan betapa Kedutaan Cina di sana melakukan kegiatan lebih dari yang mustinya diizinkan. Kegiatan demikian jelas mengkhawatirkan bagi sebuah negara yang mempunyai penduduk keturunan Cina dalam jumlah amat besar, sedang pemberontak komunis kebanyakan terdiri pula dari orang Cina. Inilah barangkali sebabnya mengapa pembesar kepolisian Malaysia bersikap keras menjelang kedatangan Teng. Juga tentara dikerahkan untuk berjagajaga di seluruh negeri. Para pemimpin surat kabar diingatkan untuk tidak memberitakan kunjungan Teng secara berlebihan. Bahkan para wartawan tidak pernah diberi kesempatan mendekati para tamu. "Foto boleh diambil cuma pada upacara jamuan resmi," kata seorang pejabat tinggi kantor perdana menteri di Kuala Lumpur. Selama kunjungan Teng, suasana Malaysia tenang-tenang saja. Sambutan meluap masyarakat keturunan Cina -- yang ditakutkan akan terjadi -- secara amat saksama berhasil dicegah oleh pemerintah. Dari Singapura -- negeri Asean ketiga yang dikunjungi Teng -- tidak terdengar adanya persiapan keamanan yang berlebihan seperti di Malaysia. Sambutan meriah pun tidak nampak. Koresponden TEMPO di Singapura, Khoe Hak Lip, melaporkan awal pekan ini bahwa Teng disambut "tidak seramai seperti kedatangan pemimpin-pemimpin negara lain. Di lapangan terbang Paya Lebar, hadir Perdana Menteri Lee Kuan Yew serta para pembesar Singapura lainnya. Bersama regu bola volly RRC -- datang mendahului Teng --ada sekitar 150 penjemput. Kelihatan mundar-mandir dengan walky talky sekitar 100 petugas keamanan. "Di luar pintu gerbang lapangan terbang, cuma sekitar 300 orang bertepuk tangan ketika rombongan lewat. Jalan-jalan di Singapura tidak ubahnya dari keadaan Minggu pagi seperti pekan-pekan sebelumnya. Sepi." Suasana sepi Singapura ini tidaklah mengurangi arti kunjungan balasan pembesar Cina ke republik pulau tersebut. Lee Kuan Yew tahun 1976 merupakan pembesar Asia Tenggara terakhir yang bertemu Mao di Peking. Di Singapura Teng tidak tampil dengan komentarnya yang menarik perhatian. Ia memusatkan perhatiannya pada aspek ekonomi. Tidak ada pernyataan bersama di Singapura. Juga di Kuala Lumpur pernyataan demikian tidak dikeluarkan. Cerita tentang akan ada tidaknya hubungan diplomatik Cina-Singapura tidak pula terdengar pada kunjungan ini. Tapi bahwa di Muangthai dan Singapura Teng melakukan pembicaraan dagang, nampaknya kunjungan ini cukup membawa hasil bagi Cina yang sedang membangun negerinya. Barangkali hasil yang tidak kurang menonjol dari kunjungan Teng ini ialah kesempatan yang telah dipergunakannya untuk menyerang musuh-musuh politiknya secara gencar dan terbuka. Sudah tentu pada setiap pembicaraan dengan tuan rumah Teng membeberkan panjang lebar politik baru yang ditempuh Cina setelah masa radikal di bawah Mao dan Gerombolan Berempat' berlalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus