Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Matilah Pelan-Pelan

Menjelang tes PP I yang akan berlangsung pada tgl 31 mei 1983, kanwil P dan K jakarta mengeluarkan edaran yang isinya mencabut izin kursus-kursus atau bimbingan test. (nas)

21 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMINGGU menjelang tes PP I yang akan berlangsung mulai 31 Mei mendatang, para pengurus bimbingan tes mendadak kaget. Tak satu pun menduga H. Noerdin Oemar B.A., kepala Bidang Pendidikan Masyarakat, Kanwil P & K Jakarta, bakal mengeluarkan sebuah surat edaran. Edaran yang dikeluarkan tanggal 16 Mei dan dituJukan kepada semua pemilik dan penanggung jawab bimbingan tes yang ada di Jakarta itu menyatakan bahwa perizinan bimbingan tes bukan wewenang instansinya. Dan izin yang telah telanjur dikeluarkannya, dinyatakan tidak berlaku terhitung tanggal dikeluarkannya surat edaran itu. Praktis sejak Senin ini seluruh bimbingan tes itu tidak punya surat izin lagi. Padahal besoknya, beberapa di antaranya akan menyelenggarakan latihan menghadapi tes PP I di Senayan. "Saya secara resmi belum diberitahu. Saya kira itu cuma move-move saja," kata Maringan Sitorus, direktur Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) setengah percaya. Bimbingan tes KSM telah menghabiskan Rp 6 juta buat ongkos mencetak soal, lembar jawaban, brosur. dan pasang poster untuk latihan tes masuk itu. Bahkan surat izin dari polisi Metro Jaya sudah diperolehnya tanggal 14 Mei. "Izinnya gampang. Cuma satu hari saya urus," kata Sitorus. Itu sebabnya direktur yang akan menyertakan lebih dari seribu siswanya dalam latihan tes itu heran dengan keluarnya edaran tersebut. "Dulu yang memberi izin Pak Noerdin itu. Dan kalau benar, ini tindakan drastis," kata Sitorus, "harusnya ada peringatan dulu sampai tiga kali. Begitu kalau mau 'bunuh' orang." Karena merasa belum ada pernyataan, dan sudah mengantungi surat izin polisi, Sitorus tetap akan melaksanakan latihan tes masuk PP itu. Yang mencoba tenang terhadap tindakan Kanwil P & K itu adalah Siky Mulyono. Drs. Med. yang telah mengasuh usahanya sejak 1965 itu, menganggap bila bimbingan tes dilarang, masih bisa mengalihkan usahanya ke bentuk lain, misalnya, privat les seperti les-les bahasa Inggris. "Dulu juga bimbingan tes itu tanpa izin. Saya tak pernah minta, tapi mereka sendiri yang datang memberi izin," katanya. Siky tidak keberatan menutup usahanya. "Saya tak akan menerima murid baru lagi. Tapi saya minta murid-murid yang sudah ada, dibiarkan terus belajar. Itu tanggung jawab saya karena mereka sudah telanjur bayar. Pokoknya akan saya ajar mereka sampai saya dimasukkan ke penjara," kata ayah tiga orang anak itu. Usaha seperti yang dilakukan Siky dan Sitorus itu pada beberapa tahun terakhir ini memang telah tumbuh pesat sebagai usaha bisnis yang menguntungkan (Lihat TEMPO, 7 Mei). Mungkin itu sebabnya Departemen P & K melihat menjamurnya bimbingan tes itu -- meskipun tanpa data penelitian dengan rasa curiga. Prof. Darji Darmodiharjo, Senin pekan lalu kepada wartawan memang menyebut beberapa keuntungan dari kursus untuk menambah pelajaran itu. Namun Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (PDM) itu berpendapat, bimbingan tes terlalu banyak menampiikan segi-segi negatifnya. Tidak ada pendalaman materi, sedikit sekali penambahan materi, biayanya tinggi, menyita waktu terlalu banyak, dan sering terjadi penyalahgunaan fungsi bimbingan tes. Menurut staf saya, segi positif bimbingan tes ialah dapat mempantu para calon mahasiswa dalam mengisi lembaran-lembaran ujian. Tapi menurut para ahli dan saya sendiri, manfaat lain dari bimbingan tes, nonsens," kata Nugroho Notosusanto, menteri P & K, ketika ditemui Praginanto dari TEMPO. Senin lalu. Nugroho yang belakangan ini rajin mengunjungi kampus di beberapa kota, malah menuduh bimbingan tes ada unsur penipuannya. "Mereka memasang tarif sangat mahal, padahal apa yang mereka berikan pada siswanya dalam waktu yang demikian singkat?" katanya, "oleh sebab itu dalam menertibkan kursus-kursus serupa itu saya juga akan menghubungi Kejaksaan Agung." Belum jelas kapan dan dalam bentuk apa Menteri P & K dan Kejaksaan Agung akan menertibkan bimbingan tes. Tapi surat edaran seperti yang keluar di Jakarta nampaknya belum muncul di daerah. "Belum ada petunjuk untuk melarangnya dari pusat. Dan untuk melarangnya harus jelas dulu apa alasannya," ujar Drs. Soegijo, Kakanwil P & K Ja-Tim. Soegijo memang tak meminta data penelitian untuk bisa bertindak serupa seperti rekannya di Jakarta. Kakanwil itu juga melihat kekurangan dari bimbingan tes. "Tapi secara obyektif dengan ikut bimbingan tes menunjukkan ada kemauan siswa belajar secara intensif," katanya. Masa depan kursus yang telah memberi penghasilan kepada pengajarnya antara Rp 100 ribu rupiah sampai Rp 1 juta per bulan itu akhirnya akan banyak tergantung dari pemerintah. "Saya sendiri sebenarnya merasa tidak enak mematikan rezeki orang, oleh sebab itu saya tidak mengadakan gebrakan. Saya hanya akan meminta mereka untuk mundur secara pelan-pelan," kata Nugroho Notosusanto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus