SETIAP orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum. Bahkan, dalam perkara pidana, "seorang tersangka terutama
sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak
menghubungi dan minta bantuan Penasehat Hukum." Itu janji
undang-undang dalam Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (UU No. 14 tahun 1970).
Pelaksanaannya bagaimana? Macet. Walau ada desakan gencar dari
banyak ahli hukum teruuma yang di luar instansi pemerintah.
Polisi dan jaksa selalu menolak menunaikan janji UU itu.
Alasannya UU itu, sekalipun sudah terbit sejak 1970, tak
mempunyai peraturan pelaksanaan.
Kebijaksanaan Menhankam Jenderal M. Jusuf, membawa angin baru.
Polri dan POM ABRI diminta agar memperlihatkan segi-segi
kemanusiaan dalam menjalankan pemeriksaan dan pengusutan
terhadap setiap pesakitan. "Mulai dari penangkapan sampai ke
pemeriksaan dan seterusnya hendaknya diperlakukan menurut
harkatnya sebagai manusia."
Agaknya itu sebabnya Pangkopkamtib Sudomo dan Kaskopkamtib Yoga
Soegama, awal bulan ini bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung,
Prof. Oemar Seno Adji, yang diperluas minggu berikutnya dengan
Jaksa Agung Ali Said, Menteri Kehakiman Moedjono dan Deputy
Kapolri Mayjen Pol. Ibrahim Surjaamidjaja. Hasilnya: lahirlah
sekali lagi Pernyataan Bersama para pucuk pimpinan penegak
hukum, ketua mahkamah agung, jaksa agung, kapolri dan
wapangab/pangkopkamtib, kaskopkamtib/kabakin serta menteri
kehakiman, tentang pelaksanaan bantuan hukum. Jenderal Kanter
Kepala Babinkum Hankam, yang menjadi jurubicara pertemuan para
pimpinan penegak hukum, menjelaskan beberapa hal.
Dua Yang Baru
Pernyataan Bersama menjamin seorang tersangka memperoleh bantuan
hukum, dengan menghubungi penasehat hukum dan keluarganya, sejak
dilakukan penangkapan dan penahanan. Juga jaminan kemanusiaan.
Caranya, bagaimana? Kanter hanya menyatakan: "Pengaturan dan
cara pengawasan digariskan sedemikian rupa sehingga ada
keseimbangan antara kepentingan pemeriksaan dan pihak si
tertahan untuk mempersiapkan pembelaan." Yang baru dari
Pernyataan Bersama kali ini ialah seperti kata Kanter,
"ketentuan tersebut diperlakukan juga terhadap tahanan Kopkamtib
atau Opstib yang akan diteruskan ke pengadilan sebagai perkara
pidana."
Pertemuan penegak hukum juga memutuskan beberapa persoalan
penahanan sementara dan akan mengusakan agar Rancangan
Undang-Undang Hukum Acara Pidana mendapat prioritas pengajuannya
ke DPR untuk memperoleh pengesahan. Hal baru lain yang
diputuskan: penahanan oleh Kopkamtib merupakan penahanan
justisiil juga. Artinya, penahanan oleh Kopkamtib dinilai sama
dengan penahanan sementara biasa, yang dapat diperhitungkan
dengan masa penghukuman penjara, bila hakim memutuskan demikian.
Angin lama yang kembali bertiup betapapun cukup menyegarkan.
Seperti sambutan S Tasrif, Ketua Peradin "Kali ini kita harapkan
pernyataan itu benar-benar akan dilaksanakan agar tidak lagi
menjadi harapan-harapan kosong seperti konsensus yang lalu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini