SEMINGGU menjelang tes PP I yang akan berlangsung mulai 31 Mei
mendatang, para pengurus bimbingan tes mendadak kaget. Tak satu
pun menduga H. Noerdin Oemar B.A., kepala Bidang Pendidikan
Masyarakat, Kanwil P & K Jakarta, bakal mengeluarkan sebuah
surat edaran.
Edaran yang dikeluarkan tanggal 16 Mei dan dituJukan kepada
semua pemilik dan penanggung jawab bimbingan tes yang ada di
Jakarta itu menyatakan bahwa perizinan bimbingan tes bukan
wewenang instansinya. Dan izin yang telah telanjur
dikeluarkannya, dinyatakan tidak berlaku terhitung tanggal
dikeluarkannya surat edaran itu.
Praktis sejak Senin ini seluruh bimbingan tes itu tidak punya
surat izin lagi. Padahal besoknya, beberapa di antaranya akan
menyelenggarakan latihan menghadapi tes PP I di Senayan. "Saya
secara resmi belum diberitahu. Saya kira itu cuma move-move
saja," kata Maringan Sitorus, direktur Kelompok Studi Mahasiswa
(KSM) setengah percaya.
Bimbingan tes KSM telah menghabiskan Rp 6 juta buat ongkos
mencetak soal, lembar jawaban, brosur. dan pasang poster untuk
latihan tes masuk itu. Bahkan surat izin dari polisi Metro Jaya
sudah diperolehnya tanggal 14 Mei. "Izinnya gampang. Cuma satu
hari saya urus," kata Sitorus.
Itu sebabnya direktur yang akan menyertakan lebih dari seribu
siswanya dalam latihan tes itu heran dengan keluarnya edaran
tersebut. "Dulu yang memberi izin Pak Noerdin itu. Dan kalau
benar, ini tindakan drastis," kata Sitorus, "harusnya ada
peringatan dulu sampai tiga kali. Begitu kalau mau 'bunuh'
orang." Karena merasa belum ada pernyataan, dan sudah
mengantungi surat izin polisi, Sitorus tetap akan melaksanakan
latihan tes masuk PP itu.
Yang mencoba tenang terhadap tindakan Kanwil P & K itu adalah
Siky Mulyono. Drs. Med. yang telah mengasuh usahanya sejak 1965
itu, menganggap bila bimbingan tes dilarang, masih bisa
mengalihkan usahanya ke bentuk lain, misalnya, privat les
seperti les-les bahasa Inggris. "Dulu juga bimbingan tes itu
tanpa izin. Saya tak pernah minta, tapi mereka sendiri yang
datang memberi izin," katanya.
Siky tidak keberatan menutup usahanya. "Saya tak akan menerima
murid baru lagi. Tapi saya minta murid-murid yang sudah ada,
dibiarkan terus belajar. Itu tanggung jawab saya karena mereka
sudah telanjur bayar. Pokoknya akan saya ajar mereka sampai saya
dimasukkan ke penjara," kata ayah tiga orang anak itu.
Usaha seperti yang dilakukan Siky dan Sitorus itu pada beberapa
tahun terakhir ini memang telah tumbuh pesat sebagai usaha
bisnis yang menguntungkan (Lihat TEMPO, 7 Mei). Mungkin itu
sebabnya Departemen P & K melihat menjamurnya bimbingan tes itu
-- meskipun tanpa data penelitian dengan rasa curiga.
Prof. Darji Darmodiharjo, Senin pekan lalu kepada wartawan
memang menyebut beberapa keuntungan dari kursus untuk menambah
pelajaran itu. Namun Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (PDM)
itu berpendapat, bimbingan tes terlalu banyak menampiikan
segi-segi negatifnya. Tidak ada pendalaman materi, sedikit
sekali penambahan materi, biayanya tinggi, menyita waktu terlalu
banyak, dan sering terjadi penyalahgunaan fungsi bimbingan tes.
Menurut staf saya, segi positif bimbingan tes ialah dapat
mempantu para calon mahasiswa dalam mengisi lembaran-lembaran
ujian. Tapi menurut para ahli dan saya sendiri, manfaat lain
dari bimbingan tes, nonsens," kata Nugroho Notosusanto, menteri
P & K, ketika ditemui Praginanto dari TEMPO. Senin lalu.
Nugroho yang belakangan ini rajin mengunjungi kampus di beberapa
kota, malah menuduh bimbingan tes ada unsur penipuannya. "Mereka
memasang tarif sangat mahal, padahal apa yang mereka berikan
pada siswanya dalam waktu yang demikian singkat?" katanya, "oleh
sebab itu dalam menertibkan kursus-kursus serupa itu saya juga
akan menghubungi Kejaksaan Agung."
Belum jelas kapan dan dalam bentuk apa Menteri P & K dan
Kejaksaan Agung akan menertibkan bimbingan tes. Tapi surat
edaran seperti yang keluar di Jakarta nampaknya belum muncul di
daerah. "Belum ada petunjuk untuk melarangnya dari pusat. Dan
untuk melarangnya harus jelas dulu apa alasannya," ujar Drs.
Soegijo, Kakanwil P & K Ja-Tim.
Soegijo memang tak meminta data penelitian untuk bisa bertindak
serupa seperti rekannya di Jakarta. Kakanwil itu juga melihat
kekurangan dari bimbingan tes. "Tapi secara obyektif dengan ikut
bimbingan tes menunjukkan ada kemauan siswa belajar secara
intensif," katanya.
Masa depan kursus yang telah memberi penghasilan kepada
pengajarnya antara Rp 100 ribu rupiah sampai Rp 1 juta per bulan
itu akhirnya akan banyak tergantung dari pemerintah. "Saya
sendiri sebenarnya merasa tidak enak mematikan rezeki orang,
oleh sebab itu saya tidak mengadakan gebrakan. Saya hanya akan
meminta mereka untuk mundur secara pelan-pelan," kata Nugroho
Notosusanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini