Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, belum lama ini mengganti sejumlah nama jalan di Jakarta. Padahal, ini erat kaitannya dengan toponimi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan toponimi adalah cabang onomastika yang menyelidiki nama tempat. Adapun onomastika merupakan bidang ilmu linguistik yang menyelidiki asal usul, bentuk, makna diri, serta nama orang dan tempat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Nama memberi kontribusi besar dan merupakan bagian yang penting dan berguna dalam kehidupan kita sehari-hari,” kata Guru Besar Linguistik Universitas Indonesia (UI), Multamia Lauder, dikutip dari laman Tempo.
Ia melanjutkan, toponimi sering diabaikan selama ini. Padahal dalam kasus-kasus terkait teritori, seperti sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan atau gugatan teritori maritim pada Laut Cina Selatan, pemberian nama dan identitas menjadi kunci penting.
Sementara itu, fungsi lain toponimi adalah menjadi salah satu unsur utama untuk berkoordinasi dan berkomunikasi antarbangsa. “Membantu penetapan batas administrasi untuk mengurangi konflik,” ujar Multamia.
Penamaan tempat juga memiliki nilai tinggi berkaitan dengan jatidiri bangsa melalui bukti tahapan migrasi penduduk dan sejarah permukiman di suatu wilayah meski semua bukti telah tergerus oleh waktu. Pengekalan jatidiri ini juga terkait pengakuan publik terhadap tempat dalam suatu negara.
Bila toponimi dikaitkan dengan nama jalan, nomor rumah, nama kota, dan kode pos, nama telah menjadi elemen dari sistem geolokasi. Ini sangat berguna untuk menemukan tempat yang belum dikunjungi sebelumnya.
Hal ini bisa memudahkan pemerintah dalam melakukan pelayanan publik, seperti pengumpulan pajak, penanggulangan bencana, pengelolaan gedung, pemilihan umum, dan pengaturan transportasi.
Sementara pengabaian toponimi, mengutip dari studi “Punahnya Toponimi Indikasi Erosi Bahasa dan Punahnya Bangsa” dalam laman linguistik.fib.ui.ac.id, dikhawatirkan menghilangkan rasa memiliki dari masyarakat lokal setempat.
Jika tidak ada dokumentasi nilai-nilai budaya, sebagai pengalaman dan pengetahuan, masyarakat baru yang menempati wilayah itu menjadi a-historis tentang toponiminya.
AMELIA RAHIMA SARI | CAESAR AKBAR | AMRI MAHBUB
Baca juga: Mengenal Toponimi dan Perannya Bagi Bangsa