GEDUNG DPRD Lampung, Senin pekan lalu, bak Stadion Gelora Bung Karno ketika Indonesia melawan Thailand di final Piala Tiger. "Lampung bersatu! Lampung bersatu?!" teriak "fraksi" pengunjung "mengompori" anggota DPRD setempat yang tengah memilih gubernur. Di luar, polisi amat rapat berjaga, sementara ratusan mahasiswa memanasi situasi dengan turun ke jalan.
Seperti terkena serangan balik yang tangkas dan telak, pasangan Oemarsono (Gubernur Lampung saat ini) dan Syamsurya Ryacudu, yang mengantongi "restu" Dewan Pimpinan Pusat PDIP, mendadak terjungkal. Padahal, di dua putaran awal, mereka unggul jauh dengan mengantongi 30 dari 73 suara anggota Dewan yang hadir. Namun tiba di putaran ketiga (terakhir), mereka dikalahkan pasangan Alzier Dianis Thabranie-Ansory Yunus, juga dari PDIP, yang meraih 39 suara. Padahal sebelumnya mereka hanya merebut 23 suara, dengan Oemarsono-Ryacudu meraih 33 suara.
Berlangsung amat panas, pemilihan Gubernur Lampung kali ini diwarnai perang surat palsu, dari penundaan pemilihan sampai tuduhan korupsi. Dibayangi perpecahan parah, Ketua Umum PDIP Megawati?lewat surat keputusan DPP PDIP, 13 Desember 2002?mengesahkan Oemarsono-Ryacudu sebagai calon resmi partainya. Disebutkan, Oemarsono dan Ryacudu adalah paket tunggal calon gubernur 2003-2008, yang harus dimenangkan semua anggota Fraksi PDIP di DPRD Lampung.
Menurut Sekjen PDIP Soetjipto, Oemarsono sebenarnya pilihan PDIP Lampung jua, yang diajukan bersama dua nama lain, November 2002. Bekas Bupati Wonogiri dan Wakil Gubernur Irian Jaya ini dipilih Mega karena berprestasi. "Ketika Jakarta dilanda konflik, Lampung tetap aman," kata Tjipto. Inilah yang ingin dipertahankan bersama Oemarsono menjelang pemilu 2004. "Lampung penting karena dekat dengan Jakarta," tambahnya.
Namun beleid Mega itu ditentang kadernya sendiri. DPD PDIP Lampung sejak awal memilih Alzier?Ketua PDIP Lampung Selatan?sebagai calon nomor satu, dengan dukungan 8 dari 10 cabang yang ada. Oemarsono memang ikut diajukan, tapi hanya sebagai calon kedua. Menurut kader Banteng setempat, keputusan DPP masih bisa diterima bila calon wakil gubernurnya dari kader PDIP sendiri. Karena itu, PDIP setempat juga mengajukan tiga calon wakil gubernur, dengan Ansyori Yunus?Ketua DPD PDIP Lampung?sebagai pilihan pertama. Tapi nyatanya, Oemarsono dipasangkan dengan Syamsurya Ryacudu (adik Kasd Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu) yang Wakil Ketua DPD I Golkar Lampung.
Mbalelo dengan tetap mengajukan Alzier dan Ansyori, PDIP Lampung bahkan sama sekali tak memasang Oemarsono sebagai calon resmi PDIP.
Akibat "pembangkangan" itu, DPP PDIP memecat lima kadernya. Mereka adalah Abbas Hadisunyoto (Wakil Ketua DDP PDIP Lampung, yang juga Ketua DPRD Lampung), Ansory Yunus, Firmansyah (Wakil Sekretaris DPD Lampung), R. Prabawa (Wakil Sekretaris DPD PDIP Lampung), dan Alzier Dianis Thabranie. "Ini risiko main politik," tutur Abbas.
Petinggi PDIP lalu menunjuk Sahzan Syafri (Wakil Ketua DPD PDIP Lampung) selaku pelaksana harian Ketua DPD PDIP Lampung. Harapannya, Sahzan akan mampu "menggiring" 28 anggota fraksinya mendukung Oemarsono. Awalnya, gebrakan ini seperti menjanjikan. Dengan suara fraksinya, separuh suara PDIP, ditambah sekitar 13 suara fraksi Partai Golkar dan "sedikit" sumbangan suara fraksi lainnya, akan cukup membuatnya terpilih.
Namun Pak Oe?panggilan Oemarsono?kecolongan. Empat pasangan calon di luar dirinya dan pasangan Jazuli Isa-Mat Al-Amin Kraying, calon Partai Golkar, menembus putaran ketiga. Koalisi ini dimotori partai-partai Islam. Ternyata yang lolos hanya Alzier dan Ansyori. "Kami lalu memberikan suara ke Alzier," tutur Abdul Hakim, Ketua Fraksi Amanat Bintang Keadilan Umat, kepada TEMPO.
Wajah Mega dan DPP PDIP pun "tertampar". Lalu? "Kita akan membahas segera dalam rapat DPP," kata Soetjipto. Tuah Mega di Lampung rupanya telah pupus.
Arif A. Kuswardono, Fadilasari (Lampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini